Hits: 49

Viona Matullessya

Pijar, Medan. Menjadi cantik seakan merupakan impian setiap wanita yang hidup di muka bumi ini. Standar kecantikan yang dibuat oleh masyarakat membuat sebagian besar wanita merasa dirinya tidak cantik. Alhasil, berbagai cara dilakukan mulai dari perawatan wajah alami sampai kepada hal ekstrim seperti operasi plastik dilakoni wanita demi menjadi cantik.

Namun, berbeda dengan Dewi Ayu, tokoh utama dalam novel berjudul Cantik Itu Luka buah tangan dari Eka Kurniawan. Dewi Ayu diwarisi paras cantik Indo-Belanda dari kedua orangtua nya yang merupakan sepasang saudara beda ibu, Henri dan Aneu Stamler. Kekalahan Belanda terhadap Jepang dalam peperangan, membuat sisa-sisa peninggalan Belanda termasuk Dewi Ayu diangkut untuk dipenjara. Bertahun kemudian, Dewi Ayu beserta 19 gadis cantik lainnya diangkut keluar penjara untuk dijadikan pelacur bagi para tentara Jepang di rumah pelacuran Mama Kalong.

Seperti judulnya, novel ini mengisahkan sederetan kisah pilu yang dialami oleh keluarga pelacur fenomenal dari Halimunda yang terkenal karena kecantikannya, Dewi Ayu. Memiliki tiga orang anak perempuan yang sama cantiknya dengan dirinya yakni, Alamanda, Adinda dan Maya Dewi ternyata dianggap sebagai kutukan bagi Dewi Ayu.

Anak-anaknya menjadi incaran nafsu para lelaki yang pada akhirnya membuat kehidupan pernikahan ketiga anaknya ini tidak bahagia. Menginjak usia yang tidak muda lagi, Dewi Ayu kembali mengandung anak keempatnya. Dia berharap anak keempatnya ini lahir dengan keadaan buruk rupa untuk menghindari nasib sial seperti kakak-kakaknya. Namun, belum lagi ia melihat anak keempatnya, ia telah menemui ajalnya beberapa lama setelah melahirkan anaknya.

Novel ini digambarkan melalui sudut pandang orang ketiga, dengan alur maju-mundur yang membuat pembacanya selalu penasaran dengan hal yang terjadi selanjutnya. Setiap tokoh diberi ruang oleh penulis untuk dikenal lebih dalam oleh pembaca, meski tokoh figuran sekalipun.

Penulis kelahiran 1975 ini juga menggambarkan secara gamblang bagaimana kehidupan seks setiap tokohnya. Latar belakang kehidupan pasca-kolonial membuat pembaca seakan hidup kembali di zaman itu. Tidak hanya mengenai cinta, konflik antara tentara Indonesia dengan komunisme di zaman itu juga turut dikemas ke dalam kisah novel ini.

Latar belakang Eka sebagai alumni Filsafat Universitas Gajah Mada, membuat karyanya dipenuhi perpaduan antara sastra dan ilmu mengenai manusia. Menghasilkan sebuah karya yang sulit diterka akhir ceritanya, membuat pembaca terpaksa menghabiskan 490 halaman novel ini karena rasa penasaran.

Novel ini telah diterjemahkan dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang dengan judul “Beauty is Wound”. Terbit pertama kali pada tahun 2002, novel ini merupakan karya fiksi pertama dari Eka Kurniawan dilanjutkan dengan karya-karya lainnya seperti Lelaki Harimau. Novel ini pernah masuk long list  Khatulistiwa Literary Award tahun 2003.

(Redaktur Tulisan: Maya Andani)

Leave a comment