Hits: 5
Shafna Jonanda Soefit Pane
Berisik terdengar dari gudang bawah rumah. Barang yang saling bergesekan, batuk terdengar disertai ocehan. Seorang gadis di sana, tengah berkutat dengan barang-barang lama miliknya. Perintah sang Ibu, menyortir barang yang sekiranya sudah tidak terpakai di gudang rumahnya. Gudang itu sudah terlalu penuh dan rasanya semakin sumuk. Barang yang sekiranya tidak terpakai akan dibuang atau disumbangkan jika masih layak pakai.
Bersin tak berhenti terdengar, bersamaan dengan gerutuan tanda lelah. Tidak lagi sabar, beberapa kotak ia banting dan bongkar asal-asalan isinya. Jika kondisinya sudah tidak tertolong; basah, sobek, habis digerogoti rayap—otomatis ia membuang barang tersebut ke plastik sampah yang tersedia. Tidak lagi peduli apakah barang itu memiliki kenangan atau sesuatu yang penting tercatat di sana.
Tangannya berhenti bergerak ketika menemukan sebuah buku usang dengan sampul depan berwarna coklat. Sejujurnya buku itu tidak terlalu menarik jika dilihat dari luarnya saja. Entah mengapa, gadis itu perlahan membuka lembar demi lembar buku tersebut dengan perlahan padahal tidak ada isinya; kosong.
“Kenapa di gudang kalau masih kosong?”
Pertanyaan itu tentu tidak terjawab oleh siapa pun. Kertas yang semula putih itu benar-benar tidak berisi apa-apa. Belum sampai pada lembar terakhir, ia melempar buku tersebut pada kotak usang di sebelahnya. Hingga, selembar foto keluar dari sela-sela buku dan terhempas ke ujung ruangan. Dengan malas ia berdiri, memungut foto tersebut dan berniat membuangnya lagi.
Namun, tulisan yang ada di balik foto itu lagi-lagi menarik perhatiannya. Tulisan yang begitu indah, bertuliskan “Putriku dengan orang terkasihnya”. Alis gadis itu menyatu, tanda kebingungan. Putriku? Orang terkasihnya?
“Ini…aku, kan? Dan mereka? Siapa?”
Gadis itu duduk sembari menggenggam foto itu erat, berusaha keras mengingat siapa orang-orang di dalam foto itu selain dirinya. Siapa orang terkasih yang dimaksud dalam foto itu? Apa yang tidak ia ketahui akan hidupnya sendiri?
Buku usang tadi ia ambil kembali, ia buka isinya hingga akhir demi mencari jawaban pasti. Nihil, buku itu tetap kosong. Tidak ia dapatkan informasi apa pun di dalamnya. Napasnya terhembus keras, tanda dirinya lelah dan sedikit frustasi karena rasa penasarannya tidak kunjung terjawab. Maka dengan sisa tenaganya, ia membereskan sisa-sisa barang di gudang. Meski tangannya sibuk memilah barang, kepalanya masih penuh dengan berbagai pertanyaan yang belum ia temukan jawabannya.
“Sudah siap, Nak?”
Gadis itu menoleh, mendapati Ibunya berdiri di balik pintu sembari tersenyum. Ibunya sudah semakin tua, tapi wajahnya masih cukup muda. Membuat Ibunya tidak terlihat seperti ibu-ibu pada umumnya.
“Sedikit lagi, Bu,” gadis itu menunjuk kotak yang di depannya. “Ini mau di letak di mana, Bu?”
“Kamu gak menemukan sesuatu?”
Ditatapnya sang Ibu yang kini tersenyum, mengusap kepalanya sambil berkata, “Kamu mau Ibu ceritain dari mana?”