Hits: 75
Grace Kolin
Judul buku: Kafka on the Shore
Pengarang: Haruki Murakami
Penerbit: Vintage International
Tahun terbit: 2005
Dimensi buku: 489 Halaman
Harga buku: Rp. 158.500.-
“An insistently metaphysical mind-bender.” ?THE NEW YORKER
Haruki Murakami, penulis novel International Bestseller kelahiran Kyoto 1949, tak hentinya menelurkan novel-novel fiksi yang cerdas dan sensasional sepanjang perjalanan karirnya sebagai penulis. Karyanya besarnya yang berjudul after the quake, Dance Dance Dance, The Elephant Vanishes, Norwegian Wood, dan The Wind-Up Bird Chronicle telah diterjemahkan dalam tiga puluh empat lebih bahasa, dan meyabet penghargaan bergengsi, Yomiuri Literary Prize. Tak cukup itu, Murakami berhasil menempatkan dirinya dalam daftar 100 orang yang paling berpengaruh di dunia.
Salah satu mahakarya terbaik persembahan Murakami yang tidak boleh dilewatkan adalah Kafka On The Shore (judul asli Umibe no Kafuka?Red), buku ketiga terbaik kategori penulis Jepang menurut situs website review buku, goodreads.com. Buku setebal 489 halaman terbitan Vintage International ini layak menjadi rekomendasi buat para pembaca yang haus akan kisah yang mengaduk-ngaduk alam berpikir dan tentu saja, filsafat. Sedikit apresiasi buat Philip Gabriel yang telah menerjemahkan buku ini ke dalam Bahasa Inggris dengan sempurna, sehingga setiap kata dan frasanya tetap terjaga maknanya. Para pembaca pun tidak perlu khawatir ada kesalahan typo dalam buku ini. Baik dari segi cover dan konten, semuanya tersajikan dengan sangat baik.
Menyoroti bagian sinopsisnya, berikut terjemahannya dalam Bahasa Indonesia:
Kafka on the Shore dilakoni oleh dua tokoh yang luar biasa, seorang anak remaja laki-laki, Kafka Tamura yang melarikan diri dari rumah dengan tujuan salah satunya untuk terlepas dari nubuat takdir yang mengerikan atau untuk mencari ibu dan kakaknya yang hilang. Dan orang tua tolol bernama Nakata, yang tidak pernah pulih dari masa perang yang menyedihkan dan sekarang mendekati Kafka dengan alasan seperti aktivitas yang paling dasar dari kegiatan sehari-hari, yang tidak ia mengerti.
Seiring dengan memusatnya alur dari mereka berdua, dan seiring dengan semakin jelasnya alasan dari pemusatan itu, Haruki Murakami menggiring pembaca ke sebuah dunia dimana kucing dapat berbicara, ikan terjatuh dari langit, dan jiwa-jiwa yang keluar dari badan mereka untuk bercinta atau melakukan pembunuhan. Kafka on the Shore menyuguhkan satu kisah dari pendongeng terbaik di dunia dalam puncak kejayaannya.
Para pembaca tentu akan dibuat penasaran seketika dengan membaca sinopsis kisah yang tidak biasa ini. Namun, bagi mereka yang baru pertama kali membaca karya Murakami tidak perlu merasa khawatir bakal kesulitan dalam memahami kisah ini, karena untuk ukuran kisah fiksi di atas umur, Kafka on the Shore termasuk buku yang lumayan mudah dicerna. Lagi bakal membuat kita berkhayal setinggi mungkin dalam menafsirkan kisah disetiap lembar halamannya. Bicara tentang plot kisah, Murakami meracik empat puluh sembilan chapter Kafka on the Shore dalam dua sudut pandang tokoh dan konflik internal yang berbeda.
Ada Kafka, remaja kutu buku yang merencanakan pelarian diri dari rumah ayahnya tepat di hari ulang tahunnya kelima belas. Memutuskan pergi ke pulau Shikoku, tepatnya di Takamatsu dengan menaiki bus, untuk menghindar dari takdir mengerikan yang digariskan oleh ayahnya. Sejak kecil, ayahnya sudah menubuatkan bahwa nanti besar, Kafka akan membunuh dirinya dan bercinta dengan ibu dan kakaknya.
[Sometimes fate is like a small sandstorm that keeps changing directions?Hal. 5]
Tak disangka, dalam pelariannya dia bertemu dengan beberapa orang-orang yang mengisi kekosongan hidupnya. Ada Sakura, wanita broken home seumuran dengan kakak Kafka yang berprofesi sebagai hairdresser. Oshima, penjaga perpustakaan tampan yang sebenarnya adalah wanita yang secara fisik tidak normal. Miss Saeki, wanita cantik dengan pemilik perpustakaan Memorial Komura. Ternyata, pelarian bukanlah cara terbaik yang ditempuh oleh Kafka. Masalah muncul dan menghardik dirinya, dengan tanpa ingatan apapun Kafka terbangun pada suatu malam di dekat kuil dan mendapati dirinya berlumuran cipratan darah di baju putihnya. Belum lagi, dia menjumpai arwah Miss Saeki pada saat wanita itu berumur lima belas tahun. Tampaknya, Miss Saeki akan menggebrak konflik kisah ini dengan rentetan teka-teki yang membuat pembaca berpikir dan menebak-nebak, siapa dia? Apakah Ibu Kafka yang hilang? Kafka benar-benar terombang-ambing.
[I don’t know anymore. The boundary line separating the two has started to waver, to fade, and I can’t focus. And that confuses me?Hal. 281]
Berpaling dari Kafka, Nakata kakek polos yang sangat jujur ini juga tertimpa masalah serius di luar dari akal sehatnya. Pada masa kecilnya, dia adalah anak paling berbakat di sekolah, sampai suatu kejadian misterius yang menimpa dirinya dan lima belas anak sekolah pada saat mengumpulkan jamur beramai-ramai di Bukit Owan Yama, insiden itu membuat dirinya kehilangan ingatan. Kabar buruknya lagi, dia bahkan menjadi tidak bisa membaca dan menulis seperti sediakala. Namun anehnya, dengan ‘kecacatan permanen’ yang cukup menyulitkan hidupnya itu, Nakata bisa berbicara dengan kucing dan yang lebih ajaibnya lagi membuat langit menjatuhkan sesuatu ke bumi, seperti saja ikan dan lintah. Sungguh manis hikmah dibalik kejadian pahit yang dialami Nakata. Sayang sekali, kehadiran sosok psikopat kucing, Johnie Walker memaksa Nakata untuk menodai tangannya sendiri dengan darah dan hidup dalam pelarian, seperti Kafka.
[Without a word, Nakata stood up. No one, not even Nakata himself, could stop him. With long strides he walked over to the desk and grabbed what looked like a steak knife. Grasping the wooden handle firmly, he plunged the blade into Johnie Walker’s stomach, piercing the black vest, then stabbed again in another spot?Hal. 157]
Takdir kedua manusia ini menarik untuk diikuti sampai akhir walaupun di tengah-tengah kisah banyak sekali muncul kejadian-kejadian yang janggal. Kelihatannya dalam kisah ini, Murakami memang sengaja membuat pembaca bingung dan menebak-nebak. Fantasi seks juga terselip secara detil dan gamblang dalam buku ini meskipun proporsinya tidak terlalu banyak. Tidak tahu jelas apa motif Murakami menambahkan ‘menu’ dewasa dalam buku tersebut. Namun yang jelas, buku ini layak mendapat pujian.
[Time weighs down on you like and old, ambiguous dream. You keep on moving, trying to slip through it. But even you go to the ends of the earth, you won’t be able to escape it?Hal. 488]
Masih berpikir ‘buku cerdas’ ini tak layak menjadi koleksi di rak bukumu? Think it again.