Hits: 50
Perfume : The Story of A Murderer
Novi Handayanii
Pijar, Medan. Diangkat dari novel laris karya Patrick Süskind pada tahun 1985. Perfume sukses menjadi fantasi thriller yang bernuansa gelap dan mengerikan di beberapa bagiannya. Mulai dari menit-menit awal, Perfume sudah menunjukkan atmosfer yang benar-benar gelap dan kelam. Tapi di samping itu, banyak hal unik dan mungkin tak terjawab pada beberapa momen dalam film ini. Seperti kemampuan super Jean-Baptiste dalam mengenali semua jenis bau dan para “pemiliknya” yang pasti mati setelah ia tinggal pergi, termasuk ibunya.
Jean-Baptiste, manusia dengan kemampuan sangat langka, kepekaan dalam mengenali bau. Tapi, kemampuan luar biasa Jean-Baptiste sendiri tidak di iringi secara seimbang dengan kemampuan indera lainnya. Ia sendiri baru bisa bicara ketika usia 5 tahun. Akibatnya, ia tidak bisa mendiskripsikan berbagai macam benda dengan kata, melainkan dengan bau. Tidak mengherankan sebenarnya. Jean-Baptiste besar tanpa bimbingan dan kasih sayang orang tua. Ia sendirian, karena temannya juga takut kepadanya. Jarang ada yang mengajak bicara, memang mempengaruhi kemampuannya dalam mengucap. Bertahun-tahun ia habiskan untuk bekerja tanpa mengenal dunia luar. Tentu saja hal tersebut juga berpengaruh kepada wawasannya (kecuali bau) dan psikologinya. Maka tidak heran ketika ia membunuh gadis di kota itu, tidak pernah terbesit rasa bersalah. Karena dia sendiri tidak tahu hakikat membunuh dan akibatnya.
Semua ini bercerita tentang obsesi dan kesempurnaan. Obsesi Jean-Baptiste yang tidak tahu dunia luar dalam mendapatkan 13 esensi menurut mitos. Serta kesempurnaan yang ia ingin raih dalam mendapatkan parfum paling harum se dunia. Kesalah pengertian Jean-Baptiste pada perkataan Baldini bahwa “jiwa manusia adalah bau mereka” kelak akan membawa petaka bagi banyak orang. Saking terobsesinya dengan aroma yang paling wangi di ciumnya, Grenouille mulai membunuhi satu-persatu gadis cantik di kota itu. Dia membuat suatu ramuan dari lemak hewan, yang bisa menyimpan aroma tubuh gadis itu. Hanya saja, caranya memang aneh. Dia harus mengoleskan lemak itu ke sekujur tubuh si gadis, lalu mengeruk kembali lemaknya dari kulitnya dengan menggunakan sebuah pisau. Tapi tentu saja, semua gadis yang dimintanya menjadi sukarelawan akan ketakutan dan menolak. Akhirnya dia membunuhnya. Tapi Jean-Baptiste tidak pernah membunuh korban untuk kesenangan. Dia membunuh hanya untuk “menenangkan” si korban dalam upayanya “mengekstrak” aroma tubuh manusia menjadi parfum. Lemak dari tubuh gadis-gadis korbannya itu kemudian disulingnya, sehingga berubah menjadi ekstrak parfum sebanyak satu sendok makan. Masing-masing dimasukkannya ke dalam botol kecil yang terpisah. Ketika akhirnya botol ke 24 terisi, maka tinggal Laura lah yang harus di dapatkan. Aroma tubuhnya yang akan mengisi botol ke 25.
Tapi penciuman Grenouille yang sangat luar biasa, tidak bisa ditipu. Ia tetap bisa menemukan keberadaan Laura dimana saja, padahal ayah Laura berusaha untuk membawa putrinya sejauh mungkin agar tidak menjadi korban Grenouille. Hanya dengan menghirup napas dalam-dalam, berusaha menghirup aroma gadis cantik itu. Dia bisa berhasil menemukannya. Dia membunuh Laura ketika sedang tidur di kamarnya. Ia lalu menyuling lemak tubuh Laura dan mencampurnya dengan ke 24 botol kecil yang sudah dimilikinya. Maka terkumpul satu botol kecil berisi beberapa mililiter inti parfum dari ke 25 gadis muda dan cantik yang sudah dibunuhnya.
Pada di saat itu juga Ayah Laura menemukan Grenouille tidak jauh dari rumah tempat mereka menginap. Mereka menangkap Grenouille dan menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Ketika dijemput dari penjara, Grenouille mengeluarkan botol parfumnya. Dan sengaja mengeluarkan beberapa tetes ke tangannya. Tanpa diduga, setelah mencium aroma parfum itu, kepala penjara berubah sikap kepadanya dan tunduk menyembahnya. Ia bahkan memberikan bajunya yang mewah untuk dipakai oleh Grenouille. Juga memberikan kereta kudanya untuk dipakai Grenoullie ke lapangan tempat dia akan dieksekusi. Ketika ia sudah berada di atas panggung tempat eksekusinya, dia mengeluarkan sapu tangan sutera dari kantongnya dan memercikkan sedikit parfum miliknya ke ujung saputangan. Sang algojo langsung berlutut menyembahnya dan berseru kepada orang banyak kalau Grenouille tidak bersalah. Lalu ia melambai-lambaikan sapu tangan itu ke arah orang banyak, khususnya ke arah Kardinal yang berada agak jauh darinya. Seketika, semua orang-orang seperti melayang dan lupa diri. Bahkan Kardinal jatuh berlutut dan menyebut kalau Granouille bukanlah manusia tapi menyebutnya sebagai seorang malaikat. Dalam sekejap, kerumunan orang-orang ramai itu berlutut menyembahnya lalu pingsan tak sadarkan diri.
Di akhir cerita ditunjukkan kalau Grenouille berjalan sendirian menuju ke tempat kumuh tempat ia dilahirkan. Dalam perjalanan ia berpikir kalau parfum yang dimilikinya ini tak ada artinya sama sekali. Parfum itu memang bisa membuat dia memperbudak seisi dunia. Sehebat apapun parfum itu, tidak akan bisa membuat orang lain mencintainya dengan tulus. Mereka hanya mencintainya karena parfum itu. Gadis yang dicintainya, si penjual buah di jalan kumuh yang pertama dibunuhnya, tidak akan hidup kembali. Meskipun dia memiliki satu tong besar parfum ajaib itu, tetap saja dia akan sendirian di dunia ini. Kesepian. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke daerah yang membesarkannya dulu. Di jalanan kumuh kota Paris.
Sesampainya di sana, dia melihat segerombolan pengemis dan gelandangan yang sedang berkumpul mengelilingi api unggun kecil. Grenouille lalu menuangkan seluruh isi botol itu ke tubuhnya. Semua gelandangan itu menoleh ke arahnya dan terpesona. Dengan menjerit-jerit mereka lari mendekati Grenouille. Efek parfum yang Grenouille pakai membuat rasa cinta yang mereka rasakan begitu besarnya sehingga mereka semua memakan Grenouille hidup-hidup, tanpa tersisa. Tulang belulangnya pun habis. Begitulah akhir si peracik parfum yang ahli. Tewas karena dimakan oleh gelandangan. Ternyata, kekuasaan terbesar sekalipun tidak bisa membuat seseorang bahagia.