Hits: 351

Salwa Salsabila / Annisa Van Rizky     

“Hanya karena sebuah cerita nggak berakhir sesuai keinginan kita, bukan berarti cerita itu nggak bagus.”- Ayah (Hal: 7).

Pijar, Medan. Tidak semua cerita memiliki akhir yang bahagia. Tidak semua orang yang kehilangan akan mudah terbiasa. Dunia memang tak selalu ramah kepada manusia, namun, itu bukan berarti manusia bisa dapat berprasangka buruk kepada Tuhan, kan?

Happily Ever After adalah judul dari sepaket cerita yang dirangkai dalam sebuah novel setebal 355 halaman yang ditulis oleh Winna Efendi, yang juga melahirkan karya hebat lainnya, Remember When (2008), Refrain (2009), dan Melbourne: Rewind (2012) yang telah diangkat ke layar lebar dengan judul yang serupa.

Novel yang dirilis pertama kali pada tahun 2014 ini menceritakan tentang hidup seorang gadis SMA biasa bernama Lucia Surya (Lulu) dan Ayahnya yang merupakan tukang kayu, kuli bangunan, dan arsitek terhebat versi Lulu. Ayahnya juga merupakan pembaca dongeng yang hebat. Ayah dan Lulu tidak pernah meninggalkan semalam pun tanpa lembar-lembar buku tua berisikan cerita dongeng dari perpustakaan kecil di kamarnya. Ini juga yang membuat Ayah menjadi orang favorit Lulu di dunia.

Tidak seperti remaja seumurannya, Lulu adalah seorang anti-sosial. Bukan tanpa alasan, dikarenakan Lulu kerap kali dianggap berbeda karena tidak bisa menyukai hal-hal yang sama dengan gadis-gadis sebayanya. Begitu juga dengan Karin, seorang yang pernah menjadi sahabatnya dulu, turut meninggalkannya karena bosan dan lelah berada di posisi yang sama dengan Lulu, tertindas dan terabaikan. Bahkan Ezra, yang Lulu pikir akan tetap tinggal, juga memilih pergi bersama Karin.

Seperti belum cukup juga, Tuhan memberikan satu cobaan lagi untuk Lulu. Tuhan memberikan Ayahnya penyakit. Kanker hati stadium tinggi itu tinggal di tubuh Ayahnya, membuat semakin hari, tubuh Ayahnya semakin melemah. Lulu, sepulang sekolah menemani ayahnya keluar-masuk Rumah Sakit, demi mendapatkan pengobatan dan dengan harapan penyakit tersebut akan menghilang sepenuhnya.

Namun, dunia memang penuh kejutan. Rumah Sakit mempertemukan Lulu dengan Elliott Gustira, remaja lelaki pengidap tumor otak yang hobi bermain tetris di kolong ranjang Rumah Sakit. Bagi Lulu, Hari-hari menemani Ayah ke rumah sakit berarti satu petualangan baru bersama Eli. Lalu, di saat perasaan yang lebih muncul di antara mereka, Lulu ragu, apakah ia sanggup untuk bertahan di dalam rasa takut untuk kehilangan orang-orang yang disayanginya untuk kesekian kali?

Balutan dongeng klasik di sela cerita, membuat cerita tentang persahabatan, percintaan remaja, dan keluarga ini terasa begitu unik dan sangat menarik untuk dibaca. Pemilihan kata yang digunakan oleh Winna juga begitu sederhana dan ringan.

Buku ini mengajarkan kita untuk menyadari bahwa tidak semua yang ada di dunia ini bisa didapatkan oleh manusia, ada beberapa yang harus dikorbankan. Tidak semua bisa tetap tinggal, ada beberapa yang akan pergi.

Buku ini juga mengajarkan bahwa tidak semua akhir dari cerita itu berakhir bahagia. Namun, yang bisa dilakukan manusia adalah menjadi berani untuk memilih akhir sebuah cerita, sesuai dengan yang kita inginkan. Satu yang perlu diketahui, setiap orang memiliki konsep “Happily Ever After” yang berbeda-beda.

Novel ini cocok untuk dibaca oleh sobat pijar yang menyukai cerita romansa remaja yang realistis. Karena di dalam buku ini tidak melulu membahas tentang cerita cinta yang mendayu-dayu yang terkesan berlebihan. Komposisi antara Family, Friendship, dan Romance ditulis secara seimbang sehingga cerita menjadi lebih nyata dan membuat pembaca menjadi lebih terhanyut dalam setiap kata di lembaran novel ini.

(Redaktur Tulisan: Intan Sari)

Leave a comment