Hits: 15
Agus Herianto Simanjuntak / Theodora Stephanie Laowo
Pijar, Medan Gaya hidup defensiveness adalah pola perilaku di mana seseorang cenderung merespons kritik atau tantangan dengan sikap membela diri yang berlebihan. Orang yang hidup dengan defensiveness sering kali merasa terancam oleh komentar atau tindakan orang lain yang sebenarnya tidak bertujuan untuk menyerang. Ini bisa berasal dari berbagai faktor, termasuk rendahnya harga diri, pengalaman masa lalu yang menyakitkan, atau ketidakmampuan untuk menerima umpan balik secara konstruktif.
Defensiveness dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari penolakan untuk mengakui kesalahan hingga menyerang balik orang yang memberikan kritik. Seseorang yang terus-menerus hidup dalam keadaan defensif cenderung menghabiskan banyak energi emosional untuk melindungi dirinya dari ancaman yang sebenarnya mungkin tidak nyata. Mereka mungkin sering kali merasa perlu untuk membela diri atau mencari pembenaran atas tindakan mereka, bahkan dalam situasi di mana tidak ada ancaman nyata.
Salah satu aspek yang signifikan dari gaya hidup defensiveness adalah kurangnya kemampuan untuk mendengarkan secara efektif. Seseorang yang defensif cenderung lebih fokus pada bagaimana mereka dapat merespons atau membela diri daripada benar-benar memahami apa yang dikatakan oleh orang lain. Ini dapat menyebabkan miskomunikasi dan konflik yang lebih besar, karena pihak yang memberikan kritik merasa tidak didengar atau dihargai.
Defensiveness dapat memberikan dampak jika dilakukan secara berlebihan, salah satunya peningkatan stres dan tekanan emosional. Ketika terus-menerus merasa terancam, seseorang akan melakukan sikap defensiveness, di mana itu dapat meningkatkan tingkat stres dan membuat seseorang selalu merasa waspada dan selalu ingin membela diri, yang akhirnya melelahkan mental dan emosional; kecemasan.
Gaya hidup defensiveness juga dapat memengaruhi hubungan interpersonal. Teman, keluarga, atau rekan kerja, mungkin merasa frustrasi atau putus asa ketika berhadapan dengan seseorang yang terus-menerus defensif. Ini bisa mengarah pada perasaan keterasingan atau bahkan konflik yang lebih besar. Orang yang defensif sering kali sulit menerima kritik atau umpan balik yang konstruktif, sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan pribadi mereka.
Gaya hidup defensiveness bisa muncul dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa contoh nyata bagaimana defensiveness bisa terlihat dalam situasi harian:
Pertama, dalam hubungan pribadi dengan pasangan, ketika pasangan memberikan kritik konstruktif tentang kebiasaan tertentu, seperti terlalu sering menggunakan ponsel saat makan malam. Seseorang yang defensif bisa merespons dengan kemarahan atau menyalahkan pasangan dengan mengatakan, “Kamu juga selalu melakukannya,” alih-alih mendengarkan dan memahami maksud dari kritik tersebut.
Kedua, di media sosial, ketika ada seseorang mengomentari atau mengkritik postingan di media sosial, individu yang defensif merespons dengan memberikan alasan yang membela dirinya dan emosional, tanpa mau memperhatikan kritikan dan masukkan orang lain.
Ketiga, di lingkungan sosial, ketika berada dalam kelompok teman, jika seseorang membuat lelucon atau komentar yang bercanda, orang yang defensif mungkin merasa tersinggung secara pribadi. Mereka mungkin merespons dengan kasar atau defensif, mencoba membela diri dengan mengatakan bahwa komentar itu tidak adil atau tidak benar bahkan mau menyerang balik.
Namun, mengatasi gaya hidup defensiveness bukanlah hal yang tidak mungkin. Langkah pertama adalah menyadari bahwa perilaku defensif ada dan mengakui dampak negatifnya terhadap diri sendiri dan orang lain. Setelah kesadaran ini tercapai, seseorang dapat mulai bekerja untuk mengubah pola pikir dan respons mereka terhadap kritik, di mana kita dapat menerima kritik sebagai masukan yang berharga untuk perbaikan diri. Hindari langsung merasa terserang atau menyalahkan orang lain.
Salah satu cara untuk mengatasi defensiveness adalah dengan melatih empati dan kemampuan mendengarkan. Ini berarti benar-benar mendengarkan apa yang dikatakan orang lain tanpa langsung merespons atau membela diri. Menanyakan pertanyaan klarifikasi atau meminta contoh konkret juga dapat membantu seseorang memahami kritik dengan lebih baik dan menerima umpan balik dengan cara yang lebih konstruktif.
Teknik lain yang dapat membantu adalah meningkatkan kesadaran diri dan mengembangkan kepercayaan diri yang sehat. Dengan mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri, seseorang dapat merasa lebih nyaman dalam menerima kritik sebagai sarana untuk pertumbuhan pribadi. Ini juga melibatkan menerima bahwa tidak ada yang sempurna dan setiap orang memiliki ruang untuk belajar dan berkembang.
Pada akhirnya, mengubah gaya hidup defensiveness memerlukan waktu dan usaha yang konsisten. Ini melibatkan perubahan pola pikir yang mendalam dan penerimaan; bahwa kritik, ketika disampaikan dengan baik, dapat menjadi alat yang sangat berharga untuk pengembangan diri. Dengan bekerja untuk mengatasi defensiveness, seseorang dapat meningkatkan hubungan interpersonal mereka, meningkatkan kemampuan komunikasi, dan membuka diri terhadap peluang baru untuk pertumbuhan dan pembelajaran.
(Redaktur Tulisan: Alya Amanda)