Hits: 14

Dini Bayazid

Pijar, Medan. Jalan-jalan dan rumah kian lebar. Semakin banyak orang yang hidup dalam kehilangan. Harapan adalah kalimat larangan, sesuatu yang dihapus para polisi setiap mereka temukan di pintu-pintu toko. Hidup tanpa curiga adalah hidup yang terkutuk. Kawan adalah lawan yang tersenyum kepadamu (Melihat Api Bekerja).

Melihat api bekerja merupakan buku kumpulan puisi yang berbentuk seperti novel. Penyair Aan Mansyur menyusun 54 puisi di dalamnya dengan beragam suara. Bahasa puisi memiliki pahatan-pahatan yang sangat indah setiap kata-katanya, dapat membuat sang pembaca tersentuh serta meyakini akan keindahan sebuah puisi.

Jika suatu sore kau menemukan langit ditempat tidurmu, jangan katakan apapun tentang siapapun. Langit jujur dan punya kemampuan membayangkan dirimu sebagai orang lain yang ia cintai atau benci. Ia hanya menginginkanmu menunggu. Ia akan pergi tanpa kau minta. Namun, pada penghabisan musim hujan, langit menangis sepanjang malam dan siang seperti kekasih tidak bisa mengendalikan diri. Ia sedang merindukan masa kecilnya. Bening, penuh warna, dan tidak memiliki prasangka (Masa Kecil Langit).

Tidak hanya sebuah puisi, tampilannya juga di sertai dengan ilustrasi yang sangat menarik yang disesuaikan pada puisi dan gambar memiliki makna yang begitu mendalam. Sang penulis mampu membuat pembaca terperangkap akan puisinya, menyukai, dan mencari-cari. Sang penulis memiliki kekuatan imajinatif dalam menampilkan puisinya maka pembaca juga harus mampu memahaminya agar mendapat isi sebenarnya.

Sang penulis membuat puisi dari sisi kehidupan sehari-hari, yang dialami banyak orang di kehidupan nyata zaman sekarang. Lebih tepatnya, puisi modern ini sebagai komunikasi dalam perkembangan kesusastraan yang dipilah dari genre drama dan novel. Namun ciri yang membedakannya selama ini fiksi semakin sulit dikenali kalau kita mendasarkan perbedaan pada wujud visual.

Sepertinya, Aan Mansyur, menulis puisi-puisi ini dengan membayangkan dirinya mendongeng lisan kepada kita atau menggambar aksara demi aksara sedemikan rupa agar kita dapat menghadapinya sebagai gambar di ruang kertas. Ini bukan tentang menghadapi puisinya, tetapi sikap penyair ketika menulis.

Kualitas puisi yang tampaknya tidak bisa dilepaskan dari cara penyampaian lisan, yakni loncatan-loncatan pikiran. Sejarah puisi menunjukkan hubungan kausalitas antarkata, antarlarik, dan antarbait. Rima yang terjaga rapi dan irama yang teratur menyebabkan dua sajak itu menjelma menjadi rangkaian sebab akibat. Pembaca dapat ikut serta membayangkan kata demi kata pada puisi yang memberikan rasa penasaran pada kata yang tidak kita mengerti, dan terus mencoba berusaha mengerti dengan menaruh rasa penasaran pada puisi-pusi lainnya yang belum dibaca, yang memiliki ragam suara puisi yang berbeda-beda.

 

Leave a comment