Hits: 24
Zain Fathurrahman / Johns Immanuel Napitupulu
Pijar, Medan. Perhelatan Asian Games 2018 yang dilaksanakan tahun lalu menarik perhatian banyak orang karena mencantumkan esports sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan. Banyak orang yang mendukung, namun tak sedikit juga orang yang heran dan bertanya-tanya “Pantaskah esports masuk ke dalam pesta pertandingan olahraga terbesar di Asia ini?”
Electronic Sports atau yang lebih kita kenal dengan sebutan esports adalah sebuah istilah untuk kompetisi atau pertandingan video game yang bersifat multiplayer. Artinya, esports dilakoni oleh dua orang atau lebih yang akan bertanding satu sama lain untuk memperebutkan kemenangan.
Esports pertama kali bermula dari sebuah pertandingan Spacewar yang diadakan oleh mahasiswa Universitas Stanford pada tahun 1972. Di mana pemenang dari pertandingan tersebut akan mendapatkan hadiah 1 tahun gratis berlangganan majalah Rolling Stone.
Selanjutnya, pertandingan esports menjadi lebih masif dimana pada tahun 1980, Atari mengadakan turnamen game Space Invader yang tercatat sebagai kompetisi paling populer dimana turnamen tersebut diikuti oleh lebih dari 10.000 orang.
Perkembangan pesat teknologi komputer pada tahun 90an memunculkan banyaknya judul-judul game dengan genre-genre populer. Judul-judul seperti Quake, Counterstrike, Doom, dan Half-Life merajai genre First Person Shooter (FPS). Street Fighter, Fatal Fury, Tekken, Dead or Alive, dan Mortal Kombat menjadi primadona genre Fighting Games. Ada juga Starcraft, yang menjadi cikal bakal munculnya genre Multiplayer Online Battle Arena (MOBA) di tahun 2000an dengan judul-judul seperti Defense of the Ancient (DotA), League of Legends, Heroes of Newerth, dan lain lain.
Di Indonesia, esports mulai dikenal dengan diadakannya World Cyber Games (WCG) yang digadang-gadang sebagai “Esports Olympic”. WCG diikuti oleh 17 negara dengan 174 partisipan yang bermain dalam judul-judul game seperti Age of Empires II, FIFA 2000, Quake III Arena, Starcraft: Broodwar, dan Unreal Tournament. Turnamen ini memancing banyak talenta-talenta Indonesia untuk keluar dan menunjukkan taringnya.
Tak bisa dipungkiri, meskipun esports lahir dari konsol dan PC, tapi titik puncak esports di Indonesia ada karena timbulnya mobile games yang beraksesibilitas tinggi seperti Mobile Legends dan PUBG Mobile. Orang-orang mulai melirik pasar esports dari masifnya basis pemain mobile games di Indonesia. Dari situlah muncul turnamen-turnamen besar seperti Mobile Legends Pro League (MPL) di tahun 2018 dan PUBG Mobile Club Open (PMCO) di tahun 2019.
Dalam pelaksanaannya, bisa dibilang esports masih dipandang sebelah mata dan tidak dianggap layaknya sebuah olahraga, melainkan hanyalah sebuah kompetisi. Dikutip dari Ayobandung, Wakil Ketua Bidang Psikologi KONI Jawa Barat Ardanti R Widyastuti, mengatakan bahwa esports masuk ke dalam kategori mind sports, yang menitikberatkan kognitif serta motorik halus, layaknya cabang olahraga Bridge atau Catur. Helen Sarita, PLT Sekjen KOI, mengatakan bahwa esports adalah bagian dari olahraga karena memiliki nilai-nilai olympism yang paling dasar, yaitu menggunakan tenaga manusia.
Indonesia banyak mencetak tim-tim yang mampu bersaing tak hanya di kancah nasional, tetapi juga internasional. Seperti BOOM ID, Recca esports, Bigetron, Evos, Rex Regum Qeon, NXL, The Prime NND, dan banyak lagi. Prestasi yang sudah dicapai oleh tim-tim tersebut membuktikan bahwa ada satu jalan lain untuk mengharumkan nama Indonesia di dunia global.
Tak melulu soal tim dan atlet, dunia esports juga diramaikan oleh peran-peran yang tak kalah penting. Salah satunya adalah shoutcaster yang bertugas untuk mengomentari jalannya suatu pertandingan. Kassandra Yommy merupakan salah satu caster yang berasal dari Medan. “Awalnya memang dari dulu udah senang main game. Awal 2017 mulai coba bikin turnamen. Dari situ mulai belajar jadi caster,” ujar Kassandra saat ditanya tentang awal mulanya masuk ke dunia esports.
Kassandra berpandangan bahwa esports menjadi industri yang sedang naik daun dan membuka banyak lapangan pekerjaan baru seperti pro player, caster, host, streamer, dan manager. Namun ia melihat bahwa Indonesia, khususnya Medan masih kurang melirik kesempatan ini.
Kassandra berharap nantinya akan ada wadah yang lebih luas, bukan hanya untuk pro player, tetapi juga untuk komponen-komponen lain. “Misalnya seperti pelatihan untuk caster di Medan, biar yang terkenal tak melulu dari Jawa,” ujarnya.
Redaktur Tulisan: Hidayat Sikumbang