Hits: 79

Samuel Sinurat / Hidayat Sikumbang

Pijar, Medan. Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna, Rantau 1 Muara, hingga Anak Rantau adalah hasil buah tangan dingin dari seorang mantan wartawan TEMPO. Tangan dingin Ahmad Fuadi mampu meracik cerita-cerita yang berlatar Minang, suku asalnya yang terkenal akan merantau.

Hampir ke semuanya  dari cerita Ahmad Fuadi berlatarkan dari kisah-kisah pribadinya. Ia sejak kecil mengawali pendidikan menengahnya di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo.

Pria kelahiran Maninjau, salah satu daerah di tepi danau di Sumatra Barat ini lulus pada 1992. Pendidikannya pun berlanjut hingga menjadi seorang mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Padjajaran.

Lulus menjadi seorang wisudawan dari almamater Universitas Padjajaran tentu saja menjadi tanggung jawab tersendiri bagi beliau.

“Jadi menjelang lulus Uda (Abang; Bahasa Minang) langsung ikut dalam sebuah program. Nama programnya itu Youth Exchange Program di Quebec, Kanada tahun 1995 kalau tidak salah. Setelah itu sempat juga mencicipi satu semester di Singapura kuliah,” ucapnya saat diwawancarai dalam seminar Sumut Scholarship Expo, Minggu 31 Maret 2019.

Setelah menyelesaikan studinya, Ahmad Fuadi sempat mencicipi dunia jurnalistik. Ia mengaku setelah menamatkan kuliahnya, pada 1998 pernah menjadi seorang wartawan di Majalah TEMPO.

Perjalanan hidup Ahmad Fuadi hingga ke luar negeri pun pada akhirnya ia tuangkan ke dalam sebuah novel. Ia memulai karir sebagai seorang novelis dengan Novel yang berjudul Negeri 5 Menara.

Novel ini berkisah hampir mirip dengan kisah hidup dirinya. Man Jadda Wa Jadda. Barang siapa yang bersungguh-sungguh, ia yang akan menuai hasilnya.

Kini Ahmad Fuadi telah menerbitkan banyak buku. Di antaranya Ranah 3 Warna (2011), Rantau 1 Muara (2013), Beasiswa 5 Benua (2014), Anak Rantau (2017), dan yang terakhir kisah hidup pendiri HMI, Lafran Pane ia tuangkan dalam novel yang berjudul Merdeka Sejak Hati (2019).

“Menulis itu sebenarnya sederhana, apa yang ada di pikiran kita, akan kita tuangkan dalam bentuk narasi. Orang Minang, sejak kecil sudah diajarkan petatah-petitih. Bermain sajak,” tutur penulis yang hampir keseluruhan karyanya memiliki benang merah dengan Minangkabau.

Ahmad Fuadi mengatakan, generasi milenial saat ini terlalu takut untuk berkarya. Padahal segala hal sudah tersedia secara online. “Kalau kita tak pandai masak, tapi kita mau jadi koki, tinggal buka YouTube. Kalau kita tak pandai menulis, tinggal buka YouTube. Semua sudah tersedia. Man Jadda Wa Jadda. Siapa yang berusaha, dialah yang akan berhasil,” tutupnya.

(Redaktur Tulisan: Intan Sari)

Leave a comment