Hits: 23
Samuel Sinurat
Pijar, Medan. Olimpiade merupakan ajang olahraga yang dilaksanakan sekali dalam empat tahun, yang diikuti oleh negara-negara di seluruh dunia. Biasanya ajang ini juga selalu menyajikan hal-hal menarik yang jarang terlihat di kompetisi lain. Setiap atlet dari negara peserta tentu saja bersaing untuk meraih medali.
Saat ini dunia juga memberikan panggung bagi mereka yang kurang beruntung dan berkebutuhan khusus (difabel) untuk unjuk gigi dalam perhelatan olahraga terbesar dunia dengan menghadirkan Paralympic. Awalnya, Paralympic diadakan untuk proses rehabilitasi dan rekreasi bagi masyarakat dan tentara korban perang dunia kedua. Paralympic dimulai tahun 1944, ketika seorang dokter bernama Ludwig Guttman membuka klinik cedera tulang belakang di Rumah Sakit Stoke Mandeville, Inggris.
Seiring berkembangnya zaman, ajang ini semakin diminati masyarakat, oleh karena itu pada 29 Juli 1948 tepat saat pembukaan Olimpiade London, Ludwig mengadakan kompetisi olahraga khusus difabel yang dinamakan Stoke Mandeville Games, sejak saat itu, ajang ini menjadi menjadi kompetisi kompetitif.
Berjalannya waktu, semakin banyak peserta yang ikut berpartisipasi dalam olahraga khusus difabel ini. Pada tahun 1960 di Roma, Italia Paralympic secara resmi dengan jumlah atlet difabel sebanyak empat ratus atlet difabel yang mewakili 23 negara peserta.
Perbedaan ajang Olimpiade dengan Paralympic terletak pada cabang olahraga (cabor) yang dipertandingkan, seperti adanya modifikasi tata cara pelaksanaan cabang olahraganya. Hal tersebut dilakukan guna menyesuaikan kondisi atlet yang bertanding.
Beberapa cabang olahraga beserta aturan yang disesuaikan untuk atlet disabilitas yang sudah dimodifikasi. Contohnya yaitu olahraga voly diubah hingga dimainkan secara duduk. Olahraga bola voly duduk memiliki banyak kesamaan dengan olahraga bola voly konvensional, tetapi tentu saja ada juga perbedaan peraturan permainan yang diubah sedemikian rupa.
Selain voly, ada juga cabor angkat besi. Cabang ini sendiri terbuka untuk semua atlet yang memiliki keterbatasan fisik, yang mana nantinya para atlet akan dikelompokan sesuai dengan berat badan. Para atlet yang berkompetisi adalah atlet yang memiliki keterbatasan di bagian tungkai bawah atau pinggang, termasuk lumpuh, kerusakan saraf otak, dan amputasi.
Selanjutnya, cabang olahraga renang. Cabor ini adalah satu-satunya cabang yang menggabungkan kondisi yang tidak memiliki tungkai, keterbatasan kordinasi, gerakan tubuh, dan berbagai jenis kelumpuhan serta keterbatasan fisik lainnya. Cabang olahraga renang dalam setiap kelas yang telah dikelompokkan menurut ketebatasan fisik juga memiliki perbedaan start yang dipakai, seperti mulai dengan melompat atau sudah berada di dalam kolam renang.
Pada ajang Paralympic terbaru, Indonesia sendiri telah mengirim sebanyak 23 atlet difabel untuk ikut berpartisipasi dalam ajang olahraga yang diselenggarakan di Tokyo, Jepang. Beberapa cabor yang diikuti atlet Indonesia di antaranya adalah tenis meja, menembak, renang, cabor atletik, balap sepeda, powerlifting, hingga bulu tangkis.
Pada Paralympic Tokyo 2020 Indonesia berhasil meraih dua medali emas, tiga perak, dan empat perunggu. Raihan prestasi tersebut membuktikan bawah kualitas atlet difabel Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata dan sama hebatnya dengan atlet yang mengikuti olimpiade.
(Redaktur Tulisan: Muhammad Farhan)