Hits: 227

Suryani Agata Sitanggang / Azka Fikri

Pijar, Medan. Apa yang kerap kali terlintas di benak kalian ketika mendengar kata cantik? Ya, cantik identik dengan tampilan fisik seperti rambut terurai panjang, kulit putih, kaki jenjang, hidung mancung, dan seakan tiada cacat di bagian fisik. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa masih beginilah persepsi sebagian besar masyarakat kita mengenai apa itu sebenarnya standar kecantikan. 

Tidak jarang kita mendengar celotehan dari seseorang yang tanpa berpikir dan dengan gampangnya mengkritik tampilan luar dari diri kita. Mereka memang bilang kamu cantik, namun kata itu tidak berkahir, sering sekali diikuti dengan kalimat-kalimat yang sesuai dengan ekspetasinya. 

“Cantik, hemm andai badanmu lebih langsing lagi, andai kulit mu putih mulus, andai rambutmu panjang terjuntai indah, andai wajah mu mulus, andai… andai…dan andai” ujarnya. Jika diteruskan semua kalimat itu hanya akan menyanyat hati. 

Ketika sudah berusaha sesuai ekspetasinya, tetap saja celaan menghampiri lagi, “Cantik, namun terlalu putih kesannya jadi pucat, kurus sekali seperti kurang vitamin, tingggi sekali seperti tiang”. Tanpa disadari kalimat seperti ini sering sekali terlontarkan ketika bersama teman atau bahkan orang yang tidak kita kenal, tapi kita seakan Tuhan yang bisa menghakimi fisiknya.

Makna kecantikan tidak sesempit itu, ia dapat diartikan sebagai sesuatu yang membuat kita nyaman, sesuatu yang kita sukai, sesuatu yang menarik atau memesona sehingga mampu membuat kita senang. Dengan begitu, kecantikan merupakan sebuah perasaan senang yang muncul dari persepsi setiap individu.

Kecantikan yang dianggap selama ini hanya melekat pada fisik semata. Padahal kecantikan tidak lahir secara tunggal namun secara keseluruhan baik fisik, tindakan, finansial, maupun spiritual. 

Standar kecantikan sesuatu hal yang setiap saat muncul di hidup kita. Lebih tepatnya standar ini dibuat oleh setiap orang. Persepsi kecantikan atau standar kecantikan seperti ini yang mendorong seseorang mau tidak mau berusaha sedemikian rupa menjadikan dirinya seperti standar yang berlaku di tengah masyarakat.

Fenomena ini memang sudah tak asing lagi bagi kita, perempuan cantik dipandang sebagai perempuan yang sempurna secara tampilan fisik serta mampu menarik perhatian banyak orang. Standar kecantikan dari masa ke masa pun selalu mengalami perubahan seiring berkembangnya waktu, seperti di Indonesia sendiri sudah beberapa kali mengalami perubahan standar kecantikan. 

Dikutip dari Brilio, di tahun 1998 standar kecantikan digambarkan melalui tokoh Sita yang pada zamannya dianggap memiliki kecantikan dan berperilaku baik bercahaya laksana rembulan lalu. 

Ketika Indonesia mulai dijajah oleh pemerintahan kolonial Belanda, standar kecantikan pun mulai mengarah sesuai standar mereka, dengan menggunakan produk kecantikan sederhana yang beredar. Standar kecantikan juga berkembang ketika era penjajahan Jepang melalui majalah Djawa Baroe. Tidak berhenti di masa penjajahan saja, standar kecantikan selanjutnya pun kembali berubah dan mulai dipengaruhi oleh segala produk kecantikan yang lebih bervariasi. Hal ini mendorong perubahan persepsi masyarakat tentang standar kecantikan.

Masuk ke era modern, standar kecantikan semakin kompleks dan beragam. Media pun ikut berperan terhadap masuknya berbagai pemahaman tentang standar kecantikan. Seperti cantik ala Korea, cantik ala Eropa, dan standar kecantikan lainnya. Di era modern ini, usaha yang dilakukan untuk menjadi cantik pun semakin beragam, mulai dari yang sederhana hingga ekstrim. Mulai dari yang murah hingga mengeluarkan banyak biaya untuk perawatan di klinik kecantikan. 

Lantas, apakah persepsi tersebut benar dan baik untuk semua kalangan? Dan apakah semua pihak mendapat dampak yang baik dari standar yang timbul di tengah masyarakat tersebut? Mari kita meluruskan pandangan dan persepsi miring ini agar terjadi perubahan lebih baik ke depannya. 

Ada 3 hal penting yang harus kita tanamkan pada pikiran kita mengenai standar kecantikan ini: 

1. Ubah pola berpikir 

Setiap orang berhak menyandang kata cantik, karena apa? Karena sesungguhnya cantik tidak hanya dilihat dari fisik saja. Jika kebanyakan orang berpikir defenisi cantik hanya sebatas tampilan fisik saja, maka mulailah dari diri sendiri terlebih dahulu untuk melakukan perubahan terhadap pola pikir itu. 

Mulailah berpikir terbuka bahwa kualitas kecantikan diri sendiri berasal dari ketulusan hati, rasa senang, karakter yang baik, serta penerimaan diri secara utuh. 

Kecantikan tidak seharusnya menyiksa diri. Dengan kita menerima diri kita secara utuh, merasa nyaman dengan diri sendiri, dan mengembangkan potensi yang kita miliki, kita akan merasa puas akan diri kita sendiri baik secara fisik, mental, maupun spiritual. 

Kalau kita sudah terbiasa dengan pola pikir terbuka terhadap kecantikan, kita akan mudah untuk menghentikan pembicaraan mengenai penilaian fisik terhadap orang lain. Karena pada kenyataannya, banyak permasalahan yang lebih penting daripada fisik.

Sebab, jika bukan diri kita yang terlebih dahulu mengapresiasi kecantikan alami yang kita miliki, lantas siapa lagi? 

2. Jangan hidup di bawah standar yang dibuat oleh orang lain 

Kebanyakan perempuan ingin tampil cantik dan tidak ada yang salah dengan itu. Yang terpenting dan harus diingat adalah jangan mau mengikuti ukuran cantik yang dibuat oleh orang lain. Ambil defenisi kecantikanmu sendiri. Standar kecantikan yang tidak memanusiakan kita sebagai manusia sudah seharusnya ditinggalkan.

Semakin kita dewasa, seharusnya kita pun semakin bijak dalam bertindak, berpikir, dan mengambil keputusan. Jika standar kecantikan yang berlaku di masyarakat sebatas tampilan fisik yang dianggap sempurna, lantas apakah kita juga harus mengikuti standar itu? Jawabannya tidak, karena cantik adalah bagaimana kita bisa merasa nyaman dan bebas dengan pilihan yang kita buat sendiri.

Alih-alih kita hidup di bawah standar yang dibuat oleh orang lain. Alangkah lebih menyenangkan dan memuaskan hati ketika kita mampu mengekspresikan kecantikan diri dengan standar yang kita buat sendiri. 

Coba bayangkan betapa menjenuhkannya bila semua manusia memiliki badan kurus, kulit putih, rambut lurus. Tidak perlu menjadikan opini tersebut sebagai standar yang harus diseragamkan, ketahuilah bahwa kita dibekali sesuatu yang lebih cantik dari yang kita duga yang bahkan hanya ada satu di dunia, yaitu wajah alami kita.

Kamu perempuan yang keriting, keribo, atau memutuskan punya potongan rambut yang super pendek, teruskan saja, kenapa harus terganggu dengan ekspektasi orang lain? Kekayaan ekspresi itu memiliki pesonanya sendiri. Fungsi rambut pun tidak hanya estetika belaka melainkan identitas yang melekat kuat. Warna rambut sekali pun menggambarkan kepribadian seseorang. Rambut bukan sebuah mahkota apabila perempuan tak percaya diri mengekspresikannya. 

3. Nyaman dengan diri sendiri

Apakah hanya dengan mencintai diri sendiri sudah cukup? Tentu tidak, kita perlu merasa nyaman akan diri kita sendiri. Ketika kita sudah nyaman dengan sesuatu hal pasti akan timbul rasa senang.

Ketika kita senang, maka citra diri yang kuat pun akan keluar secara spontan dan natural. Percuma saja kita melakukan diet, melakukan pelurusan rambut, menggunakan krim pemutih kalau kita sendiri tidak nyaman dengan perbuatan tersebut. Lakukanlah apa yang membuatmu merasa nyaman.

Tahukah apa dampak positif lain ketika kita sudah nyaman dengan diri kita sendiri? Kita dapat menambah rasa kepercayaan diri kita di tengah masyarakat. Cantik adalah tentang kenyamanan dan kepercayaan diri. Jangan pikirkan apa kata orang, tapi pikirkan apa yang membuat kita nyaman untuk melakukannya.

Maka dari itu, sudah saatnya kecantikan diperluas. Tidak hanya tentang sesuatu yang bersifat bawaan dari lahir. Hal itu akan membuat kecantikan semata hanya kata benda, padahal kecantikan seharusnya juga kata kerja.

Mulailah ntuk menerapkan 3 hal ini pada dirimu sendiri. Ketika kita bisa menerapkannya, percayalah di kemudian hari standar kecantikan perlahan akan tenggelam. Seseorang menjadi cantik karena tindakannya, perbuatannya, dan aktivitasnya. Barang siapa yang dapat berbuat baik kepada sesama, itulah secantik-cantiknya perempuan.

Cantik itu tidak hanya berani mempunyai mimpi dan ambisi, tapi juga kemurahan hati dan empati. Sebab, perempuan bukanlah sebuah pandangan. Dan kecantikan bukan untuk diperlombakan.

(Redaktur Tulisan: Intan Sari)

Leave a comment