Hits: 100

Zain Fathurrahman

Pijar, Medan. Paralayang merupakan suatu olahraga terbang bebas dengan menggunakan parasut yang lepas landasnya dilakukan dengan kaki. Paralayang bisa dilakukan dengan tujuan rekreasi maupun kompetisi. Di Indonesia, olahraga ini dulu disebut dengan Terjun Gunung yang kemudian diubah menjadi paralayang. Pengubahan nama ini diresmikan pada saat berlangsungnya Eksebisi Layang Gantung dan Paragliding oleh Klub Gantolle Bandung pada tanggal 22-23 Mei di Gunung Haruman.

Untuk melakukan lepas landasnya, olahraga paralayang memulainya dari sebuah lereng bukit atau gunung dengan memanfaatkan bantuan angin. Angin yang digunakan sebagai sumber daya angkat yang menyebabkan parasut dapat melayang tinggi di udara terbagi menjadi dua yaitu, angin naik yang menabrak lereng (dynamic lift) dan angin naik yang disebabkan oleh panas (thermal lift). Karena kedua sumber angin itu, penerbang dapat terbang dengan sangat tinggi dan mencapai jarak yang jauh. Menariknya, semua tahap-tahap yang dilakukan pada olahraga ini tidak menggunakan mesin, hanya semata-mata memanfaatkan angin.

Ketika membicarakan tentang sejarah dari paralayang, dapat dikatakan banyak perbedaan opini tentang siapa orang yang pertama kali melakukan paralayang. Banyak orang yang percaya bahwa David Barish adalah pencipta paralayang pada tahun 1960-an. Hal ini dikarenakan bahwa David Barish pada saat itu sedang mengembangkan sebuah alat untuk memulihkan space capsule yang ia namai “Sail Wing” untuk NASA. Dia menguji coba alatnya sendiri pada tahun 1965 di Hunter Mountain, New York.

Penemuan David Barish ini sebenarnya ‘mengambil keuntungan’ dari penemuan Parafoil terdahulu oleh Domina Jalbert yang telah ia patenkan di tahun 1963. Parafoil ini telah terbukti sebagai pelopor dari paraglider yang ada sekarang.

Paralayang sendiri terkenal karena keefisienan peralatan yang dibutuhkannya. Seluruh peralatannya hanya memiliki berat yang berkisar antara 10–15 kg. Seluruh peralatan itu pun juga dapat dimasukkan ke dalam ransel yang dapat digendong di punggung.

Komponen-komponen atau perlengkapan penting dalam olahraga paralayang berupa unit parasut paralayang yang disesuaikan dengan berat dan kemahiran penerbangnya, pelana/harness (tempat duduk untuk pilot/atlet selama penerbangan), parasut cadangan, karabiner, helm, alat pengukur kecepatan. Dibutuhkan pula beberapa peralatan navigasi dan komunikasi seperti GPS, variometer, altimeter dan radio.

Perlengkapan tambahan seperti bantalan pelindung, cockpit, dan pakaian khusus yang bersifat opsional untuk digunakan apabila ingin mendapatkan kenyamanan dan keamanan penerbangan yang maksimal.

Dikutip dari paralayangjatim.or.id, olahraga udara satu ini baru dikenal di Indonesia pada awal tahun 1990. Terbentuknya Kelompok Mega Raya Paralayang Indonesia (MERAPI) di Yogyakarta menjadi awal eksistensi olahraga paralayang. Di Indonesia, paralayang berada di bawah naungan Pordirga Layang Gantung Indonesia (PLGI), sementara PLGI sendiri berada di bawah FASI (Federasi Aero Sport Indonesia). Untuk skala internasional, olahraga ini berada di bawah Commission Internationale du Vol Libre (CIVL).

Paralayang sendiri baru dipertandingkan di Asian Games 2018 lalu, di mana pada ajang tersebut, kontingen Indonesia berhasil menyumbangkan 2 medali emas, 1 medali perak, dan 3 medali perunggu. Medali emas diperoleh pada event Akurasi Tunggal Putra dan Akurasi Beregu Putra, medali perak pada Akurasi Beregu Putri, dan medali perunggu pada Lintas Alam Beregu Putra, Akurasi Tunggal Putri, juga Lintas Alam Beregu Putri. Ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak bersikap pasif terhadap olahraga-olahraga yang jarang didengar dan membuktikan bahwa kualitas atlet Indonesia berada pada tingkat dunia.

(Redaktur Tulisan: Widya Tri Utami)

Leave a comment