Hits: 100
Nurul Sukma Asghar
Pijar, Medan. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki–laki sebagai pemegang kekuasaan dan mendominasi dalam peran kepemimpinan, politik, otoritas, moral, dan hal lainnya. Hal yang telah membudaya dalam masyarakat ini mendorong Youth for Nation Banten untuk menyelenggarakan webinar dengan tema Women in Patriarchy yang membahas tentang patriarki dan feminis.
Nurul Dwi Astari selaku Founder Feminist Event, menjelaskan bahwa salah satu tokoh dunia yaitu Aristoteles, menganggap perempuan memiliki sifat yang kurang berkualitas dan harus dipandang sebagai ketidaksempurnaan alam. Pandangan ini menyebabkan kaum wanita tidak bisa memberikan identitas pada dirinya sendiri, karena budaya patriarki sering mendefinisikan wanita berdasarkan cara pandang laki–laki. Hal ini menyebabkan adanya yang mendominasi (maskulin) dan didominasi (feminim).
Patriarki memiliki dampak terhadap ketidakadilan gender, yaitu stigmatisasi terhadap suatu gender, subordinasi, marginalisasi, beban ganda, dan berujung kekerasan. Ketika perempuan terhambat untuk mencapai jabatan tinggi dalam karirnya atau tidak diperbolehkan untuk bekerja dan harus fokus pada urusan rumah tangga saja, maka perempuan tersebut telah mengalami hambatan tak kasat mata yang sering dialami kaum wanita dan kaum minoritas dalam mengejar karirnya dengan istilah Glass Ceiling.
Pemateri kedua, Regina Navira Pratiwi, S.Psi., M.Sc., menjelaskan budaya stereotip dan pemberian nilai–nilai negatif adalah dua hal yang menggiring tindakan diskriminasi. Terdapat dua bentuk diskriminasi terhadap wanita. Pertama adalah seksis, yang menekankan perempuan untuk mengambil persepsi bahwa diri mereka adalah kaum marginal. Sedangkan yang kedua adalah misogini yang lebih berbentuk represif dan mengandung kebencian yang sangat mendalam terhadap perempuan. Menurut Regina, tindakan seksis belum tentu misogini namun tindakan misogini sudah pasti seksis.
Regina juga menjelaskan feminis ialah sebuah gerakan emansipasi wanita untuk menyuarakan perbaikan kedudukan wanita dan menolak perbedaan derajat antara laki–laki dan wanita dalam ranah politik, sosial, dan ekonomi. Feminis pun memiliki banyak aliran, seperti feminis liberal, eksistensial, serta multicultural, dan global. Feminis sering disalahartikan sebagai kaum anti laki–laki, padahal menurut Regina, kaum feminis hanya menuntut fair treatment.
“Perempuan jugalah manusia yang memiliki hak yang setara dengan laki–laki. Menurut saya, perempuan yang hebat adalah perempuan yang berusaha memaksimalkan kesempatannya untuk mengaktualisasikan dirinya. Setiap manusia memiliki kewajiban termasuk perempuan, oleh karena itu perempuan juga tetap harus menjalankan kewajibannya,” jelas Regina.
Selain itu, ketika perempuan mendapatkan haknya, kesehatan mentalnya akan jauh lebih sehat daripada perempuan yang penuh dengan kekangan. Hingga pada akhirnya, dalam melakukan kegiatan ia akan mendapat hasil yang jauh lebih baik daripada seorang perempuan yang dikekang. Karena dengan terpenuhinya hak–hak tersebut, maka dapat menghasilkan generasi–generasi yang berkualitas.
(Editor: Erizki Maulida Lubis)