Hits: 280

Peluncuran film Rurouni Kenshin 2012 (Live action Movie) begitu ditunggu, khususnya oleh para fans Samurai X di Indonesia. Foto : http://forum.gamebank.co.id/index.php?topic=100.0 .

New eras don’t come about because of swords, they’re created by the people who wield them
-Kenshin Himura-

Pijar, Medan. Rurouni Kenshin Meiji Kenkaku R?mantan alias RuRoKen atau dikenal sebagai Samurai X di Indonesia merupakan salah satu manga/anime berpengaruh bagi saya waktu kecil sampai sekarang.  Gara-gara menonton serial animenya,  saya jadi ngefans berat sama Judy and Mary dan L’Arc~en~Ciel, main pedang-pedangan dengan penggaris dengan teman-teman. Terus terang saja, plot RuRoKen yang menarik bagiku hanya ada dua yaitu kisah Kenshin muda mendapatkan luka silang di pipinya dan story arch Juuppon Gatana dengan Makoto Shishio sebagai  musuh utama. Makanya ketika pertama kali melihat trailer RuRoKen live action ini, saya tak terlalu menggebu-gebu untuk menonton secepatnya karena plot cerita film hanya mengambil penggalan awal dari permulaan cerita manga dan anime-nya dengan musuh utama Udo Jin’e. Menurut kabar, film ini direncanakan sebagai awal dari seri Rurouni Kenshin, entah sebagai film layar lebar dengan sekuel atau sebagai serial TV.

Bagi yang sudah membaca manga atau menonton serial anime RuRoKen tentu hapal dengan kisah awal Rurouni Kenshin. Kenshin Himura (Takeru Sato) adalah seorang agen pembunuh legendaris kelompok Ishin-Shishi berjuluk Battosai Si Pembantai (Hitokiri Battosai) pada akhir masa kekuasaan Shogun Tokugawa. Ketika masa Shogun Tokugawa runtuh dan perang dimenangkan pihak Meiji, Kenshin menghilang dari dunia ramai dan memilih untuk mengembara. Sepuluh tahun berlalu dari masa perang, Kenshin singgah di ibu kota Tokyo dan bertemu dengan seorang gadis pemilik dojo bernama Kamiya Kaoru (Takei Emi). Pada saat yang sama, kota Tokyo diguncangkan dengan kemunculan pembunuh yang mengaku sebagai Hitokiri Battosai dan Kenshin mencoba menghentikan keganasan si Battosai palsu. Pada saat itu juga, Kenshin dan Kaoru harus berurusan dengan saudagar kaya raya yang memiliki bisnis opium si licik Takeda Kanryu (Kagawa Teruyuki) yang memperalat Megumi (Aoi Yu) untuk memproduksi opium.

Film ini kelihatan berambisi untuk mengambil seluruh isi bagian awal manga/anime untuk menjadi sebuah film layar lebar yang berdurasi 134 menit. Hasilnya? Mau tidak mau banyak sekali tumpang tindih karakter karena banyaknya tokoh yang muncul sehingga tak memiliki waktu cukup untuk berkembang. Ujung-ujungnya banyak tokoh utama yang familiar bagi penggemar versi manga/anime yang hanya sekedar numpang lewat tanpa ada pendalaman karakter lebih lanjut. Tokoh utama yang cukup banyak mendapat kue jatah pengembangan karakter hanya Kenshin, Kaoru dan Megumi. Lalu anda tentu ingat dengan geng Kenshin di dojo milik Kaoru seperti Sanosuke dan Yahiko. Mereka memang muncul tapi tak terlalu memperoleh cukup waktu untuk berkembang, malah peran Sanosuke tak lebih dari sekedar side-kick Kenshin buat menghadapi keroyokan. Second character Saito Hajime masih mendingan, karena mendapatkan pengembangan karakter yang lumayan meski penampilannya di layar sangat terbatas.

Gara-gara tumpang tindih karakter tersebut, kadang alur cerita jadi berkesan terburu-buru. Di sisi lain, banyak adegan yang menurutku tak perlu ditampilkan untuk sebuah film layar lebar yang berdurasi pendek, malah dipaksakan ada karena ingin mengejar pelingkupan kisah manga/anime-nya. Ironisnya pengembangan karakter justru kedodoran ketika film berpanjang-panjang dalam adegan tak perlu. Masih bisa dimaklumi jika film ini adalah pilot project serial TV karena bakal menonton sambungannya minggu depan. Masalahnya ini adalah film layar lebar, jadinya malah berkesan bertele-tele bercerita sembari acuh dengan pengembangan karakter. Belum lagi ada beberapa adegan yang mungkin cocok jika ditampilkan dalam manga dan anime, tapi justru terlihat berlebihan kalau dilihat dalam format film live action.

Akting Sato Takeru ternyata meleset dari dugaan saya sebelum menonton. Sato yang terbiasa main jadi tokoh lugu baik hati dalam film dan drama yang dibintanginya, saya prediksi akan cocok sebagai Kenshin tapi akan gagal menjadi Battosai. Kenyataannya justru berjalan sebaliknya. Akting Satoh terkesan kikuk ketika berpenampilan sebagai Kenshin yang lugu, juga kurang meyakinkan ketika menyajikan sosok Kenshin yang serius. Tapi Satoh justru bermain lebih baik ketika membawakan Battosai yang sadis dengan aura dingin tanpa emosi, asalkan dia jangan banyak ngomong, karena kalau Satoh berbicara justru keangkeran sosok Battosai malah berkurang. Takei Emi terlihat sangat manis sebagai Kaoru, sayangnya sisi temperamental Kaoru kurang digali sehingga karakter Kaoru yang tsundere itu tidak jelas terlihat. Yu Aoi terlalu anggun untuk menjadi seorang Megumi, lagipula kurang genit sebagai Megumi yang suka flirting sana sini. Seperti yang kutulis di atas, Aoki Munetaka sebagai Sanosuke hanya sekedar muncul di layar sebagai side-kick Kenshin, sedangkan si cilik Tanaka Taketo yang bermain sebagai Yahiko lebih mirip tokoh tempelan tanpa ada peran berarti.

Tokoh Kenshin diperankan oleh Sato Takeru. Sedangkan peran Sanosuke diisi oleh Aoki Munetaka. Foto : interaksyon.com .

Akting menarik justru ditampilkan Kagawa Teruyuki yang berperan sebagai Takeda Kanryu. Kagawa berhasil mentransformasikan sosok Takeda yang licik sekaligus rada psikopat dengan permainan solid dan berbau komedi. Mungkin ada yang tak suka dengan pembawaan Kagawa yang terkesan over acting, tapi itulah sosok Takeda Kanryu yang ada dalam manga. Gaya tengil Kagawa sukses membuatku sebal terhadap tokoh Takeda. Malah peran Kagawa sebagai Takeda mampu mencuri perhatian lebih dibanding main villain Udo Jin’e yang diperankan oleh Kikkawa Koji. Akting Kagawa dalam film ini membuatku teringat pada sosok Takenaka Naoto. Aktor senior Eguchi Yosuke tampil standar sebagai Saito Hajime. Selain durasi penampilannya tak banyak, Eguchi umumnya terlihat kurang intimidatif ketika berhadapan dengan rival utamanya Kenshin. Padahal saat opening scene terlihat Eguchi sangat meyakinkan sebagai lawan tangguh yang bisa mempersulit Kenshin.

Satu lagi yang agak disesali adalah kemunculan kelompok Oniwabanshu yang kurang lengkap karena tak ada sosok Shinomori Aoshi. Selain itu juga tak jelas apakah kelompok yang membantu Takeda itu adalah Oniwabanshu, walaupun versi manga dan anime memperlihatkan Oniwabanshu pimpinan Aoshi membantu Takeda bertarung melawan Kenshin (adegan senapan mesin). Yang ada malah tokoh lain yang muncul dalam story arch Jinchuu seperti Gein dan Banjin Inui. Gein lebih mirip karakter campuran antara Aoshi (bersenjata kodachi alias pedang pendek) dan Han’nya (muka rusak bertopeng).

Untuk adegan martial arts, adu pedang maupun adu jotos dalam film ini tak istimewa walaupun tidak jelek juga. Beberapa pertarungan yang menggunakan pedang justru terlihat seperti bergaya silat China. Permainan pedang China penuh jurus tipuan dan kembangan, berbeda dengan dengan seni beladiri pedang Jepang yang mengandalkan kecepatan dan tenaga sehingga pertarungan cepat selesai. Untuk pertarungan puncak Kenshin versus Udo Jin’e, justru menjadi antiklimaks. Entah kenapa jatuhnya malah biasa saja, tak ada emosi untuk melihat Kenshin membantai Udo Jin’e. Bahkan ketika Kenshin bersiap mengeluarkan jurus andalannya Hiten Mitsurugi-Ryu, tak ada perasaan “wow” seperti halnya nonton serial animenya. Mungkin pertarungan yang terlihat keren adalah ketika Kenshin melawan gerombolan pengacau di Dojo milik Kaoru. Tarung tangan kosong Sanosuke Sagara? Biasa banget kalau mau dibandingkan dengan The Raid-nya Iko Uwais.

Adegan favorit saya? Ya, ada tiga adegan favoritku. Aku suka dengan opening scene film ini yang menyajikan setting pertempuran Toba-Fushimi. Dengan menampilkan Kenshin si Battosai bertarung dalam suasana pertempuran di hutan bersalju yang gelap dan dingin, sangat terasa kontras dengan suasana musim panas yang cerah ketika Kenshin si petualang bertemu dengan Kaoru. Yang kedua, aku juga suka dengan adegan Kenshin naik perahu menyusuri sungai, mengingatkan pada opening scene serial anime dengan lagu Sobakasu. Dan satu lagi, adegan kilas balik ketika untuk pertama kalinya Kenshin melihat Tomoe. Argh… Jika anda menonton OVA Trust and Betrayal, dijamin akan berharap agar adegan ini ditampilkan tersendiri dalam sebuah kisah film utuh.

So my verdict, kalau yang nonton adalah penggemar serial manga/anime, kemungkinan film ini akan memuaskan dahaga kerinduan atas petualangan sosok Kenshin. Karena bagaimanapun juga, aku merasakan aura kuat bahwa film ini memang diperuntukkan bagi para penggemar serial manga/anime RuRoKen. Tapi kalau anda buta soal RuRoKen dan pertama kali menonton film ini tanpa referensi manga/anime, kemungkinan besar akan merasa film ini membingungkan, lalu bosan dan mengantuk ketika menonton. Maklumlah, banyak tokoh dengan nama-nama aneh yang susah diingat lalu lalang di sepanjang film berinteraksi agak maksa dan serba kebetulan. Aku sendiri merasa terbelah untuk memuji atau mengkritik kelemahan film ini karena bagaimanapun juga RuRoKen adalah salah satu manga/anime kesukaanku. Jadinya aku sarankan, kalau mau nonton dan belum tahu RuRoKen sama sekali, mendingan baca manga atau nonton serial animenya dulu.

Untuk sementara, nilai rating di bawah diberikan tanpa menghitung aku sebagai penggemar RuRoKen melainkan sebagai penonton film awam. [fry]

Rating: 3.2/5

Leave a comment