Hits: 56

Shofiyana Fadhiilah

Pijar, Medan. Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2022, CIMSA (Center for Indonesian Medical Students Activities) Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret melalui divisi SCORP dan SCORA mengadakan DELTA (Delete the Exceptions, Broaden the Aspiration) melalui Zoom Meeting, Minggu (20/3/2022).

DELTA menghadirkan Seana Zavira (Public Relation Kalap Sinema) dan Panji Respati (Co-Founder Kalap Sinema) untuk membahas seputar Sexual Harrassment dan Women Empowerment dalam salah satu rangkaian acaranya yaitu Bedah Film “Yuni”. Film yang rilis di Kanada tanggal 21 September 2021 ini diproduksi oleh Fourcolor Film dengan Ifa Isfansyah sebagai Produser.

Sempat mendapatkan penghargaan Best International Feature Film Official Oscar Entry Indonesia, film ini menceritakan tentang seorang gadis remaja yang menolak lamaran yang datang padanya dua kali hingga ia menjadi bahan pembicaraan orang sekitarnya. Adapun dalam acara bedah film ini dilakukan sebanyak 3 potongan film dan akan dibahas bersama-sama dalam setiap cuplikannya.

Pada salah satu cuplikannya, menayangkan tentang tes keperawanan di SMA Yuni, yang merupakan tokoh utama dalam film ini. Dalam film tersebut, tes keperawanan dilakukan karena banyaknya kasus kehamilan di luar nikah.

Pemutaran salah satu cuplikan film “Yuni” yang ditonton besama para peserta (20/3/2022). (Sumber foto: Dokumentasi pribadi)

“Dalam film Yuni ini, tes keperawanan menunjukkan bahwa sekolah mereka memiliki standar dan peraturan yang cukup ketat soal keperawanan. Yang mana, Yuni sendiri dalam adegan setelahnya akan mencari tahu mengenai hal tersebut maupun hal-hal yang dianggap tabu oleh orang sekitarnya hingga berkenalan dengan orang yang akhirnya bisa mengajarkannya arti kebebasan yang sesungguhnya,” ungkap Panji tentang pendapatnya dalam segi perfilman.

Dari segi psikis wanita, Zavira mengungkapkan, “Adegan tersebut memberikan kita suatu standardisasi dan seolah-olah memberikan statement bahwa perempuan itu harus perawan. Hal ini memberikan tekanan kepada setiap wanita seolah-olah tes keperawanan ini menjadi standar harga diri,” jelasnya.

Ketika tes keperawanan diberlakukan, hal ini dapat membatasi wanita untuk bereksperesi, berkarya, serta mencapai target kehidupannya. Jika dilihat kembali, pendidikan dan kehidupan seksual sangat bersinggungan. Keduanya merupakan aspek bagian dalam diri setiap orang yang tidak bisa berada dalam satu garis lurus.

Film ini juga menceritakan perjalanan Yuni dari yang tidak tahu apa-apa hingga mengalami banyak hal yang menimpanya. Dalam acara Bedah Film “Yuni” ini, kian menerima antusiasme oleh para peserta yang banyak mendiskusikan persoalan seputar kehidupan wanita.

(Redaktur Tulisan: Lolita Wardah)

Leave a comment