Hits: 1294

Pijar, Medan. Pijat Tradisional merupakan salah satu cara untuk menyembuhkan berbagai  penyakit seperti masuk angin, demam, pegal – pegal dan sebagainya. Cara ini dahulu banyak sekali digunakan oleh masyarakat umum. Namun seiring perkembangan zaman, pijat tradisional di kota – kota besar sedikit demi sedikit telah tergerus oleh gempuran spa yang terus menjamur di berbagai wilayah dan tentunya dengan fasilitas yang lebih nyaman.

Kali ini redaksi Pijar mendapat kesempatan mewawancarai Mariatul Kiptiah, pemilik pijat tradisional Rindana di Jl.Setia Budi No.183 Medan yang masih bertahan hingga saat ini.

Kiptiah menjelaskan, sudah 7 tahun  tempat pijat ini berdiri. Pelayanannya berupa pijat tradisional, lulur, jamu tradisional dan pijat refleksi. Pijat ini berasal dari Jawa Tengah,  pekerjanya pun di datangkan langsung dari Jawa. Ilmu memijat dan membuat ramuan tradisional ini didapat dari leluhur mereka di Jawa Tengah.

Ibu Kiptiah, Pemilik Pijat Rindana. Foto : Rahmat Utomo

Kiptiah mendatangkan tukang pijatnya langsung dari Jawa Tengah, salah satunya Madi. Pria berusia 44 tahun ini mengaku sudah menjadi tukang pijat selama 3 tahun setelah sebelumnya memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai pedagang.

“Saya udah 3 tahun jadi tukang pijat di sini, sebelumnya saya cuma pedagang biasa aja. Namun karena desakan ekonomi semakin tinggi, memaksa saya beralih profesi sebagai tukang pijat. Awalnya saya diajak adik saya yang sudah terlebih dahulu bekerja disini,” ujarnya. Saat ditanya mengenai kemampuan pijatnya, ia mengaku mendapatinya dari keturunan. Dalam sehari ia bisa mendapat 30.000 rupiah. Hanya saja belakangan ini tempat ia bekerja sedang sepi pengunjung.

Untuk pijat biasa dikenakan biaya 60.000 rupiah sedangkan untuk lulur sebesar 130.000 rupiah. Tempat ini melayani pengunjung pria dan wanita. Pengunjung pria akan dipijat oleh lelaki dan pengunjung wanita akan dipijat oleh wanita pula.

Pijat  ini  menggunakan ramuan tradisional yaitu dengan bahan – bahan tradisional seperti kencur, jahe, cengkeh hitam dan kelapa hijau. Kiptiah menjelaskan bahwa dia membuka usaha ini sejak tahun 2006. Rata rata pengunjung yang datang ke tempat pijatnya berkisar 5-7 orang per hari. Kebanyakan pelanggan yang datang ke pijat ini dari kalangan mahasiswa dan orang tua dengan kondisi keluhan yang berbeda beda. Salah satunya adalah Tompul, mahasiwa FISIP USU yang berlangganan di pijat Rindana.

”Aku bang biasanya kalau udah terasa tak enak badan ku, langsung aja aku kesini biar badan terasa lebih fit,’’ ungkapnya.

Sumber : http://images03.olx.co.idui3835758257657_1.jpg

Perkembangan spa yang semakin pesat sedikit banyaknya telah mempengaruhi jumlah pengunjung yang datang ke tempat pijat tradisional. Hal ini tidak ditampik oleh Kiptiah. Ia menjelaskan bahwa sebelum maraknya spa, pengunjung yang datang bisa sampai 8-7 orang perhari namun setelah semakin gencarnya perkembangan spa pengunjung pun sedikit demi sedikit berkurang. “Setahu saya spa hanya untuk releksasi jadi kalau ada pengunjung yang masuk angin, demam, pasti datang ke tempat saya. Semua sudah punya pasarnya masing – masing,” ujarnya.

Untuk meningkatkan jumlah pengunjung, Kiptiah memberikan layanan yang lebih baik seperti ruangan nyaman yang terdiri dari kasur lembut, handuk, selimut dan pendingin ruangan serta melakukan peningkatan pelayanan terhadap pelanggan dengan menggunakan jasa pijat panggil yang tidak terdapat pada spa. Kendati pijat Rindana belakangan sepi pengunjung, Kiptiah memasrahkan semua rezeki kepada Allah, “Manusia hanya bisa berusaha dan setelahnya biarkan Allah yang mengatur,” tutupnya. [RU]

3 Comments

  • LeeZ
    Posted 6 Maret 2015 14:44 0Likes

    Is this place still exist now? I am going to Medan tomorrow, and would like to have a pijat there…

Leave a comment