Hits: 55

Adinda Amelia Putri / Anggun Tobing

Pijar, Medan. Pemerintah Kota Medan bekerja sama dengan Kota Gwangju yang berada di Korea Selatan dalam membentuk program Sister City. Kerja sama ini bertujuan untuk membentuk hubungan Bilateral antar negara sejak tahun 1997.

Pada November 2023, program Sister City kembali dilaksanakan. Sister City ini sengaja dibentuk dengan tujuan untuk dapat saling memperkenalkan kedua budaya yang berbeda guna untuk memajukan budaya, ekonomi, serta pendidikan dari kedua negara yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara (USU) untuk pertama kalinya diberi kesempatan berpartisipasi melalui program ini, yaitu dengan mengirimkan keempat mahasiswa USU dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk menjadi perwakilan, bersamaan dengan delapan mahasiswa lain dari kampus yang ada di Kota Medan.

Dekan FISIP USU, Hatta Ridho, turut serta memberangkatkan keempat mahasiswa USU untuk melakukan pertukaran.

“Saat ini USU dalam proses menempatkan diri sebagai World Class University. Karena itu, kita mengirimkan mahasiswa kita ke Gwangju untuk menjadi duta, bukan hanya sekedar untuk merepresentasikan Kota Medan saja, tapi juga merepresentasikan USU dan Indonesia,” jelas Hatta Ridho yang diwartakan dari armadaberita.com.

 

Delegasi kota Medan dan mahasiswa kota Gwangju saat melakukan destinasi wisata
(Sumber Foto: Dokumentasi pribadi Muhammad Rifqi)

Mahasiswa tersebut diberi kesempatan emas untuk dapat memetik serta memperoleh banyak informasi ataupun pengalaman baru yang tidak mereka ketahui dan rasakan sebelumnya. Selama sepuluh hari berada di Kota Gwangju, para mahasiswa diberi peluang untuk dapat mengunjungi beberapa tempat yang dapat menginsiprasi mereka ketika pulang ke tanah air.

Para delegasi diajak untuk mengunjungi daerah-daerah yang masih lekat dengan budaya asli Kota Gwangju, tempat-tempat yang memiliki sejarah, pengetahuan, dan informasi. Salah satu destinasi wisata Penguin Village, di mana para delegasi dapat melihat karya-karya unik dari penduduk lokal, juga mereka di ajak ke tempat pembuatan stempel nama yang lokasinya tidak jauh dari desa tersebut.

“Kami disuruh membuat stempel nama menggunakan nama Korea kami. Kegiatan ini dipandu sama pemilik stempelnya dan stempel namanya boleh dibawa pulang,” ucap Muhammad Rifqi yang merupakan salah satu delegasi.

Muhammad Rifqi mengakui bahwa ini menjadi pengalaman luar biasa baginya, karena cukup banyak pengalaman yang dapat diadaptasi ketika ia pulang ke Indonesia, seperti bagaimana cara mereka makan, beradaptasi, hingga mengelola kota dan infrastruktur wisata mereka. Hal ini dapat menjadi pelajaran yang dapat ia terapkan ketika sampai ke kota asal mereka, serta mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

(Redaktur Tulisan: Alya Amanda)

Leave a comment