Hits: 11

Muhammad Kurniawan

Pijar, Medan. “Garuda Pancasila, akulah pendukungmu. Patriot proklamasi, sedia berkorban untukmu.” Kalimat tersebut merupakan salah satu penggalan dari lagu nasional berjudul Garuda Pancasila. Lagu tersebut menceritakan tentang Garuda sebagai lambang negara dan Pancasila sebagai dasar negara, harus senantiasa kita dukung dan junjung tinggi sebagai bukti kedaulatan bangsa yang merdeka.

Dari kegagahan lambang Garuda, apakah kita tahu siapa aktor utama yang merancangnya? Seiring berjalan waktu, terlupakan bahwa Sultan Hamid II merupakan perancang dari Garuda Pancasila. Pada tahun 1950, Presiden Soekarno merencanakan untuk merancang dan merumuskan lambang negara. Pada saat itu Sultan Hamid II menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS), beliau ditugaskan melaksanakan sayembara untuk memilih simbol negara yang tepat. Dalam sayembara tersebut, Sultan Hamid juga ikut berpartisipasi dalam merancang simbol negara. Pada akhirnya terpilih dua rancangan terbaik karya Sultan Hamid II dan M. Yamin. Rancangan yang diterima pemerintah dan DPR adalah karya Sultan Hamid II, sedangkan karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.

Sultan Hamid II, Soekarno dan Mohammad Hatta terus melakukan dialog guna keperluan penyempurnaan rancangan yang ada. Terjadi kesepakatan untuk mengganti pita merah putih cengkeraman Garuda, menjadi pita putih dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Kepala burung rajawali yang “gundul” diubah menjadi “berjambul”. Bentuk cakar kaki mencengkram pita yang menghadap ke belakang menjadi ke depan, juga diperbaiki atas masukan Presiden Soekarno. Sultan Hamid II mengajukan rancangan lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk rajawali yang menjadi Garuda Pancasila.

Dikutip dari BBC Indonesia, jasanya dalam merancang Lambang Negara Indonesia, seperti dilupakan begitu saja setelah dia diadili dan dihukum 10 tahun penjara terkait rencana kudeta oleh kelompok Tentara Kerajaan Hindia Belanda pimpinan Kapten Westerling pada 1950. “Dia dilupakan karena dituduh terlibat peristiwa Westerling, termasuk ingin membunuh Sultan Hamengkubowo (Menteri Pertahanan saat itu),” kata sejarawan Taufik Abdullah kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan.

Begitulah perjalanan sejarah Sultan Hamid II, seorang kreator Garuda Pancasila yang karyanya telah menjadi Lambang Negara Republik Indonesia. “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.” Pepatah tersebut mungkin bisa digunakan dalam menggambarkan kisah dari sang Sultan dari Pontianak.

 

Leave a comment