Hits: 388

Annisa Van Rizky

Pijar, Medan. Fiksi ilmiah atau Science Fiction merupakan salah satu genre film yang jarang sekali disentuh oleh Produser atau Sutradara tanah air. Selain budget yang tinggi, nyatanya penonton tidak sesuai dengan ekspektasi menjadi salah satu alasan para produser untuk tidak lagi ingin menyentuh genre ini . Tetapi, itu tidak menghentikan langkah Yusron Fuadi untuk bisa berkarya di genre Sci-fi.

Yusron Fuadi lahir di Sleman, 23 Januari 1983. Ia adalah lulusan S1 Jurusan Televisi tahun 2006, kemudian melanjutkan kuliah S2 Magister Penciptaan Videografi dan lulus tahun 2013 di ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta. Ia memulai filmografinya lewat Science Fiction Short berjudul “Pendekar Kesepian” yang menjadi Official Selection, Internation Film Festival Rotterdam, Belanda 2015.

Yusron sukses membuat film panjang pertamanya berjudul “Tengkorak” produksi Akasacara, film yang tayang di bioskop tanah air pada 18 Oktober 2018 lalu. Yusron dalam produksinya, tidak hanya terlibat sebagai produser dan sutradara, tetapi juga berakting sebagai pemeran utama di dalamnya dengan sangat baik. Walaupun dengan budget sedikit, Yusron mampu menyuguhkan Film Tengkorak yang secara visual sederhana dan mampu memukau penonton.

Sebagai pendiri dan juga sutradara di Akasacara Film, Yusron telah menghasilkan beberapa karya film pendek. ‘Akasacara’ sendiri berdasarkan dari nama anak pertamanya. Ia membangun Akasacara Film di tahun 2013 bersama dengan ketiga temannya, saat ia masih kuliah pasca sarjana di Jogja. Tetapi pada akhirnya tersisa ia sendiri dan banyak yang memilih untuk berkarir di daerah asalnya masing-masing. Yusron sempat berpikir ‘Apakah Akasacara akan berumur pendek?”. Tetapi pada kenyataan Akasacara Film tetap berlanjut dan bersama Akasacara Film ia menghasilkan film Tengkorak.

Setelah Tengkorak tayang dan mendapat keuntungan, ia kemudian berani mendaftarkan Akasacara Film menjadi sebuah perusahaan pada akhir tahun 2018. 

Yusron mengungkapkan, pada awalnya ia tertarik membuat genre sci-fi adalah karena kecintaannya terhadap film Star Wars saat kecil yang membuatnya bercita-cita ingin menjadi sutradara Sci-fi. “Nah, kenapa aku pengen bikin Sci-fi adalah karena aku dari dulu memang suka Star Wars dan Star Strek juga. Dari kecil memang aku ingin mendalami spesifik genre itu, biarpun tidak tahu nanti endingnya ingin bikin horor, drama atau musical atau apa” kata nya saat di wawancarai melalui platform Zoom. 

Selain itu, Yusron menjelaskan alasannya ingin membuat gebrakan film Sci-fi di Indonesia, “Menurutku di Indonesia diversity kurang untuk genre itu, kalau kita lihat tetangga kita yang jauh sedikit di Korea, mereka bisa bikin drama bisa bikin horor, bisa bikin thriller dan bahkan bisa bikin film zombie yang rasanya masih rasa Korea. Nah, kalau menurutku film yang dibuat di Indonesia masih sangat terbatas variasinya dan salah satu genre yang agak jarang disentuh oleh produser atau sutradara Indonesia adalah menurutku genre Sci-fi,” tuturnya. 

Ia juga berharap di masa mendatang, Film Sci-fi Indonesia bisa terus berkembang seperti dimulai dari adanya Kompetisi Sci-fi di Indonesia. “Saya ingin yang lain juga tergerak membuat sci-fi, berharap ada kompetisi Sci-fi di Indonesia, karena aku liat Indonesia adalah negara yang kaya akan mitos dan legenda. Kalau kita lihat Hollywood, akhir-akhir ini mereka mengambil Sci-fi itu dari luar amerika karena mereka sudah kehabisan ide,” ungkapnya lagi.

Bermodalkan mitos dan tradisi asal Indonesia, menurutnya hal ini bisa menjadi modal penting untuk keberlangsungan film Sci-fi asli Indonesia. “Sementara kita sudah punya legenda dan mitos dari sejak ribuan tahun yang lalu dan jika itu diotak- atik dikit sudah bisa menjadi Sci-fi. Kita insyaAllah tidak akan kekurangan materi asal kita berani. Dan yang lebih penting adalah Sci-fi Indonesia itu jangan meniru Hollywood,” sambungnya. 

Di tengah pandemi ia tetap produktif untuk menghasilkan karya. Kini, ia tengah di sibukan  dalam menulis naskah untuk film terbarunya yang bergenre Sci-fi Horor, membuat 3D game space combat simulation berjudul “Persia” dan tetap meneruskan  profesinya sebagai Dosen di UGM. Yusron juga membagikan bahwa ia tengah mempersiapkan trilogy di Tengkorak Cinematic Universe. Ia ingin membuat 3 film di universe tengkorak, yang dimana ketiga film itu terjadi paralel dengan film Tengkorak.

 “Kalau ingin berkarya ya berkarya saja. Nekat. Kadang mahasiswa itu, agak takut untuk memulai dan takut untuk memulai membuat film yang tidak realistis. Jangan membatasi genre dan jangan membatasi imajinasi,” ungkapnya.

 Redaktur Tulisan: Hidayat Sikumbang

Leave a comment