Hits: 716
Antsa Zakiyatun Nufus
Judul : Dunia Sophie
Penulis : Jostein Gaarder
Terbit : Februari 2012 (Cetakan V, Edisi Gold)
Tebal : 800 halaman
Penerbit : Penerbit Mizan
“Orang yang tidak dapat mengambil pelajaran dari masa tiga ribu tahun, hidup tanpa memanfaatkan akalnya”
?Goethe?
Kalimat itu menjadi pembuka novel Dunia Sophie karya Jostein Gaarder yang diterbitkan pertama kali tahun 1991 silam, hingga kini novel ini sudah diterjemahkan ke dalam 53 bahasa termasuk bahasa Indonesia. Sebenarnya sudah banyak artikel yang membahas novel lama ini, tapi disini akan membahas dari sisi yang berbeda, sisi di mana sebuah sejarah mengenai filsafat dapat dirangkum dalam sebuah cerita fiksi. Berawal dari sepucuk surat misterius berisi pertanyaan: “Siapakah kamu?” yang diterima Sophie Amundsen seorang gadis 14 tahun, menjadi awal petualangannya untuk mencari tahu jawaban dari pertanyaan itu dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Permulaan yang cukup sederhana, namun selanjutnya, pembaca akan diajak menelusuri sejarah perkembangan filsafat, mengenal tokoh filsafat seperti Socrates, Plato, Aristoteles, hingga Sartre. Melalui surat itu pula, Sophie mulai bertanya yang sebelumnya tidak pernah terlintas di pikirannya.
Meskipun cerita fiksi mengenai Sophie tidak terlalu ditonjolkan, tapi konsep awal untuk mengemas filsafat yang masih dianggap sebagai ilmu yang sulit dan membosankan ke dalam cerita fiksi berupa novel dengan ide yang kreatif. Para pembaca dapat belajar bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya dapat disampaikan dalam buku-buku ilmiah, tetapi melalui cerita fiksi yang kreatif, ilmu pengetahuan dapat disebarkan secara lebih luas dengan bahasa yang sederhana. Itulah yang kira-kira berusaha dilakukan Gaarder, meskipun saat membaca novelnya, para pembaca akan menyadari bahwa ini bukan novel fiksi sembarangan dengan cerita yang sederhana untuk hiburan saat waktu senggang, melainkan ini novel mengenai filsafat yang berusaha disederhanakan namun tetap harus dicermati dengan baik.
Novel ini sebagian besar terdiri dari dialog antara Sophie dan seorang pria misterius bernama Alberto Knox, yang saling terkait dengan plot yang unik dan misterius. Novel ini menjadi sebuah novel sekaligus panduan dasar filsafat. Meskipun berisi pelajaran filsafat, ada unsur-unsur yang biasanya terdapat dalam novel remaja yang tetap dimasukkan Gaarder dalam novel ini, yaitu penggambaran hubungan antara Sophie dan ibunya juga dengan teman-temannya. Sedangkan bagian filsafatnya sendiri disajikan secara kreatif dan sederhana.
Di mulai dari Sophie mempelajari filsafat abad pertengahan dengan Alberto yang menyamar sebagai biarawan, di dalam sebuah gereja tua, dan dia juga mempelajari tentang Jean Paul Sartre dan Simone de Beauvoir di sebuah kafe bernuansa Perancis. Berbagai pertanyaan dan metode filsafat diberikan kepada Sophie, sementara dia sendiri bekerja mencari filsafatnya sendiri. Banyak pelajaran yang disampaikan Alberto, di mulai dengan pertanyaan singkat seperti “Mengapa Lego merupakan mainan yang paling kreatif di dunia?” dan dia diberikan waktu untuk berpikir sebelum pelajaran berikutnya tiba. Buku ini juga diwarnai dengan beberapa hal yang tidak mungkin secara teknis (seperti Sophie melihat bayangannya di cermin mengedip dengan kedua matanya, atau bahkan melihat secara langsung Socrates dan Plato).
Dunia Sophie bukanlah sekadar novel fiksi biasa, bisa dikatakan perpaduan antara fiksi dan diktat filsafat. Melalui kisah Sophie dan pria mesterius yang mengirim surat untuknya, pembaca akan dibawa memasuki dunia beribu-ribu tahun lalu. Pelan-pelan beranjak sampai pada dunia di pertengahan abad ke dua puluh. Pembaca akan diperkenalkan dengan filosof-filosof dunia, lengkap dengan background budaya jaman itu dan pemikiran-pemikiran mereka. Namun, novel ini memang tidak menyampaikan perkembangan filsafat secara berimbang, dan cenderung membahas perkembangan filsafat dalam aliran pemikiran barat yang mewarnai agama kristen. Sedangkan, perkembangan filsafat dunia timur dan agama lainnya tidak banyak dibahas dalam novel ini. Meskipun penulis lebih berkiblat pada pemikiran barat dan agama Kristen, namun penulis menjelaskan bahwa novel ini berusaha memberi pertanyaan yang sangat universal bagi semua umat manusia, terlepas dari apapun kepercayaan yang dianut.
Bagi pembaca yang ingin belajar lebih jauh tentang filsafat, novel ini bisa menjadi pengantar yang cukup menarik. Selain menunjukkan bahwa filsafat sebenarnya adalah ilmu yang berkaitan langsung dengan kehidupan kita sebagai manusia, novel ini juga membuka pemikiran kita akan pentingnya berpikir secara aktif. Dari novel ini, pembaca juga dapat belajar bahwa untuk menyampaikan ilmu yang pembaca ketahui, cerita fiksi bisa menjadi alternatif lain yang membuat ilmu tersebut lebih sederhana dan tidak membosankan. Untuk itu, semoga ilmu pengetahuan saat ini tidak membatasi kita untuk menyampaikan ilmu-ilmu yang kita miliki melalui cara-cara yang lebih kreatif dan menarik.