Hits: 80
Agnes Priscilla / Salwa Salsabila
Pijar, Medan. Penyandang disabilitas Indonesia hingga saat ini diperkirakan mencapai 11 juta jiwa. Sayangnya, mereka masih saja mengalami berbagai diskriminasi dalam pemenuhan haknya. Diskriminasi ini disebut Ableism.
Dewasa ini, diskriminasi yang diterima penyandang disabilitas di Indonesia semakin sering terjadi. Hal ini terjadi karena kurangnya tingkat tenggang rasa masyarakat Indonesia terhadap penyandang disabilitas. Ada banyak bentuk diskriminasi yang diterima penyandang disabilitas. Salah satunya dalam aspek ekonomi. Di mana pemerintah belum menunjukkan keberpihakan pada penyandang disabilitas. Selama ini pemerintah mendefinisikan kemiskinan hanya dari perspektif ekonomi masyarakat umum saja. Padahal rumah tangga yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas, sangat rentan terhadap kemiskinan karena memiliki pengeluaran yang lebih tinggi untuk biaya perawatan difabel dibandingkan keluarga lainnya.
Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional sekaligus membahas lebih dalam mengenai persoalan diskriminasi kepada penyandang disabilitas terutama dalam dunia kerja, Center of Indonesian Medical Students Activities Universitas Airlangga (CIMSA UNAIR) mengadakan webinar ANEMONE (Ableism in Employment Opportunities) melalui Zoom meeting, pada hari Minggu (13/12) dengan mengangkat tema “Diskriminasi kepada Penyandang Disabilitas Terutama di Dunia Kerja”.
Webinar ini terbagi menjadi dua sesi dengan topik dan pemateri yang berbeda, yang dibuka oleh Tafana Fadhilah selaku moderator. Topik yang dibahas pada sesi pertama, yaitu mengenai Ableism di Indonesia. Pada sesi ini, materi dibawakan oleh Deicy Silvia Wenas selaku Founder The Unspoken Ministry Indonesia. The Unspoken Ministry (TUM) adalah organisasi kemanusiaan non-pemerintah yang didirikan pada tahun 2014 yang menangani masyarakat Tuli. TUM memprakarsai aksi kemanusiaan kepada masyarakat tuli di Indonesia untuk memberikan suasana inklusif, di mana orang tuli dapat diperlakukan setara di dalam lingkungan sosial. Deicy membuka materi dengan membahas betapa pentingnya untuk memperhatikan istilah yang digunakan untuk menyebutkan orang tuli.
“Penyebutan istilah yang kurang baik seperti disable, penyandang cacat, tuna rungu agaknya menjadi jurang atau bahkan tembok pemisah bagi teman-teman yang berkebutuhan khusus dengan masyarakat umum,” jelas Deicy.
Namun, dalam dunia kedokteran istilah “Disabilitas” masih dipergunakan mengikuti istilah dalam Undang-undang. Lebih jelas, Deicy mengungkapkan alangkah lebih baik jika menggunakan istilah “Tuli” dengan T huruf besar.
Deicy mengungkapkan keresahannya menyangkut penolakan terhadap orang-orang yang berkebutuhan khusus di Indonesia. Deicy juga menyinggung mengenai perekrutan CPNS disabilitas hanyalah bentuk formalitas belaka karena pada kenyataannya, di lapangan tidak ada akses khusus seperti bantuan penerjemah bahasa isyarat pada saat ujian CPNS. Menurutnya, ini adalah salah satu bentuk dari penolakan dan ableism yang di lakukan masyarakat umum terhadap penyandang disabilitas di dalam dunia kerja.
Dengan 2,5 juta jiwa masyarakat tuli di Indonesia, Deicy berharap sistem pelayanan sosial bagi teman-teman tuli dan penyandang disabilitas lainnya dapat diperbaiki. Salah satu tempat pelayanan umum yang paling penting untuk teman-teman tuli adalah Rumah Sakit. Deicy berharap seluruh rumah sakit di Indonesia dapat mencontoh Rumah Sakit Advent Lampung yang ramah masyarakat tuli.
Sesi penyampaian materi yang kedua dengan Topik “Tips Mencari Pekerjaan dan Softskill yang harus dimiliki oleh Teman Difabel” oleh Aloysius Bram, Coach Carrier dari Kerjabilitas.com.
Aloysius memulai materi dengan menyampaikan angka penyandang disabilitas yang berjumlah 11,22 juta namun hanya 3 dari 10 diantara mereka yang mendapatkan pendidikan. Lebih lanjut, Aloysius menjelaskan hal penting yang harus dimiliki pelamar selain soft skill yaitu klasifikasi bidang pekerjaan, dokumen lamaran kerja seperti cv, portofolio, dan lainnya.
“Pastikan teman-teman melamar perkerjaan sesuai dengan keterampilan, passion dan dapat menunjang karir” jelas Aloysius. Aloysius memberi pesan kepada teman-teman difabel dalam persiapannya bahwa perlu merencanakan, memetakan karir, dan mengembangkan skill.
Antusiasme peserta webinar ini pun sangat tinggi. Dibuktikan dengan aktifnya para peserta webinar dalam mengajukan pertanyaan di beberapa sesi.
“Jujur kami panitia tidak menyangka peserta tadi sangat bersemangat. Mereka sangat aktif sekali tadi sesi tanya jawab yang dilakukan. Bahkan dengan alokasi waktu yang sudah dilebihkan, masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab. Selain itu, kami sangat bersyukur karena peserta berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Ada teman-teman difabel, murid SLB, mahasiswa IPDN, bahkan sampai mahasiswa hukum,” ungkap Katherine Zam, salah satu perwakilan panitia ANEMONE ketika diwawancarai via Whatsapp. Katherine juga menambahkan bahwa akan ada info-info webinar menarik lainnya yang akan di publikasikan melalui Instagram resmi mereka @cimsaunair.
Webinar ini berjalan baik dan ditutup dengan sesi foto virtual bersama, yang dipandu oleh panitia. “Kalau harapan kedepannya, saya sangat ingin lebih banyak lagi kegiatan yang melibatkan teman-teman difabel dan juga saya mengharapkan langkah tegas dari pemerintah berkaitan dengan Ableism yang ditujukan kepada teman-teman difabel,” pungkas Katherine sembari menutup wawancara.
(Editor: Erizki Maulida Lubis)