Hits: 21
Bayu Herlambang / Zain Fathurrahman
One Click Democracy (OCD) baru saja selesai menyelenggarakan seri virtual talkshow OCD Talk Vol. 1” yang Bertajuk “Refleksi 2020: Kondisi Politik dan Demokrasi di Indonesia”, pada Minggu (27/12). Acara virtual talkshow ini dimulai pada pukul 15.30 WIB dan berakhir pada pukul 17.30 WIB.
One Click Democracy sendiri merupakan sebuah platform di mana masyarakat, organisasi, dan media, dapat saling terhubung, beraspirasi, dan mengawasi pemerintahan legislatif, eksekutif, serta yudikatif secara bebas dan aman dengan tetap mematuhi peraturan yang ada. Irwan Saputra, CEO dari One Click Democracy mengatakan bahwa OCD lahir dari kegelisahan mereka mengenai kesukarannya masyarakat publik untuk menyampaikan aspirasinya dengan bebas tanpa perlu merasa takut dan khawatir.
Talkshow yang diadakan kali ini merupakan acara perdana yang nantinya akan dilaksanakan secara reguler selama sebulan sekali. “Kita pengen acara ini menjadi wadah diskusi, bertukar pemikiran, dan juga update informasi untuk kalangan anak muda seputar isu-isu yang berkembang yang up to date,” ujar Handika Surbakti selaku Koordinator Acara sekaligus Community Development Officer One Click Democracy.
“OCD Talk Vol.1” kali ini mengundang beberapa narasumber yang sudah ahli dalam bidang perpolitikan dan demokrasi seperti Donny Gahral Ahdian selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Usep Hasan Sadikin selaku Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM), dan juga Andre Rosiade selaku Anggota DPR Republik Indonesia. Namun dari ketiga narasumber yang diundang, terlihat hanya Donny Gahral Ahdian dan Usep Hasan Sadikin saja yang menghadiri acara sedangkan Andre Rosiade tidak hadir dikarenakan bentrok jadwal.
Acara dimulai tepat waktu pada pukul 15.00 WIB yang dibuka oleh CEO dari One Click Democracy, Irwan Saputra. Kemudian acara berlanjut membahas topik utama mengenai Politik dan Demokrasi di Indonesia bersama dengan Asep Sadikin. Dalam paparannya, Usep banyak berbicara tentang post-democracy. Menurutnya ada beberapa karakteristik demokrasi di Indonesia saat ini yang mencerminkan demokrasi tanpa demos itu. Pertama, lemahnya pelaksanaan checks and balances. Kedua, meredupnya sikap kritis civil society, baik pers, LSM, akademisi, dan lainnya sebagai mitra pemerintah dan pembungkaman kalangan aktivis-kritis. Ketiga, kepemimpinan nasional tidak membawa pencerahan/pendewasaan berpolitik.
“Tidak mengherankan jika nilai demokrasi Indonesia menjadi jeblok. Dari hasil studi Economist Intelligence Unit (EIU) dalam dua tahun terakhir ini, di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat 3 di bawah Malaysia dan Filipina dengan kategori sebagai “flawed democracy,” jelas Usep.
Selanjutnya, Donny Gahral Ardian lebih memfokuskan pembahasannya kepada indeks kualitas manusia dalam proses berdemokrasi dengan opini publik. Ia menekankan bahwasanya mutu opini masyarakat yang dipengaruhi dari rendahnya tingkat pendidikan akan menentukan kualitas demokrasi juga.
Talkshow ini sendiri berlangsung dengan kondusif tanpa adanya gangguan yang terlalu menghambat acara, baik dari peserta maupun dari panitia. Namun, beberapa kendala seperti tidak hadirnya salah satu narasumber yang cukup penting, Andre Rosiade dari Dewan Perwakilan Rakyat yang harusnya dapat menampung aspirasi-aspirasi yang muncul pada diskusi yang telah berjalan.
“Harapan kita temen-temen peserta bisa lebih aware dan lebih update tentang isu-isu publik di sekitar mereka, terkhusus seputar politik dan demokrasi serta juga menambah perspektif baru tentang apa yang sedang berkembang di Indonesia saat ini dalam konteks politik dan demokrasi,” jawab Handika Surbakti ketika ditanya mengenai harapannya kepada peserta acara.
(Editor: Erizki Maulida Lubis)