Hits: 70

Hidayat Sikumbang

“Banyak sarjana begitu bekerja ternyata tidak bisa apa-apa. Masuk kantor gagah, pulang-pulang gagap.” – Kami (Bukan) Sarjana Kertas (hlm; 128) – JS Khairen.

Pijar, Medan. Halaman belakang buku berisikan sebuah paragraf yang bertuliskan, “Buku ini wajib dibaca pelajar SMA, mahasiswa, para orangtua, karyawan, petinggi perusahaan, para pengambil kebijakan di institusi pendidikan, anak start-up, anak muda berkarya, pengemudi ojek online, abang ondel-ondel, hingga Presiden Korea Utara agar kita dapat memutuskan seberapa penting sebenarnya nilai sebuah ujian.”

Jombang Santani Khairen mencoba menulis sesuatu yang berbeda. JS Khairen, begitu nama beliau biasa dikenal berhasil menerbitkan buku Kami (Bukan) Sarjana Kertas dengan menceritakan tiga sekawan, Ranjau, Arko, dan Ogi.

Jauh sebelum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendeklarasikan kebijakan-kebijakan seperti Merdeka Belajar hingga Kampus Merdeka yang mengorientasikan agar kelak para wisudawan tak akan menganggur setelah tamat, tamparan-tamparan terhadap para sarjana kertas sudah terlebih dahulu dilecutkan oleh J.S Khairen.

Buku setebal 355 halaman ini menceritakan bagaimana kisah para mahasiswa imajiner yang bernama UDEL, Universitas Daulat Eka Laksana. Kampus antah berantah ini memang biasanya hanya dijadikan sebagai landasan untuk menggapai yang namanya sertifikat kampus.

Dari izin kampus yang tidak jelas, dosen yang membuat praktik jual buku untuk mengasapi dapur agar bisa makan esok hari, penunjukkan rektor yang tak sesuai prosedur, hingga sistem belajar mengajar yang tidak jelas tentu membuat lulusan dari kampus ini tidak jelas pula.

Lantas apa yang bisa dilakukan para mahasiswa untuk mengembalikan citranya sebagai lulusan yang bukan dari sarjana kertas? Bermimpi. Indonesia sudah sejak lama terkurung dalam pola pikir, kampus akan menentukan nasib para wisudawan maupun wisudawatinya.

”Ijazah bukan jaminan apa-apa. Memang bisa bermanfaat, tapi tak selamanya selembar kertas itu jadi penentu nasib baik,” tutur JS Khairen dalam buku Kami (Bukan) Sarjana Kertas.

Komisaris Utama PT. KHI Pipe Industries Ir. Dadang Danusiri pernah membeberkan kunci sukses menghadapi dunia kerja. Seperti yang dikutip dalam laman uns.ac.id, di era yang sudah serba saintek ini, nama besar kampus yang disandang para alumni sudah tidak terlalu menentukan masa depan fresh-graduate.

“Banyak perusahaan memang sering open recruitment di kampus terkenal, karena mereka yakin SDM-nya di sana baik.  Tapi pengaruh almamater tidak begitu dominan. Almamater mungkin hanya sekitar 50 persen,” tuturnya.

Begitulah yang dituliskan oleh JS Khairen. Orang-orang yang berada dalam cerita di buku Kami (Bukan) Sarjana Kertas tentu akan lulus. Akan mendapat nilai bagus. Namun meskipun mereka berasal dari kampus antah berantah, tentu kelak mereka harus menghidupi diri mereka masing-masing. Mereka harus bisa menjadi seorang sarjana yang tidak pengangguran.

(Redaktur Tulisan: Intan Sari)

Leave a comment