Hits: 81

Talitha Nabilah Ritonga

Pijar, Medan. Perempuan kerap kali dijadikan sebagai sasaran empuk pemuasan nafsu kaum lelaki. Perempuan dianggap makhluk lemah hingga terkadang mudah diperdaya kaum lelaki. Seperti kisah dalam sebuah novel yang berjudul Perempuan di Titik Nol.

Perempuan di Titik Nol, sebuah novel beraliran feminisme ini berkisah tentang seorang wanita bernama Firdaus yang telah menghadapi banyaknya lika-liku kehidupan. Firdaus merupakan seorang pelacur sukses di tanah Mesir yang divonis gantung karena telah membunuh seorang germo.

Kisah dalam novel ini diawali dengan mengupas kehidupan masa kecil Firdaus di mana ia sering membantu ayahnya yang merupakan seorang petani miskin nan kasar. Firdaus yang saat itu masih dibawah umur harus menerima kenyataan bahwa ia telah hidup dalam tekanan dan perlakuan asusila dari paman dan temannya yang bernama Muhammadain. Firdaus semakin mendapatkan tindak asusila dari pamannya sejak orang tuanya meninggal dan ia tinggal bersama pamannya di Kairo.

Demi membalas budi kepada pamannya yang menyekolahkannya, Firdaus rela menikah dengan seorang pria tua bernama Syekh Mahmooud. Kehidupan rumah tangga Firdaus pada awalnya baik-baik saja, namun semakin hari suaminya tersebut melakukan kekerasan padanya yang membuat Firdaus memutuskan meninggalkan rumah dengan membawa ijazah SD dan SMPnya.

Bagai anak ayam kehilangan induknya, kini hidupnya tidak memiliki tumpuan. Luntang-lantung mencari persinggahan dengan membawa ijazah yang sangat berharga. Firdaus yang bebas dan polos telah singgah pada beberapa orang lalu pergi meninggalkan mereka sampai ia bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Sharifa Salah el Dine. Dari wanita inilah Firdaus mengenal dunia pelacuran.

Novel karangan Nawal el-Saadawi ini juga menceritakan bagaimana lika-liku kehidupan percintaan Firdaus dan bagaimana ia mencari jati dirinya yang diceritakan dalam tiga bab.

“Semua perempuan adalah korban penipuan. Lelaki memaksakan penipuan pada perempuan dan kemudian menghukum mereka karena telah tertipu, menindas mereka ke tingkat terbawah dan menghukum mereka karena telah jatuh begitu rendah, mengikat mereka dalam perkawinan dan menghukum mereka dengan kerja kasar sepanjang umur mereka, atau meghantam mereka dengan penghinaan atau dengan pukulan”.

Nawal el-Saadawi sendiri merupakan seorang dokter berkebangsaan Mesir. Dikenal sebagai novelis dan penulis beraliran feminisme, wanita ini kerap memperjuangkan hak-hak wanita melalui buku-bukunya, seperti Women and Sex, Women and Psychological Conflict, The Chant of the Children Circle, Two Women in Love, God Dies by the Nile, Memoirs of a Lady Doctor, A Moment of Truth dan Litte Sympathy.

Perempuan di Titik Nol ini diangkat dari kisah nyata dimana Nawal el-Saadawi langsung mewawancarai si tokoh utama di dalam penjara Qanatir. Dalam Novel yang terbagi menjadi tiga bab ini juga diceritakan bagaimana perjuangan penulis untuk dapat mewawancarai sang tokoh utama.

Penulis sangat berani dalam menulis novel ini. Pemilihan kata-kata pada buku ini tidak sedikit menggunakan bahasa yang vulgar dan ceritanya juga mengandung seks dan kekerasan. Novel ini kontekstual walaupun pengemasannya menggunakan bahasa yang sedikit rumit.

Buku yang satu ini berhasil mencabik-cabik hati pembacanya dan menyadarkan kaum perempuan untuk lebih menghargai diri sendiri. Tidak seperti novel lain yang kebanyakan selalu difilmkan, Perempuan di Titik Nol malah banyak dipentaskan pada pementasan teater monolog, salah satunya di Indonesia.

(Redaktur Tulisan: Maya Andani)

Leave a comment