Korean Wave Landa Medan

Hits: 30

Anom dan rekan-rekannya dalam komunitas Sone Medan yang dibentuk sejak Maret 2010. Sone adalah nama penggemar SNSD di seluruh dunia.

Pijar, Medan. Sebagian besar dari kita mungkin setuju jika negara ini sedang “dijajah” budaya Hallyu atau yang sering kita sebut sebagai Korean Wave. Setiap hari media–media di Indonesia, khususnya program hiburan menyuguhkan tayangan bernuansa Korea. Dalam buku Passport to Korean Culture (2010), Korean Wave merujuk kepada fenomena tersebarnya budaya pop Korea secara global di seluruh dunia. Budaya pop Korea menyebar mulai dari Republik Rakyat Cina sekitar tahun 1990-an. Pada saat itu media Cina mengadopsi drama televisi Korea dan akhirnya menyebar ke negara lain seperti Thailand, Jepang, Filipina bahkan Amerika. Penyebarannya di Indonesia ditandai dengan diputarnya drama Endless Love di awal tahun 2002. Saat ini, pengaruhnya tidak hanya sampai pada bidang drama, tapi juga merambah ke bidang masakan, fashion, tarian, bahasa, dan yang paling ‘gila’ yaitu musik popnya,  yang lebih dikenal dengan istilah KPop.

Di Medan fenomena ini turut ‘menyihir’ para remaja. Bea Lubis, pengasuh acara Splash-K di Kiss FM mengungkapkan rata-rata penggemar K-Pop Medan berumur 15-20 tahun dan sudah menuju tahap penggemar “gila”. Menurutnya fenomena ini terjadi karena orang-orang mulai jenuh dengan lagu–lagu Barat. Selain itu koreografinya yang unik dan lucu menjadi ciri khas budaya negeri ginseng ini. “Untuk fashion, model Korea lebih ekspresif. Baju-bajunya lebih full colour dan gak monoton walaupun terkesan agak ribet,” ungkapnya.

Sebagai fenomena yang kian masif, Korean Pop tentu memberikan dampak positif dan negatif. Menurut Bea, dampak negatif dari diadopsinya Korean Pop ini mengakibatkan berkurangnya kecintaan terhadap budaya sendiri dan cenderung menurunnya semangat belajar. “Produktivitas juga menurun, sebab waktunya banyak terbuang untuk menonton drama Korea atau menjelajah dunia maya hanya untuk mencari tahu mengenai Korea ini,” terangnya. Akan tetapi ada juga hal positif yang didapat dari menggilai budaya Korea ini. Misalnya anak muda sekarang lebih memperhatikan penampilannya. “Keinginan untuk belajar bahasa asing khususnya bahasa Korea pun lebih besar,” tambahnya lagi.

Linda (22) sudah menjadi seorang penggila Korean Pop sejak enam tahun lalu. Dia mengaku suka Korea, karena bahasanya yang unik. “Aku suka bahasanya karena sopan-sopan. Banyak ungkapan-ungkapan menarik dan itu mudah diingat,” ungkap mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU ini ramah. Linda mempunyai impian pergi ke Korea terutama ibu kotanya, Seoul untuk bertemu 2PM yang selama ini jadi idolanya. “Aku pengen ngelanjutin pendidikan ke Korea juga, di sana kan terkenal dengan obat-obatan herbalnya. Jadi kan sesuai dengan bidang saya,” tambahnya. Perempuan berkulit putih ini menjadi salah seorang koordinator komunitas pecinta boyband 2PM di Medan. Mereka berencana dalam waktu dekat akan membuat event bernuansa Korea, seperti singing contest dan dance dengan tema yang masih dirahasiakan.

Hal serupa juga dialami Anom Wirapati, remaja penggemar Korean Pop.  Mahasiswa Akuntansi Politeknik Negeri Medan semester IV ini mengaku mulai menyukai K-Pop sejak 2009 silam. Dia sangat bangga menjadi pecinta Korea, karena dia merasa berbeda dengan yang lainnya. “Persepsi orang kan beda-beda, bang dan kita gak bisa buat semua suka. Tapi kadang kawan-kawan kena “virusnya”  juga kok,” ungkapnya. Anom adalah pecinta girlband terkenal asal Korea Selatan, Girls Generation atau yang lebih dikenal dengan nama SNSD. Pria bertubuh gempal ini sangat sering membeli album orisinal langsung dari Korea. Album tersebut biasanya terdiri atas tiga lagu. Meskipun harganya dibanderol cukup tinggi, antara Rp 75.000-Rp 100.000 dia tetap antusias menyokong idolanya tersebut. “Kalo membeli yang orisinal, kan berarti kita ngasih dukungan langsung ke artis yang kita suka itu. Dan kalo belinya langsung itu tandanya kalo kita adalah penggemar sebenarnya,”  tuturnya sembari tersenyum.

Anom dan rekan-rekannya juga membentuk satu komunitas Sone Medan sejak Maret 2010. Sone adalah nama penggemar SNSD di seluruh dunia. Di masa-masa awal anggota Sone Medan hanya terdiri atas sembilan orang. Tapi lama-kelamaan semakin bertambah dan sekarang memiliki 60 anggota. Dalam dua minggu sekali, mereka selalu aktif mengadakan pertemuan Fandom di Hotel Cambridge. Tujuan dari pertemuan ini adalah saling tukar poster atau album dan berbagi informasi mengenai artis kesukaan mereka.

Program rutin dari perkumpulan mereka ini adalah membuat poster atau foto personal SNSD yang sedang berulang tahun. “Kalo salah seorang dari personal SNSD berulang tahun, kami mengadakan kumpul bareng. Kita membuat kue yang gede dan bagus-bagus, trus kita foto-foto bareng teman-teman lalu dikirim ke akun Twitter SNSD. (syd, inri, ded)

 

Leave a comment