Hits: 20
Alvira Rosa Damayanti
Pijar, Medan. Pengumuman kemenangan pasangan calon (paslon) nomor urut 02 pada (14/12) lalu, ternyata belum menjadi akhir dari keberlangsungan pemira. Pasalnya, pengurangan sebesar 300 suara mengakibatan kekalahan bagi paslon nomor urut 01. Hal tersebut menjadi awal permasalahan, mengapa hingga saat ini sengket Pemira tak kunjung selesai.
Paslon 01 dan pihaknya tidak terima dengan keputusan KPU memangkas 300 suara milik mereka. Kemudian mereka juga memberikan pernyataan terkait oknum KPU USU yang terindikasi mencoba gagalkan kemenangan Rizki-Anas, sebagai presiden dan wakil presiden mahasiswa terpilih. Di mana opini tersebut mereka kirimkan kepada Wartawan Persma Pijar melalui pesan WhatsApp (24/12).
Menanggapi persoalan berupa sanksi pemotongan suara, Wahyu Hidayat selaku ketua KPU USU kembali angkat bicara mengenai hal ini, “Sebenarnya mengenai pemotongan 300 suara, kami dari KPU juga sudah menjelaskan se-detail mungkin, kenapa suara itu dipotong,” ungkap Wahyu.
Namun, tetap saja paslon 01 merasa bahwa keputusan pemotongan suara tersebut masih dianggap begitu sepihak. Di mana KPU USU tidak menjalankan mekanisme persidangan yang telah disepakati bersama, serta juga tidak ada memberikan surat undangan untuk melakukan rapat persidangan.
“Namun hingga waktu timeline pemira selesai, undangan untuk melakukan rapat persidangan tidak ada diberikan. Di mana seharusnya secara otomatis, pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Rizki-Anas, ditetapkan menjadi pemenang pemira USU 2020,” tulis Pihak 01 dalam opininya.
Tetapi opini tersebut kembali di bantah oleh ketua KPU USU, “Jika dikatakan kami memutuskan secara sepihak, kita itu punya juknis (petunjuk teknis) dan juklak (petunjuk pelaksanaan), disitulah dasar hukum kita. Dan terkait dengan kecurangan di masa pemilu, di pasal 24 terkait dengan pemotongan, disitu aturannya memang ditulis seperti itu,” jelas Wahyu.
“Sebenarnya tidak ada yang mencoba untuk mengagalkan kemenangan seseorang dalam pemira ini. Karena KPU sudah menjalankan sebagaimana tugasnya. Dan saya sebagai ketua harus bertanggung jawab dengan aturan yang ada. Jika anggota saya ada yang tidak mengikuti aturan, maka saya harus tetap mengkuti aturan,” sambungnya.
Disisi lain, ketua KAM Rabbani yakni Mahlil Rizki, ikut memberikan pernyataanya terkait persoalan kemenangan yang dianggap digagalkan tersebut.
“Sebenarnya belum ada kemenangan dipihak 01 atau 02. Baik di hari kamis, jumat, dan sabtu. Karena justru kemenangan itu diumumkan ada di hari minggunya,” ungkap Mahlil saat di wawancarai melalui aplikasi WhatsApp pada (30/12).
Menurut penuturannya, hari kamis (10/12) bukanlah sebuah pengumuman kemenangan, melainkan hal tersebut hanyalah hasil suara sementara.
“Makanya kalau kita bilang ada pihak paslon 02 yang menggagalkan atau membatalkan kemenangan paslon 01, paslon 01 itu belum menang. Karena kemenangan itu adalah kemenangan ketika KPU USU mengumumankan hasil kemenangan itu sendiri, yaitu di hari minggunya,” ujarnya.
Kemudian, terkait dengan diadakannya rapat pada Minggu (13/12), Mahlil mengungkapkan bahwa surat undangan untuk menghadiri rapat sudah ia terima. Di mana rapat tersebut dibuat untuk menyampaikan beberapa hasil gugatan yang sudah diterima oleh KPU dari kedua pasang paslon.
“Sebenarnya forum itu hanya menyampaikan hasil dari keputusan KPU tentang diterimanya gugatan. Bukan lagi proses penyampaian gugatan, atau pengaduan kembali, karena masa pengaduan itu sudah ada dihari jumat (11/12) dan sabtu (12/12),” ungkap Mahlil.
“Dan forum tersebut, bukanlah forum untuk ikut memutuskan apakah gugatan dapat diproses atau tidak dapat diprosesnya oleh KPU,” sambungnya.
Kendati demikian pada 14 Desemner 2020, tim pemenangan paslon nomor urut 01 langsung melayangkan surat kepada KPU USU untuk tembusan kepada wakil rektor I, terkait dengan postingan yang dikeluarkan di akun instagram @kpu.usu mengenai kemenangan paslon 02.
Mengenai hal tersebut, BKK USU dan wakil rektor I langsung mengundang KPU USU untuk mengklarifikasi pemenang pemira USU 2020 pada (15/12). Walaupun sebelumnya surat tersebut tidak diindahkan dan tidak ditindaklanjuti oleh KPU USU, serta Wahyu Hidayat selaku ketua KPU sendiri juga tidak menghadiri rapat tersebut.
“Karena ini adalah pemira mahasiswa, tentu saja keputusan kemenangan tidak ada campur tangan pihak rektorat. Jadi apabila ini sudah dipegang oleh rektorat, maka bukan lagi dibilang ini adalah pemira mahasiswa. Karena memang dari awal, mereka adalah fasilitator,” ungkap Wahyu.
Menjawab persoalan ketidakhadirannya di rapat online dan pulangnya ia ke kampung halaman. Wahyu menjawab bahwa ia pulang ke kampung halaman sebab ada tugas yang harus ia kerjakan, bukan untuk melepas tanggung jawab.
“Jika saya tidak bisa dihubungi dan lepas tanggung jawab, maka saya tidak bisa diwawancarai sekarang,” ujarnya.
Sedangkan jawaban mengapa tidak ikutnya ia dalam rapat bersama wakil rektor I, Wahyu mengungkapkan bahwa ia merasa rapat yang bertajuk ‘klarifikasi’ hasil pemira USU memiliki konteks yang tidak lagi netral dan terkesan menyudutkan keputusan yang diambil oleh KPU USU. Maka untuk itu, ia memilih menugaskan salah seorang anggotanya untuk memakarkan data dari mereka dalam rapat yang berlangsung.
“Sebenarnya saya sangat menyayangkan ya. Pihak rektorat inikan tidak mengerti dengan aturan dari keberlangsungan pemira, hingga akhirnya pihak KPU kembali menjelaskan kepada mereka. Jadi kenapa pihak 01 meminta pihak yang tidak mengerti untuk mengatasi persoalan pemira ini dan juga kenapa meminta hak kepada rektorat, di mana rektorat sendiri juga tidak punya hak untuk membatalkan pemira ini,” ujar Wahyu.
“Karena jelas tidak ada panduannya, bahwa pihak rektorat bisa membatalkan hasil keputusan pemira mahasiswa,” tutupnya diakhir wawancara.
(Editor: Erizki Maulida Lubis)