Hits: 85
Tasya Azzahra
“Jangan pernah membenci Mamak kau, Eliana. Karena kalau kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang Ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari semua pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian.” – Hal 393
Pijar, Medan. Terlahir menjadi anak sulung sering dikaitkan memiliki beban yang lebih berat dalam keluarga. Dituntut untuk selalu dewasa, sempurna, dan bisa menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya merupakan sedikit dari banyak hal yang dibebankan untuk anak pertama.
Namun, di balik segala ketakutan menjadi anak paling tua, terdapat tekad dan keberanian yang dimiliki anak sulung untuk mewujudkan keinginan dirinya sendiri. Seperti cerita dalam buku Eliana karya Tere Liye.
Kisah Eli, si gadis sulung yang tinggal di desa sekitar lembah bukit diceritakan dengan apik dalam novel ini. Dimulai saat Eli pergi ke kota bersama Bapak. Tak hanya sekadar jalan-jalan biasa, Bapak ternyata ingin melakukan negosiasi dengan perusahaan tambang pasir yang telah mengambil alih lahan di kampung mereka. Bukan hal yang mudah untuk membujuk Johan si pemilik tambang pasir, bahkan dengan teganya Johan malah menghina Bapak.
Tidak terima dengan perlakuan Johan kepada Bapak, dengan segala keberaniannya, Eliana yang saat itu masih anak-anak menghardik Johan di depan banyak pejabat tinggi perusahaan. Sepulangnya dari kota, Eli dimarahi Bapak atas tindakannya yang membentak orang tua.
Keberanian Eli juga diceritakan saat ia bersama dengan teman-temannya. Mereka tak segan melakukan perlawanan saat orang-orang kota datang untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada di kampung mereka. ‘Empat buntal’, begitu sebutannya, saling bahu membahu untuk mengusir orang kota tersebut dengan menyusun dan merencanakan berbagai siasat.
Menyadari posisinya sebagai kakak tertua, Eli selalu membantu Mamak dalam urusan rumah. Ia juga menjaga ketiga adiknya yaitu Pukat, Burlian, dan Amelia. Tidak mudah bagi Eli mengerjakan semua itu, apalagi adik-adiknya yang masih kecil acap kali membuat Eli pusing menghadapi tingkah mereka.
Sebagai anak pertama dalam keluarga, tak jarang Eli juga merasa tidak senang atas tugas anak sulung yang dibebankan kepadanya. Sampai pada suatu titik, Eli kabur dari rumah karena merasa tidak adil atas perlakuan Mamak yang menyalahkan dirinya. Eli bahkan mempertanyakan apakah Mamak tulus memberikan cinta dan kasih sayang kepadanya.
Eli melarikan diri ke rumah saudaranya, Wak Yati. Dalam pelariannya itu, Eli akhirnya menyadari bahwa dia hanya tahu sepersekian dari kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan Mamak kepadanya.
Kisah Eliana dalam novel ini memberikan banyak pesan kepada kita. Eli memberikan pemahaman bagi pembaca agar terus melindungi dan menjaga warisan leluhur. Jangan hanya memikirkan materi dunia sampai tega merusak alam.
Sama dengan karyanya yang lain, penulis dengan nama asli Darwis ini mampu mengajak kita untuk berpetualang dengan kisah yang disajikannya.
Cerita Eliana juga memberikan pemahaman bahwa beratnya menjadi anak sulung tidak sebanding dengan beratnya menjadi orang tua. Kita diajarkan untuk menghargai sekecil apapun hal yang sudah dilakukan oleh ibu kita. Kisah Eliana akan membuat kita tersadar bahwa menjadi anak yang baik untuk orang tua adalah hal yang wajib dilakukan oleh setiap anak.
Penyajian cerita dengan bahasa yang baik dan mudah dipahami membuat novel ini dapat dibaca oleh siapa saja. Terlebih untuk kamu si anak sulung, jangan lupa untuk membaca novel yang satu ini, ya!
(Redaktur Tulisan: Lolita Wardah)