Hits: 19

Star Munthe

“Kebijakan masih seperti itu, kita doakan bersama mudah-mudahan ada kebijakan baru, ya.”

Pijar, Medan. Setidaknya petikan di atas merupakan salah satu dari beberapa jawaban yang dilontarkan oleh admin akun instagram @official.usu dalam menjawab beberapa protes mahasiswa karena merasa tidak adil dengan kebijakan yang tertuang pada surat edaran tentang “Bantuan Biaya Pembelajaran Daring bagi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara dalam Masa Pandemi Covid-19” (01/05).

Surat edaran tersebut ditandatangani oleh Wakil Rektor I, yang dikeluarkan sehubungan dengan Surat Keputusan Rektor Nomor: 854/UN.5.1.R/SK/KEU/2020 Mengenai Pemberian Bantuan Biaya Pembelajaran Daring Bagi Mahasiswa Pada Masa Pandemi COVID-19 di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

Keluarnya surat edaran tersebut sebelumnya disebabkan oleh aspirasi mahasiswa yang disampaikan oleh PEMA (Pemerintahan Mahasiswa) Se-kawasan USU yang diwakilkan oleh PEMA dari 10 Fakultas. Adapun bantuan tersebut tertuang pada poin ketiga huruf a, yang berisikan: Memberikan bantuan dana bagi setiap mahasiswa untuk keperluan kuliah dalam rangka pembelajaran dari rumah melalui sistem daring.

Menanggapi bahwa bantuan tersebut tidak dapat diterima oleh mahasiswa yang lulus melalui jalur Mandiri, Profesi, dan Internasional, Dedek yang merupakan Wakil Gubernur FISIP USU (salah satu PEMA Fakultas yang terlibat dalam penyampaian aspirasi mahasiswa terkait subsidi kuliah daring) menganggap bahwa bantuan tersebut tidak adil jika hanya didapatkan oleh mahasiswa yang lulus melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN.

Dedek menganggap bahwa rektorat mengeluarkan kebijakan tersebut karena memandang mahasiswa mandiri adalah kalangan yang mampu. “Namun saya kira itu sudah lebih (baik) jika dibandingkan tidak mendapatkannya, mungkin saya kira pemikiran orang birek mengganggap bahwa mahasiswa mandiri sudah mampu untuk menutupi kekurangan pembelajaran daring ini maka mereka tidak memberikannya. Namun memang kurang adil jika yang mendapatkan itu hanya kawan-kawan SBMPTN, SNMPTN, dan Bidikmisi.”

Setelah surat edaran menjadi pro-kontra, PEMA Se-kawasan USU mengaku akan membahas kembali tentang hal tersebut. Adapun yang akan menjadi fokus mereka ialah mengenai mahasiswa mandiri dan S2 serta sarana penyaluran bantuannya agar bank yang tidak bekerja sama dengan USU, dapat juga menjadi sarana penyalur bantuan.

Kami menanyakan tanggapan rektor terkait surat edaran yang menjadi pro-kontra di kalangan mahasiswa USU, “Bentuk bantuan pulsa ini adalah bantuan moral bagi yang benar-benar membutuhkan. Tentu yang reguler ada subsidi pemerintah. Sedangkan mahasiswa mandiri kan prinsipnya biaya pendidikan ditanggung sendiri. Makanya fasilitas beasiswa pun mereka tidak dapat,” tulis Runtung Sitepu melalui pesan WhatsApp.

Terkait bantuan tersebut yang masih menjadi bahan pembicaraan di kalangan mahasiswa, kami melakukan survei yang akhirnya diisi oleh 1118 mahasiswa USU. Survei ini diisi oleh 56,8% mahasiswa yang lulus melalui jalur mandiri; 24,5% mahasiswa jalur SBMPTN; dan 18,3% mahasiswa jalur SNMPTN.

Berdasarkan pertanyaan yang kami ajukan, 98,4% mahasiswa setuju pihak rektorat memberikan bantuan untuk mendukung aktivitas kuliah daring. 87,9% di antaranya tidak setuju bantuan tersebut hanya diberikan kepada mahasiswa yang lulus melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN. Bahkan 87,4% mahasiswa tersebut menilai bantuan tersebut tidak adil.

“Kalau untuk adil atau tidak, saya rasa tidak adil. Karena yang terkena dampaknya semua golongan masyarakat. Yang artinya, untuk orang tua dari mahasiswa mandiri dan sebagainya juga terkena dampak. Sehingga mereka akan kesulitan juga untuk memenuhi biaya perkuliahan anak-anaknya,” jawab Moudy, salah satu mahasiswa yang akan menerima bantuan berdasarkan surat edaran.

Moudy menganggap pihak rektorat sebaiknya membuat kebijakan berdasarkan bukti di lapangan, dengan tidak menggunakan satu sudut pandang saja. “Saya berharap USU agar ke depannya biaya bantuan ini dilakukan evaluasi lagi. Untuk pihak kampus, saya harapkan membuat kebijakan dengan benar-benar menimbang dengan bukti di lapangan. Karena kali ini kebijakan dari rektor terasa tidak adil,” tambah Moudy.

Kami juga mewawancarai beberapa mahasiswa mandiri yang berdasarkan surat edaran tidak akan mendapat subsidi kuliah daring. Salah satunya adalah Fadhil, mahasiswa yang merasa bantuan tersebut sangat tidak adil, “Enggak semua mahasiswa jalur mandiri, internasional, dan profesi itu mampu dan kaya. Dan enggak hanya mahasiswa jalur SNMPTN dan SBMPTN saja yang menghadapi pandemi COVID-19, kami juga mengalami dampak dari adanya pandemi ini. Jadi, tolong dan mohon, kebijakan yang rektorat buat itu direvisi dan diralat agar dibuat yang baru dengan bentuk kebijakan yang seadil-adilnya,” tegas Fadhil yang memohon agar pihak rektorat mengevaluasi kebijakan tersebut.

Indra Charismadji yang merupakan seorang tokoh pendidikan Indonesia dengan spesialisasi pada Pembelajaran Abad 21 berpendapat bahwa permasalahan ini harus dilihat dari dua sisi, yakni operasional kampus dan kebutuhan mahasiswa.

“Kalau pihak yang mandiri, internasional, dan profesi keberatan, bisa secara personal bicara ke kampus. Tidak bisa sama rata sama rasa. Adil bukan berarti sama rata sama rasa. Konsep itu yang musti dipahami dulu,” ujar Indra menanggapi tuntutan mahasiswa di tengah pro-kontra surat edaran tersebut.

Beliau lebih menyarankan diadakannya musyawarah antara mahasiswa dengan pihak kampus (rektorat) untuk menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut. Hal tersebut dianggap akan mampu membuat kedua belah pihak yang berbeda pendapat akan saling memahami konteks permasalahan.

Laporan ini merupakan hasil kolaborasi Persma Pijar dan Suara USU. Semua hasil wawancara dan data yang didapat reporter Pijar dan Suara USU digunakan bersama sebagai bahan tulisan.

(Redaktur Tulisan: Widya Tri Utami)

Leave a comment