Hits: 21

Yayang Prili Wandari/Intan Sari

Pijar, Medan. Departemen Antropologi Fakultas llmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) menyelenggarakan Seminar Nasional Manusia dan Kebudayaan di Aula FISIP USU, Kamis (25/10). Dengan tema Multikulturalitas, acara ini dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan RI dan Guru Besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Meutia Farida Hatta Swasono, beserta jajaran dosen dan Antropolog Indonesia lainnya.

Seminar yang diselenggarakan selama dua hari ini bertujuan untuk memperkenalkan keanekaragaman budaya di Indonesia. “Seperti yang dikatakan oleh Prof. Meutia Hatta, Indonesia adalah negara yang penduduknya bersifat multikultural, yang ditunjukkan oleh berbagai kebudayaan dari aneka ragam suku bangsa, karena itulah kita angkat tema ini. Selain juga untuk mengkaji kehidupan sosial-budaya masyarakat Indonesia,” terang Niki, salah satu panitia seminar.

Suasana Seminar Nasional Manusia dan Kebudayaan di Aula FISIP USU, kamis (26/10). (Fotografer: Intan Sari)
Suasana Seminar Nasional Manusia dan Kebudayaan di Aula FISIP USU, kamis (26/10).
(Fotografer: Intan Sari)

Ada tiga sub tema terkait acara ini, yaitu Multikultur, Local genius, serta Budaya Organisasi. Acara yang diselenggarakan lebih cepat daripada jadwal yang sebelumnya ditentukan ini mengundang antusiasme dari berbagai kalangan, salah satunya adalah Akbari Nur Jannah Mahasiswa Antropologi USU 2017.

“Acara ini bagus untuk kita sebagai anak muda yang kritis mengenai multikulturalis karena banyak dari kita yang memilih teman jika berasal dari kampung yang sama, dari suku yang sama, dan memiliki teman yang sama setiap saat,” ujar Jannah.

Pendapat yang sama disampaikan oleh Ketua Departemen Antropologi Sosial USU, Dr. Drs. Fikarwin, M.Antropologi, “Seminar ini dilaksanakan untuk membuka diskusi mengenai multikulturalis di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara. Selain itu, juga sebagai wadah untuk saling berbagi informasi antara sesama peneliti.”

Ia menambahkan seminar ini juga berguna untuk generasi muda saat ini mengingat pentingnya menanamkan semangat toleransi memasuki tahun-tahun politik. “Sekarang kan Indonesia sedang panas memasuki masa pemilihan presiden, nah kita buat acara ini untuk mengenalkan bahwa perbedaan ada untuk dipahami bersama, perbedaan bukanlah pemecah namun bagian dari kebudayaan,” tambahnya.

(Redaktur Tulisan: Maya Andani)

Leave a comment