Hits: 13
Siti Farrah Aini / Muhammad Fikri Haikal Saragih
Pijar, Medan. Pernahkah kamu merasa enggan untuk mencoba hal-hal baru dan menantang? Entah karena takut gagal atau karena terlena dalam zona nyaman, keduanya bukanlah pola pikir yang harus dinormalisasi. Sebenarnya, cukup dengan mengatakan “ya”, kita dapat menjelajahi pengalaman baru dan menelusuri hidup yang justru membawa kita ke hal-hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Yes Theory adalah ketika seseorang mengatakan “ya” untuk menjawab sebuah tantangan tanpa memikirkan hasil akhir dan hanya bermodal tekad dan keberanian untuk mencoba. Penerapan pola pikir ini mendorong seseorang untuk keluar dari zona nyaman. Ketika dihadapkan dengan ketidaknyamanan, seseorang akan mencoba hal tersebut terlebih dahulu alih-alih langsung menghindar. Yes Theory menempatkan seseorang untuk tetap menemukan kenyamanan di luar zona nyaman.
Uniknya, filosofi ini berangkat dari sebuah brand media digital dengan nama yang sama, yaitu Yes Theory. Terkenal melalui saluran YouTube dengan 9 juta lebih pengikut, komunitas ini diinisiasi oleh empat orang pemuda, yaitu Ammar Kandil, Thomas Brag, Derin Emre, dan Matt Dahlia yang bertemu secara tidak sengaja pada musim panas tahun 2015 lalu.
Yes Theory aktif mengunggah perjalanan mereka melalui konten-konten di YouTube. Mulai dari dokumenter tentang kisah para anggota yang mencoba keluar dari zona nyaman untuk melampaui batas diri, mendapatkan pengalaman “mahal” dengan melakukan bungee jumping dari helikopter ke Grand Canyon, mengunjungi salah satu kota terdingin di Rusia, serta memproduksi proyek dokumenter terbesar, Project Iceman yang sukses mendapat banyak penghargaan.
Membawa motto Seek Discomfort atau “Mencari Ketidaknyamanan”, Yes Theory menjadi bukti nyata bahwa tidak ada batas yang dapat menghalangi seseorang untuk melakukan apa saja.
“Dua kata itu telah mengubah jalan hidup kami. Kami menyadari, saat terjun payung bersama orang asing, mengadakan peragaan busana, dan mendorong diri melampaui batas bahwa momen terindah dalam hidup dan hubungan yang bermakna ada di luar zona nyaman kami,” ungkap Matt Dahlia di laman resmi Yes Theory.
Melalui perjalanan Yes Theory, pemikiran ini dapat menjadi filosofi hidup. Dengan pola pikir tersebut, seseorang akan mulai berpikir akan bagaimana ia menjalani, memaknai, serta menemukan cara untuk mencapai tujuan hidup. Penerapan Yes Theory memperluas cara pandang dengan menjelajahi pengalaman baru, berinteraksi dengan orang banyak, dan memulai sesuatu di luar rutinitas.
Jika kita ingin memulai tantangan baru, percayalah bahwa hidup dimulai ketika kita berhasil melawan rasa nyaman. Diawali dengan kata “ya”, kita mampu menghadapi tantangan baru, menginspirasi banyak orang, dan terus mengejar mimpi besar lainnya. Yes Theory mengingatkan kita untuk selalu keluar dari zona nyaman dan terus melangkah ke depan, karena momen terbesar datang dari tantangan terbesar.
Di lain sisi, tentu terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dari filosofi ini. Ketika seseorang mulai mengiyakan segala hal demi kebahagiaan orang lain, saatnya hal ini mulai dibatasi. Perlu digarisbawahi bahwa Yes Theory mendorong setiap orang untuk tetap nyaman di luar zona nyaman, bukan malah menjadi beban pikiran.
Pada akhirnya, Yes Theory memang membawa dampak positif bagi kehidupan. Tetapi, hal ini beriringan dengan batasan tertentu, sehingga seseorang tidak terjerumus dalam situasi yang justru lebih buruk dari sebelumnya. Penerapan Yes Theory dalam kehidupan tentu tak instan, sehingga memerlukan pembiasaan dan pemahaman konsep yang benar. Melalui penerapan yang sesuai, Yes Theory sebagai filosofi hidup dapat mendorong seseorang menjadi pribadi yang lebih positif dan mampu keluar dari zona nyaman.
(Redaktur Tulisan: Alya Amanda)