Hits: 54
Farah Asy-syifa / Laura Nadapdap
“Once you learn how to die, you learn how to live.” – hal 82.
Pijar, Medan. Kematian merupakan suatu hal yang pasti akan dirasakan oleh semua orang. Setiap orang yang lahir di dunia, kelak akan menghadapi hari kematiannya. Namun, mengapa masih banyak yang menganggap bahwa membicarakan soal kematian adalah hal yang tabu?
Tuesdays With Morrie adalah salah satu buku yang berani fokus membicarakan tentang kematian. Karya pertama Mitch Albom ini berhasil melambungkan namanya pada tahun 2006 sebagai buku dengan penjualan terbanyak (best seller) genre memoir di dunia.
Buku yang berisi 192 halaman ini pertama kali dipublikasikan pada 1997. Saat ini, setelah 25 tahun lamanya, Tuesdays With Morrie masih menjadi salah satu buku terbaik dan terbanyak penjualannya di dunia dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Buku yang sudah terjual lebih dari 17,5 juta salinan ini menceritakan tentang kisah nyata Mitch saat merawat Morrie yang jatuh sakit. Morrie yang merupakan profesor favoritnya di Universitas Brandeis, Massachusetts itu menderita sakit Amyotrophic Lateral Sclerosis atau ALS.
Reuni antara sepasang dosen dan mantan mahasiswanya ini diawali ketika Mitch menemukan Morrie saat ia sedang membintangi acara Nightline yang diwawancarai oleh Ted Koppel. Saat itu, Morrie menyatakan kepada dunia tentang penyakitnya dan bagaimana ia dirawat. Sontak hal itu membuat Mitch terkejut dan ingin bertemu dengannya kembali.
Setelah menghubungi Morrie lewat telepon, Mitch pergi mengunjungi rumah Morrie. Di sana ia menemukan dosen yang sekaligus menjadi sahabatnya di kuliah dulu telah terbaring lemah. Sadar dengan hidup Morrie yang tak lama lagi, Mitch bertekad untuk terus mengunjungi Morrie secara rutin.
Pertemuan mereka diadakan satu hari dalam seminggu. Setiap Selasa, Mitch pergi menemui Morrie untuk memulai kembali perkuliahan mereka. Di hari-hari yang perlahan menyiksa kemampuan Morrie untuk beraktivitas, Mitch menyaksikan coach-nya, panggilan akrab kepada Morrie, tetap optimis menjalani hidup.
Tuesdays With Morrie membawa kita sebagai pembaca tenggelam dengan kenangan waktu-waktu berharga antara Mitch dan Morrie dengan narasinya. Pembawaan cerita yang mengalir membuat seakan-akan pembaca ikut berkuliah dengan Morrie.
Selama kurang lebih tiga bulan lamanya, Mitch dan Morrie membicarakan kehidupan dari sudut pandang seorang pria tua dan seorang pemuda. Mereka membahas tentang topik seputar dunia, penyesalan, keluarga, cinta, maaf, uang, hingga ketakutan akan menua.
Semua topik tersebut ditulis oleh Mitch dalam bukunya dengan pembawaan yang santai, tetapi serius. Pembaca dapat ikut berpikir dan merasakan tentang hal-hal yang selama ini kita dirasakan.
“As you grow old, you learn more. If you stayed at twenty-two, you’d always be as ignorant as you were at twenty-two. Aging is not just decay, you know. It’s growth. It’s more than the negative that you’re going to die, its also the positive that you understand you’re going to die, and that you live a better life because of it.” – Hal 118.
Terakhir, Morrie mengatakan, “Death ends a life, not a relationship”. Walaupun nantinya seseorang akan meninggal, ia tidak akan benar-benar pergi. Karena semua cinta dan kasih sayang yang telah diberikan akan membekas di kehidupan sekitarnya.
Tuesdays With Morrie dapat ditemukan di toko buku Books & Beyond dan toko buku online lainnya. Buku ini diharapkan dapat memberi kesan dan pelajaran kepada pembaca untuk selalu hadir di setiap hari yang dijalani dan terus menyebarkan kasih sayang kepada sesama agar penyesalan mengenai masa lalu dapat lebih mudah diatasi.
(Redaktur Tulisan: Marcheline Darmawan)