Hits: 117
Sherenika Azalia
Pijar, Medan. Restorasi gambut merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi ekologi lahan gambut dan menyejahterakan masyarakat. Mengetahui bagaimanakah investigasi lebih lanjut mengenai rsetorasi gambut menurut media, dapat diketahui melalui webinar Youth for Petland melalui Zoom dan juga live di kanal Youtube pada hari Selasa (23/06) sore. Pada topik ini mengundang dua narasumber yaitu Lili Rambe sebagai Jurnalis Mongabay Indonesia dan Dionisius Reynaldo sebagai Junalis Kompas, dan tak lupa ada Yoga Aprillianno hadir sebagai host dari Youth for Peatland.
Webinar ini merupakan episode ke-14 dari #GambutTalks dengan tema “Menajamkan Analisis Mendalamkan Investigasi: Restorasi Gambut Menurut Media.” Menurut Dionisius Reynaldo atau yang kerap disapa Aldo mengungkapkan bahwa gambut bisa menjadi anugerah tapi di satu sisi bisa menjadi musibah bagi alam sekitar. “Gambut menjadi pilihan menarik untuk dikawal, karena karakteristiknya. Gambut mampu menjadi permata sekaligus bara api di waktu yang sama.”
Dalam menjadi jurnalis, Aldo dan juga Lili mengumpulkan informasi mengenai gambut dengan catatan pengelolaan gambut yang tersebar di dunia maya, kemudian dikembangkan dengan ide/gagasan dari berbagai referensi seperti buku ataupun jurnal.
Dalam jurnalistik disiplin verifikasi harus dilakukan dengan beberapa tahapan, yang pertama adalah verifikasi informasi dengan menyaring desas-desus dengan gugatan (skeptis). Kemudian yang kedua adalah dengan menghindari asumsi meski informasi resmi sekalipun. Ketiga, dengan penelusuran fakta dan juga cek lokasi. Dan yang terakhir adalah akurasi. Citizen journalist merupakan hal yang sangat berguna di dalam dunia jurnalistik. Karena, dengan kecepatan berita yang tersebar di media sosial, hal tersebut malah lebih memudahkan infromasi untuk kemudian dikembangkan selanjutnya ke media konvensional.
Kemudian jika ada kejadian sebuah kebakaran lahan gambut disebuah wilayah maka jurnalis akan melakukan penelurusan lokasi. Hal tersebut dilakukan guna mendekatkan diri dengan peristiwa yang terjadi dan juga semakin dekat dengan kebenaran, kemudian wawancara saja tidak cukup. Setiap kali menuju lokasi, orang yang akan ditemui adalah orang yang hidup dekat dengan program/proyek tersebut.
Proses tersebutlah yang dilalui para jurnalis untuk mendapatkan secercah informasi kejadian kebakaran lahan gambut. Jika memang kebakaran hutan terjadi terus menerus, maka hal yang selanjutnya dilakukan adalah mencari perspektif atau sudut pandang baru dari berbagai sumber, sehingga hal yang awalnya hanya objektif berubah menjadi subjektif.
Dalam webinar kali ini juga terdapat cara memaknai restorasi gambut yaitu dengan unsur sosial-budaya yang dimana pengetahuan orang nusantara dari maysarakat adat akan gambut selalu menarik. Kemudian dengan unsur penegakan hukum, program restorasi bisa menjadi senjata melawan ketidakadilan pengelolaan wilayah. Selanjutnya dengan framing sebagai kalimat-kalimat yang disajikan untuk menguatkan fakta atau penilaian dan juga memberi pesan atau arti dalam sebuah tulisan.
“Untuk para gambut muda, media sosial juga merupakan produk jurnalistik. Banyak hal yang dapat dilakukan dari media sosial selain hanya untuk viral, hal-hal penting mengenai gambut di era sekarang ini juga dapat dilakukan guna menyebarluaskan pesannya,” ucap Aldo dalam webinar sore itu.
Pun Lili menambahkan bahwa peran generasi muda sangat dibutuhkan apalagi dalam situasi sepert ini, mengingat peran generasi muda sebagai opinion leader. “Kemudian para gambut muda juga dapat bersuara dan jangan menganggap bahwa dirinya bukan siapa-siapa, karena sebenarnya juga dapat membuat perubahan kedepannya bagi lingkungan dan juga gambut.”
(Redaktur Tulisan: Hidayat Sikumbang)