Hits: 38

Talitha Nabilah Ritonga

“Kebudayaan adalah satu-satu nya cara bagi Indonesia untuk keluar dari semua sekat yang dibangun SARA” – Mateus Suwarsono

Pijar, Berastagi. Indonesia dikenal sebagai negeri yang memiliki kebudayaan yang tak sedikit. Kebudayaan tersebut sudah selayaknya dikembangkan sehingga mampu menunjang ekonomi dari tingkat pemerintahan kita yang paling rendah, yakni desa. Desa Dokan, sebuah desa di Tanah Karo layak dijadikan tempat bagaimana kita mensyukuri satu hal, mencintai keberagaman Indonesia. Hal inilah yang membuat Pers Mahasiswa Pijar memilih Desa Dokan yang kaya akan budayanya untuk liputan langsung ke desa yang terletak di Kabupaten Karo ini.

Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) yang diselenggarakan oleh Pers Mahasiswa Pijar dengan mengusung tema Jurnalisme Budaya ini mengawali hari kedua nya dengan senam di pagi hari dan kemudian dilanjutkan dengan penberian materi tentang Menulis Liputan Budaya oleh Aulia Adam seorang wartawan tirto.id, Selasa (17/8).

Setelah dibekali materi mengenai jurnalisme budaya, peserta PJTLN langsung terjun ke Desa Budaya Dokan untuk menerapkan apa yang telah mereka dapatkan. Peserta PJTLN bertolak dari Mess Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara menuju Desa Budaya Dokan pada pukul 9.30 WIB dengan menaiki angkutan umum. Untuk memasuki desa tersebut, wisatawan dianjurkan menggunakan sarung. Hal ini didasari alasan kesopanan dan tradisi turun-menurun. Peserta disambut meriah dengan tarian-tarian dari Tanah Karo yang dibawakan oleh anak-anak dan remaja dari Desa Dokan. Sebelum peserta diturunkan untuk melakukan liputan, kegiatan dibuka dengan kata sambutan dari Putri Nadya Hutagalung Ketua Panitia, Ketua Umum Pers Mahasiswa Pijar, Perwakilan dari Desa Dokan, dan Nande Iting selaku Pemangku Adat dari desa yang terkenal akan rumah adatnya ini.

Peran pemuda terhadap perkembangan dari budaya nusantara tentunya tak lepas dari bagaimana para pemuda mengelola aset yang sudah diwariskan dari nenek moyang kita. Para pemuda tidak boleh hanya sekadar tahu, tapi juga melestarikan. Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Christian, salah seorang warga dari Desa Dokan. “Saya harap mahasiswa terkhususnya mahasiswa yang berada di pers lebih mampu menggali tema-tema seperti ini. Agar budaya yang belum diperkenalkan bisa lebih diperkenalkan lagi kedepannya,” jelas Christian.

Peserta PJTLN menikmati makanan khas Karo, Cimpa pada (17/7). (Fotografer: Dita Andriani)
Peserta PJTLN menikmati makanan khas Karo, Cimpa pada (17/7).
(Fotografer: Dita Andriani)

Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan praktik lapangan di mana peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan lima jenis liputan yang berbeda. Setiap kelompok dipandu oleh warga desa dan panitia. Tidak sampai disini, peserta juga diajak untuk mencicipi makanan khas Desa Budaya Dokan yaitu “Cimpa.” Makanan yang berbahan dasar beras ketan ini ragamnya pun banyak pula. Yakni, Cimpa Unung yang berisikan parutan kelapa dan dicampur dengan gula merah, kayu manis, dan lada hitam kemudian dibungkus dengan daun singkut. Rasa penasaran peserta pun semakin menyeruak dan sudah tak sabar menyantapnya. Di akhir sesi, hasil liputan dari para peserta selanjutnya dievaluasi oleh Aulia Adam selaku pemateri di hari kedua PJTLN.

(Redaktur Tulisan: Hidayat Sikumbang)

Leave a comment