Hits: 38
Alfi Rahmat Faisal
Pijar, Medan. Bagi Salsa, menulis itu bukan hanya soal menghadirkan karya, lebih dari itu, menulis adalah tentang sebuah perjalanan. Seperti kata Pram, perjalanan menuju keabadian.
Tak kurang dari delapan karya yang sudah ia hasilkan, di usia yang muda bahkan terbilang belia, Salsa Putri Sadzwana sudah mengawali karirnya di dunia kesusastraan sejak kelas 4 SD. Tak tanggung-tanggung, saat itu cerita pendek Salsa menembus harian nasional Media Indonesia.
“Awal menulis cerita itu sejak kelas 4 SD. Pertama kali menulis itu ngirimnya ke penerbit Mizan dan sempat ditolak. Waktu itu buat tulisannya 3 bulanan langsung ditolak, sempat nge-drop jadi sempat vakum selama dua tahun,” ungkap gadis kelahiran Medan 17 tahun silam ini.
“Waktu kelas 6 SD mulai menulis lagi waktu itu sudah mau dekat UN, ada perlombaan tupperware helping children, Alhamdulillah masuk 5 besar. Setelah itu ikut pelatihan bersama Helvy Tiana Rosa, Syahnaz Haque. Setelah itu semangat lagi menulis. Apalagi pulang dari kegiatan itu dapat kabar kalau cerpen yang pernah dikirim di Media Indonesia ternyata diterima. Alhamdulillah, pertama kali dapat royalti dari situ,” kisah gadis yang 5 Agustus nanti genap berumur 17 tahun.
Salsa kecil sudah menunjukan ketertarikannya terhadap dunia yang sedang digelutinya saat ini. Berawal dari hobi membaca yang tidak dapat dibendung, Salsa bermetamorfosa menjadi anak yang lekat dengan berbagai bacaan. Sejak kecil ia sangat menggilai serial Lima Sekawan karya Enid Blyton, Charlie and Chocolate Factory karya Roald Dahl dan juga serial Narnia karya CS Lewis. Untuk karya lokal, ia sangat tergila-gila pula pada serial Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan juga trilogi Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Kegemarannya akan membaca inilah yang kemudian mengantarkan ia pada bakat terpendamnya selama ini, menulis.
“Awal hobi nulis karena sering baca buku di perpustakaan. Jadi, dulu itu buku apa aja dibaca. Waktu main ke Gramedia liat buku yang ditulis sama anak-anak umur 7, 8, 9 tahun. Jadi termotivasi. Mereka aja bisa masa aku enggak,” kisah penggemar karya-karya Sir Arthur Conan Doyle dan J.K. Rowling ini.
Jika banyak penulis seusianya menulis kisah yang tidak jauh-jauh dari percintaan, Salsa berbeda. Ia lebih suka menulis cerita bergenre horor dan anak.
“Salsa pernah ikut lomba cerpen horor dan menang di genre horor. Akhirnya Salsa tertarik terus menulis cerpen horor. Dan setelah itu terbit kumpulan cerpen Salsa judulnya Anonimous Letter sejak itu tertarik merambah ke dunia horor,” ujar gadis berkacamata ini.
Soal kecintaanya akan cerita horor, tak jarang ia mendapatkan pengalaman buruk dari cerita yang ia tulis. Menurutnya menulis cerita horor itu punya tantangan tersendiri.
“Dulu punya teman yang punya indra keenam. Dia punya teman khayalan gitu. Jadi, waktu itu pernah nulis tentang teman imajinasinya itu. Gara-gara nulis itu, Salsa pernah diganggu teman gaibnya tersebut. Ia gak mau kisahnya di publish. Sejak itu gak mau nulis yang kisah nyata lagi, lebih yang benar-benar fiksi aja,” kisah gadis yang bercita-cita menjadi duta besar ini.
Bagi Salsa, menulis dan membaca adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Ia pun berharap semangat membaca dan menulis dapat ditularkan ke anak muda lainnya. Menurut Salsa, minat membaca anak-anak muda saat ini cenderung menurun. Ia membandingkan dengan Jepang yang punya semangat membaca sangat baik.
“Minat baca masyarakat Indonesia Cuma 0,1 persen. Indonesia di urutan 64 dari 65 negara dengan minat baca terendah. Ini yang membuat Indonesia itu terbelakang. Beda banget sama Jepang, mereka dimanapun menunggu dengan membaca. Sementara di Indonesia dimanapun main gawai. Jadi, ini yang harus digalakkan,” ungkap Salsa.
Lebih lanjut, ia pun berharap banyak generasi muda yang mau meluangkan waktunya untuk menulis dan membaca. Sebagai siswa ia juga berharap adanya peran sekolah dalam membangkitkan budaya literasi.
“Sekolah harusnya bisa menjadi tempat untuk membangkitkan semangat literasi di kalangan muda. Misalnya sekarang ada program SMA literasi. Dimana, setiap buku yang dibaca oleh siswa harus dibuat resensinya. Ini bisa jadi media belajar yang baik.
Salsa memandang menulis bukan hanya sekedar hobi, tapi lebih dari itu. Ia sendiri sudah banyak merasakan hasil dari kegigihannya sejak belia.
“Nulis ini sebenarnya hobi yang dibayar Jadi, karena menulis Salsa bisa naik pesawat. Ikut program-program, tau Jakarta Bandung, ikut roadshow, ketemu penulis-penulis besar seperti Taufik Ismail, ke Kemendikbud. Itu suatu hal yang membanggakan dan gak pernah dapat di sekolah. Jadi, mau pendidikan apapun kita harus bisa nulis. Mau itu dokter, arsitek atau apapun. Jadi, nulis inilah yang tidak bisa di dapatkan di pendidikan formal di sekolah. Karena dengan menulis kita searching, kita bisa tahu banyak,” ungkap gadis berkacamata dan berlesung pipit ini.
Salsa mengakui bahwa menulis sudah menjadi bagian yang melekat di dalam dirinya. Menulis adalah jiwanya. Ia beranggapan, sepintar apapun seseorang, sehebat apapun profesinya suatu hari kelak. Jika ia tidak menulis, itu sama saja ia tak pernah lahir di dunia ini.
“Karena bagi Salsa, menulis itu bukan hanya soal menghadirkan karya, lebih dari itu, menulis adalah tentang sebuah perjalanan. Seperti kata Pram, perjalanan menuju keabadian. Keabadiaan untuk dunia yang akan ditinggalkan suatu hari nanti. Karena Salsa ingin memberikan sumbangsih kepada dunia ini, lewat tulisan,” tutup Duta Pendidikan, Seni dan Budaya Indonesia Youth Icon 2016
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari dalam masyarakat dan dari sejarah.”-Pramoedya
Karya-karya Salsa:
KKPK Juice Me Tersandung Hobiku (Dar! Mizan, 2013), PCPK My Spooky Moment (Nourabooks, 2013), PCPK Pesulap Misterius (Nourabooks, 2014), Komik Fantasteen 14: Red Midnight Vampire (Muffin Graphics, 2014), Spooky Stories Revenge (Nourabooks, 2015), Fantasteen Anonymous Letter (Dar! Mizan, 2015), PCPK Move On! (Nourabooks, 2015) dan juga Fantasteen Scary Dark Journey (Dar! Mizan, 2015).