Hits: 44

Siti Farrah Aini

“JAKARTA. Hampir lima ratus tahun kota ini berdiri. Ia selalu mampu terlihat megah di mata orang-orang yang pertama kali mengenalnya. Namun selayaknya fatamorgana, kota ini juga tak luput menyembunyikan kegelapannya.” —halaman 9.

Pijar, Medan. Apa yang akan muncul di benakmu ketika mendengar nama “Jakarta”? Sebuah kota dengan bangunan-bangunan megah menjulang tinggi dengan penerang yang tidak kunjung padam hingga pagi menjelang. Kerlap lampu jalanan memenuhi seisi kota pertanda bahwa kehidupan bergulir tanpa sedetik pun terhenti. Jangan lupakan anggapan bahwa hidup yang menjanjikan, lahir dari kota mentereng itu. Setelah melewati bacaan 304 halaman, Brian Khrisna akan membawamu menelusuri sudut-sudut yang tidak pernah benar-benar “hitam” dan “putih” di kota Jakarta dengan segala kerumitan di dalamnya.

Sisi Tergelap Surga merupakan karya Brian Khrisna yang terbit pada tahun 2023 lalu. Rangkaian kalimat di dalamnya, bermula dari kehidupannya selama 25 tahun sebagai anak penjual nasi di pinggir jalan. Ia tidak sembarang mengarang, tetapi melakukan wawancara langsung dengan sejumlah narasumber di kota Jakarta. Ia meresapi setiap kisah, memastikan bahwa ia dapat menggambarkannya dengan jelas melalui sebuah karya tulisan.

Brian Khrisna menuliskan kisah ini menjadi beberapa bagian. Setiap bagian memiliki latar belakang yang berkesinambungan dengan kisah tokoh lainnya. Kisah ini bermuara, dari sebuah perkampungan di kota Jakarta.

Jakarta, menjadi destinasi bagi mereka yang mengharapkan nasib hidup yang lebih baik. Banyak yang hilir mudik mencoba berbagai peruntungan, tetapi benar adanya bahwa Jakarta adalah sebuah medan pertarungan. Semua rela bergelut dan melakukan apa saja untuk bertahan hidup sehari demi sehari lagi.

“Hidup tak lebih dari pagelaran nestapa, kita memerankan langkah yang menjalar dari satu luka ke luka lainnya. Terkadang belum selesai suatu masalah, kita dipaksa menghadapi masalah yang lain.” —halaman 289.

Kisah Pekerja Seks Kormersial (PSK), dan Lady Companion (LC) di tempat karaoke yang rela menjajakan tubuh agar anaknya bisa makan, pramuria yang mendapat perlakuan tidak layak demi bertahan hidup, dan seorang abang yang rela berdandan menjadi waria demi menafkahi sang adik. Mereka adalah representasi dari kerasnya bekerja, menjalani “profesi” yang dipandang sebelah mata dan tidak sedikit pula yang menghakimi seenaknya. Padahal mereka sebenarnya tidak ingin bergelut lebih lama karena rasa ketidakberdayaan dalam ingar bingar di kota Jakarta.

Ada pula sosok di balik kostum badut ayam yang berjuang di jalanan demi tiga putri tercinta, sang pencuri motor ulung yang ingin membeli obat untuk ibunya, dan penjual nasi goreng yang memiliki utang budi dengan tidak terbalas kepada orang yang menyelamatkan hidupnya. Mereka adalah bentuk pengorbanan sesungguhnya dengan selipan rasa tulus, kasih sayang, dan cinta.

Namun, bukan sebuah cerita jika tidak memiliki akhir. Semua orang di perkampungan Jakarta itu berakhir dengan manis dan tragis. Ada yang memetik buah manis dari perjuangan, mendapat rezeki dari arah yang tidak terduga, bahkan kembali ke Tuhan akibat tindakan sia-sia.

Sisi Tergelap Surga sukses menyentuh hati pembaca melalui kisah yang diungkap oleh sang penulis. Di beberapa bagian, ditambahkan cuplikan lagu karya Ebiet G. Ade, D’lloyd dan sejumlah pemusik lawas untuk menambah bumbu-bumbu rasa dalam alur cerita.

Apakah salah dan dosaku

Sampai aku begini?

Aku tak sanggup lagi

Menerima derita ini

Oh Tuhan, berikan petunjukmu

(Apa Salah Dan Dosaku dari D’lloyd) —halaman 148.

Tidak banyak kisah cinta yang hadir, melainkan kisah-kisah kehidupan yang menyayat hati. Tentang rumitnya masalah keluarga, keadaan ekonomi, dan problematika sosial. Semua orang sibuk mengais pundi-pundi uang, berharap segera keluar dari pahitnya hidup sebelum sampai pada kata “menyerah”.

Novel ini memiliki diksi yang eksplisit sehingga pembaca harus memaknai dengan bijaksana. Meskipun begitu, bagimu yang tengah menghadapi badai kehidupan, mengalami masa-masa yang berat, atau berpikir untuk menyerah, Sisi Tergelap Surga menjadi bacaan yang tepat sebagai refleksi kehidupan yang tidak selamanya baik-baik saja.

“Di perjalanan panjang yang sering kita sebut dengan ‘hidup’ ini, kita hanya harus tabah dalam menjalaninya.” —halaman 225.

(Redaktur Tulisan: Michael Sitorus)

Leave a comment