Hits: 385
Atika Putri
Judul : Kei
Pengarang : Erni Aladjai
Penerbit : Gagasmedia
Tebal : 254 Halaman
ISBN : 979-780-649-9
Terbit : 2013
Kategori : Novel
Pijar, Medan. Kei mengisahkan tentang perang saudara yang terjadi di Ambon, ibukota Maluku yang kemudian menyebar ke pulau-pulau lain di Maluku. Salah satunya ke pulau Kei. Pulau yang selama ini dikenal damai, pulau yang masyarakatnya hidup penuh toleransi di tengah keragaman agama dan suku. Pulau yang masyarakatnya menjunjung tinggi adat dan ajaran leluhur. Namun kuatnya sentimen agama sanggup membuat pulau Kei bergolak. Umat Islam dan Kristen saling bermusuhan. Saling serang antar desa pun tak terelakkan.
Bagi Namira Evav, Kei yang merupakan tanah kelahirannya itu adalah surga. Namira tinggal di Elaar. Sebuah pulau di pantai Timur Selatan Kei. Gunung, pantai pasir putih yang membentang. Suara ombak pecah, karang, perahu-perahu. Cahaya bulan purnama di atas permukaan laut. Tiupan kerang di malam-malam yang magis, semua itu bagai suara dengung sayap peri. Elaar adalah perkampungan peri yang tersembunyi baginya.
Suatu hari Namira beserta sahabatnya, Mery baru saja selesai menarikan tarian adat dalam pesta adat tutup sasi. Tiba-tiba seorang pemuda datang mengabarkan bahwa Elaar akan diserang. Semua orang yang menghadiri pesta adat tersebut terkejut dan dilanda ketakutan. Tak terkecuali Namira dan Mery. Dua sahabat beda agama yang sangat menyayangi satu sama lain. Ya, Namira seorang muslim dan Mery Katholik.
Beberapa hari setelah itu, masih di bulan Maret tahun 1999. Namira melihat orang-orang tak dikenal berlarian membawa batu, parang-parang panjang dan memanggul senapan. Namira kaku, tubuhnya tak bergerak hingga akhirnya seseorang menariknya ke hutan dan kehidupan barunya dimulai.
Namira mengungsi di desa Langgur, bersama orang-orang yang bernasib sama dengannya. Ia tidak mengetahui keberadaan orangtuanya. Namira tak sempat menemui mereka saat penyerangan terjadi. Hingga di suatu malam ia bertemu dengan seorang pemuda asal desa Watran bernama Sala. Setelah desanya juga mengalami penyerangan, Sala memutuskan menjadi sukarelawan di Langgur untuk membantu para pengungsi. Awalnya Sala membantu Namira melepaskan potongan kaca yang menancap di kakinya.Hingga perhatian-perhatiannya yang lainnya terhadap gadis itu pun berlanjut. Mereka semakin dekat. Namira senang mendengarkan Sala bercerita tentang apa saja. Benih-benih cinta tumbuh di hati mereka.
“Kerusuhan tak hanya mengantarkan orang-orang pada sejarah masa lalu. Pada petuah leluhur. Pada ketakutan akan permusuhan. Rusuh juga melahirkan cinta yang misterius di tenda-tenda pengungsian. Cinta yang melintasi batas agama. Cinta yang tumbuh dalam masa perang berlangsung.”
Sala yang merupakan seorang Protestan tak membuatnya ragu untuk mencintai Namira yang seorang muslim. Bahkan Sala berniat untuk segera menikahi Namira. Namun, mereka harus bersabar karena Langgur pun ikut rusuh dan Namira terpaksa mengungsi ke Evu. Sedangkan Sala tetap tinggal di Langgur. Sala berjanji akan menemui Namira di Evu saat kerusuhan telah reda. Tak lama, Evu pun ikut kacau dan Namira ditarik seseorang untuk menaiki sebuah kapal yang akhirnya membawanya ke Makasar.
Sala mencari Namira ke Evu namun ia tak berhasil menemukannya. Mereka terpisah. Sala merindukan Namira begitu pula sebaliknya. Karena merasa gagal menemukan Namira, akhirnya Sala memutuskan untuk ke Jakarta bersama temannya. Kehidupan yang pernah diimpikan Sala tidak terjadi di kota tersebut. Ia menjadi anak buah seorang penagih hutang yang menawarkan jasa pembunuh bayaran. Sala terpaksa melakukan kejahatan yang selama ini sangat dihindarinya. Kehidupannya berubah semenjak terpisah dari Namira.
Novel karya Erni ini sangat menarik untuk dibaca. Erni mampu menggambarkan kerusuhan Kei dengan baik. Juga menjelaskan adat dan leluhur Kei yang selama ini belum diketahui banyak orang. Alur cerita yang kompleks menambah daya tarik novel ini. Penggambaran yang jelas dibuat pengarang semakin mendramatisir cerita. Pengarang mampu mempermainkan emosi pembaca apalagi dengan menghadirkan ending yang sulit ditebak dan sangat menyentuh.
Banyak tragedi menyedihkan yang dihadirkan. Suasana perang yang dalam novel ini sangat terasa penggambarannya. Hiruk pikuk kerusuhan, orang-orang yang membutuhkan pertolongan dibuat pengarang dengan bahasa yang pas dan mudah dimengerti. Tidak heran jika novel ini menjadi novel unggulan “Sayembara Menulis Novel DKJ”. Dan pengarangnya sendiri juga memang memiliki bobot menulis yang baik. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan pengarang dalam ajang bergengsi. Seperti memenangi lomba menulis cerpen JILFest tahun 2011 dan sayembara cerpen bersambung Femina pada tahun 2012. Jadi tak perlu ragu untuk menjadikan novel ini sebagai bacaan di kala senggang dan menambah koleksi anda.