Hits: 30
Laura Nadapdap
Pijar, Medan. Sejak 2014, seluruh dunia memperingati Hari Tanpa Diskriminasi pada setiap 1 Maret. Secara umum, peringatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan solidaritas masyarakat dan menghapus segala bentuk diskriminasi. Diskriminasi tersebut mencakup segala aspek, yakni fisik, ras, agama, etnis, orientasi seksual, usia, pekerjaan, hingga gender.
Di Indonesia, diskriminasi terhadap perempuan masih perlu menjadi perhatian. Hal ini diungkapkan oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo. Melansir detik.com, ia mengatakan bahwa diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia cukup mengkhawatirkan, melihat angka pertambahan kasus yang kian bertambah.
“Diskriminasi dalam bentuk Kekerasan Berbasis Gender terhadap perempuan di Indonesia masih cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, terjadi peningkatan signifikan kasus Kekerasan Berbasis Gender terhadap perempuan, dari 226.062 kasus di tahun 2020 menjadi 338.506 kasus pada tahun 2021,” ucapnya.
Ketua MPR RI itu juga berharap, Hari Tanpa Diskriminasi dapat meningkatkan kesadaran serta memobilisasi aksi untuk mendorong kesetaraan dan pemberdayaan bagi perempuan.
Di lingkungan kampus, perilaku diskriminasi ini juga masih terjadi. Ayu, salah seorang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, mengaku pernah mengalami diskriminasi di lingkungan kampusnya. Bergender perempuan, ia dinilai tidak mampu menjadi pemimpin di kelas.
“Dibilang teman-teman, ‘ganti aja komtingnya, cari yang cowok, jangan cewek’ gitu. Menurutku, kalau pun aku mau diganti, ya gantilah karena kinerjaku mungkin yang kurang optimal. Jangan karena aku cewek, terus seolah-olah cowok akan lebih bagus jadi pemimpin. Padahal belum tentu, kan. Itu diskriminasi, sih menurutku, perlakuan ke laki-laki dan ke perempuan dibeda-bedakan,” tutur Ayu.
Peringatan Hari Tanpa Diskriminasi ini sebenarnya terinspirasi dari Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap 1 Desember. Dikutip dari tirto.id pada 2013, Michel Sidibe selaku Direktur Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) terinspirasi dan menggagas Hari Tanpa Diskriminasi.
Satu tahun setelahnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setuju untuk memperingati 1 Maret sebagai Zero Discrimination Day atau Hari Tanpa Diskriminasi. Seiring berjalannya waktu, beberapa pihak menyerukan bahwa diskriminasi tidak hanya terjadi pada sektor kesehatan saja, tetapi juga ekonomi dan sosial.
Bersimbol kupu-kupu, kampanye ini mengharapkan agar perubahan terhadap diskriminasi menjadi kondisi yang lebih baik di setap tahun, layaknya transformasi pada kupu-kupu. Bahkan, UNAIDS mengharapkan diskriminasi ini dapat hilang pada 2030 mendatang.
(Redaktur Tulisan: Rani Sakraloi)