Hits: 16

 

Hidayat Sikumbang

Pijar, Medan. Ada banyak sekali pahlawan-pahlawan yang hampir setiap tahunnya dipilih oleh Presiden Republik Indonesia. Pada 2017 lalu, beberapa nama seperti Laksamana Malahayati, Lafran Pane, dan dua orang pahlawan lagi diangkat menjadi Pahlawan Nasional oleh Joko Widodo.

Tahun ini, ada enam nama yang muncul, salah satunya adalah Abdurrahman Baswedan yang merupakan kakek dari Anies Baswedan. Akan tetapi, tak sedikit pula dari nama-nama pejuang yang kurang terekspos di masyarakat Indonesia. Nama seperti Mr. Assaat, Sjafruddin Prawiranegara, hingga nama K’Tut Tantri mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat kita. Berikut ulasan mengenai 3 nama para pejuang kemerdekaan yang jarang diketahui banyak orang.

  1. Assaat

Nama Mr. Assaat mungkin hanya satu dua orang yang mengenali siapa beliau. Mr. Assaat lahir pada 18 September 1904 di Kubang Putiah, Agam, sebuah nagari yang letaknya hanya beberapa kilometer saja dari Bukittinggi, Sumatera Barat. Gelar Mr. di nama seorang Mr. Assaat adalah hasil dari jerih payahnya menimba ilmu hingga dia menerima ijazah Meester in Rechten (Mr) dari tahun 1939 dari Universitas Leiden, sebuah kampus di Negeri Kincir Angin, Belanda.

Mr. Assaat adalah sosok yang berperan penting menjaga keutuhan Republik Indonesia tatkala Sukarno dan Hatta menjadi Presiden dan Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (RIS). Sementara itu, terjadi kekosongan dalam tubuh Republik Indonesia. Mr. Assaat pada akhirnya menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia untuk sementara waktu. Agar tidak terjadi kekosongan di bangku Presiden Republik Indonesia, yang mana hal ini dilakukan demi menjaga kedaulatan republik ini, agar tidak hilang dalam sejarah bangsa.

Sebagai negara bagian dari RIS, Assaat termasuk sosok yang rendah hati. Dalam buku Api Sejarah2 (2017:283), jelas tertulis bahwa “Mr. Assaat sebagai Presiden RI, dan Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS,” tulis Ahmad Mansyur Negara.

Sosok yang rendah hati melekat dalam dirinya, meskipun ia menjabat sebagai presiden pada kala itu. “Mr Assaat tidak mau dipanggil Paduka Yang Mulia, tapi kalau mau, panggil Bung Presiden,” ungkap Marthias Dusky Pandoe pada laman tirto.id.

Sayangnya, nama Mr. Assaat tidak terangkum dalam daftar nama presiden yang pernah menjabat di Republik Indonesia. Namanya saja tidak diingat, apalagi tercatat dalam daftar sejarah. Ia hanyalah paduka yang pernah menjabat sesaat dalam kekosongan, begitu barangkali negara menganggapnya.

  1. Sjafruddin Prawiranegara

Berbicara mengenai Mr. Assaat tentu saja tak bisa lepas dari nama Sjafruddin Prawiranegara. Tatkala Bung Karno dan Bung Hatta ditawan dalam Agresi Militer II hingga pada akhrinya diasingkan ke Bangka, Sjafruddin ditugaskan untuk mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) untuk menghindari kekosongan jabatan. Sosok berdarah Sunda – Minang ini pada akhirnya membentuk PDRI dan memusatkan pemerintahannya yang berada di Bukittinggi.

Untuk memperlihatkan bahwa Pemerintahan RI masih berada di bawah kendalinya, 23 Desember 1948 Sjafruddin Prawiranegara berpidato melalui radio yang isinya:

Belanda menyerang pada hari Minggu, hari yang biasa dipergunakan oleh kaum Nasrani untuk memuja Tuhan. Mereka menyerang pada saat tidak lama lagi akan merayakan hari Natal Isa AS, hari suci dan perdamaian bagi umat Nasrani. Justru karena itu semuanya, maka lebih-lebih perbuatan Belanda yang mengakui dirinya beragama Kristen, menunjukkan lebih jelas dan nyata sifat dan

Sjafruddin Prawiranegara saat bersama Sukarno (Sumber: Istimewa)
Sjafruddin Prawiranegara saat bersama Sukarno (Sumber: Istimewa)

tabiat bangsa Belanda: Liciknya, curangnya, dan kejamnya. Karena serangan tiba-tiba itu mereka telah berhasil menawan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, dan beberapa pembesar lain. Dengan demikian, mereka menduga menghadapi suatu keadaan negara republik Indonesia yang dapat disamakan dengan Belanda sendiri pada suatu saat negaranya diduduki Jerman dalam Perang Dunia II, ketika rakyatnya kehilangan akal, pemimpinnya putus asa dan negaranya tidak dapat ditolong lagi. Tetapi kita membuktikan bahwa perhitungan Belanda itu sama sekali meleset. Belanda mengira bahwa dengan ditawannya pemimpin-pemimpin kita yang tertinggi, pemimpin-pemimpin lain akan putus asa. Negara RI tidak tergantung kepada Sukarno-Hatta, sekalipun kedua pemimpin itu sangat berharga bagi kita. Patah tumbuh hilang berganti! Kepada seluruh Angkatan Perang Negara RI kami serukan: Bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak kalau belum ada perintah dari pemerintah yang kami pimpin. Camkanlah hal ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh!

  1. K’tut Tantri

K’tut Tantri adalah pejuang yang bukan merupakan seorang warga negara asli Indonesia. Ia adalah wanita berdarah Skotlandia yang bekerja sebagai seorang jurnalis. Wanita kelahiran 18 Februari 1899 ini terlanjur jatuh cinta dengan Tanah Dewata, Bali. Tatkala ia menonton sebuah sinema yang berjudul “Bali, The Last Paradise” seperti yang ia ungkapkan dalam bukunya, “Revolt in Paradise” yang terbit pada 1960.

Saat di Surabaya Tantri bergabung bersama Bung Tomo dan menjadi penyiar radio di sana. Salah satu momen yang akan selalu dikenang oleh masyarakat Indonesia adalah pada sebuah peperangan yang pecah pada 10 November 1945. Tantri yang pada saat itu masih berada di dalam radio berusaha untuk membakar semangat masyarakat Indonesia. Dengan tenang, ia menyempatkan diri berpidato dengan Bahasa Inggris, sementara di sekitar radio dihujani mortir dan bom yang mampu meledakkan dirinya kapan saja. Ini adalah cuplikan pidato K’tut Tantri.

“Aku akan tetap dengan rakyat Indonesia, kalah atau menang. Sebagai perempuan Inggris barangkali aku dapat mengimbangi perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan kaum sebangsaku dengan berbagai jalan yang bisa kukerjakan,”seperti yang tertulis dalam buku Revolt in Paradise.

(Redaktur Tulisan: Intan Sari)

Leave a comment