Hits: 144

Margaretha F.E. Silaen / Chairunnisa Asriani Lubis

“Bagi manusia, ketidakbahagiaan terbesar adalah tidak mampu menyukai diri sendiri. Yakni perasaan bahwa ‘aku bermanfaat bagi komunitasku’ atau ‘aku berguna bagi orang lain’ adalah satu-satunya hal yang bisa memberi orang kesadaran yang sesungguhnya bahwa dia bernilai.” – Hal 301

Pijar, Medan. Bagi sebagian orang, kutipan di atas dapat mewakili pemikiran dan perasaan mereka. Kebanyakan orang berpikir jika disukai oleh banyak orang sudah sukses menjadi ‘manusia’. Banyak hal yang kita lakukan agar bisa disukai oleh orang lain tanpa memikirkan diri kita bahagia atau tidak.

Buku berjudul Berani Tidak Disukai yang ditulis oleh Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga ini, memberikan gambaran mengenai orang-orang yang diibaratkan sebagai pemuda yang tidak bisa menerima dirinya sendiri. Pemuda yang ingin menjadi orang lain karena ia merasa orang tersebut lebih baik dari dirinya.

Menyuguhkan penyajian bacaan yang cukup unik, pesan dari buku ini disampaikan lewat percakapan antara seorang pemuda dan filsuf. Pemuda yang digambarkan cukup naif dalam memandang dunia dan seorang filsuf yang memandang kehidupan dari sudut pandang lain.

Kadang kita berpikir, kenapa hidup ini begitu sulit. Mengapa masih ada saja orang yang tidak suka padamu padahal kamu sudah melakukan yang terbaik dari dirimu. Itulah yang membuat hidup ini rumit untuk dijalani.

“Dunia ini sederhana, dan hidup ini juga sederhana. Bukan dunia yang rumit. Tapi kaulah yang membuat dunia ini rumit.” – hal 20

Jika kita bertanya kepada kebanyakan orang dengan pertanyaan, “Apakah kau menyukai dan mencintai dirimu saat ini?” Kebanyakan dari mereka akan menjawab tidak puas dengan diri mereka sendiri. Itu adalah hal yang wajar, karena pada dasarnya sifat manusia tidak pernah puas akan apa yang dimiliki.

“Saat ini kau tidak bisa merasa benar-benar bahagia. Ini karena kau belum belajar mencintai dirimu sendiri.” – hal 53

Buku dengan tebal 300 halaman ini, mampu menyadarkan pembaca bahwa kita tidak harus selalu memenuhi standar kesuksesan yang diciptakan oleh manusia. Bukan berarti dengan kita tidak disukai oleh orang lain, kita adalah pribadi yang buruk. Itu semua tergantung dari sudut pandang mana mereka memandang kita.

“Jangan melihat masa lalu dan jangan melihat masa depan. Seseorang menjalani setiap bagian yang utuh bagaikan sebuah tarian. Tidak perlu bersaing dengan orang lain.” – hal 311.

Pembicaraan terakhir antara pemuda dan filsuf tentang menjadi diri sendiri menjadi pembahasan akhir dalam buku ini yang bisa menyadarkan serta membuka sudut pandang baru setiap pembaca.

Semua orang tentu pernah atau sering merasakan kebimbangan dalam hidupnya yang disebabkan oleh perkataan yang ia dengar akan dirinya. Atau karena merasa ia wajib disukai oleh banyak orang. Namun, itu adalah konsep hidup yang salah. Kebahagiaan kita bukan ditentukan oleh perkataan mereka. Kebahagiaan kita ditentukan dan diciptakan dari diri sendiri.

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Agnes Cynthia, buku ini cocok dibaca saat kita merasa sudah lelah dengan topeng yang kita pakai hanya agar bisa disukai oleh orang lain. Kita tidak perlu menjadi orang lain untuk disukai. Jadilah diri sendiri dan jangan pernah takut jika tidak disukai orang lain. Karena hidup adalah milik kita sendiri dan tidak ada satupun orang yang dapat mengatur bagaimana jalannya hidup yang kita jalani.

(Redaktur Tulisan: Lolita Wardah)

Leave a comment