Hits: 33
Indah Ramadhanti/Thiara Figlia Chandra
“Porsi pertama akan mengubah nasibmu.
Porsi kedua akan mengubah nasib keturunanmu.
Porsi ketiga akan mengubah dunia sebagaimana keinginanmu.”
Pijar, Medan. Kembali lagi, Dee Lestari menyuguhkan kita dengan karya ke-11 nya yang berjudul Aroma Karsa. Novel yang bertemakan tentang sejarah ini berhasil menjadi best seller nasional di tahun yang sama dengan dirilisnya novel tersebut.
Dibuka dengan kisah Janirah yang akan menjemput mautnya, ia menyampaikan satu wasiat kepada Raras Prayagung, cucunya. “Carilah Puspa Karsa”, tanaman yang konon katanya sangat sakti dalam memberikan segalanya. Usut punya usut, Puspa Karsalah yang merubah nasib Janirah yang tadinya hanyalah seorang anak dari abdi dalem menjadi pengusaha parfum terkenal di se-antero negeri.
Sayangnya, Puspa Karsa ini tidak ada yang mengetahui bagaimana bentuk dan baunya. Hanya orang tertentu sajalah yang bisa menemukan Puspa Karsa yang sakti ini. Melalui wasiat Janirah, Raras pun memulai misinya.
Jati Wesi adalah laki-laki berperawakan tinggi dengan kulit cokelat matang yang sedari kecil tinggal di TPA Bantar Gebang. Dengan hidung tikusnya, julukan yang diberikan kepadanya, ia sangat lihai dalam menggunakan penciumannya. Tinggal di antara gunungan sampah membuatnya mengenali berbagai macam bau yang berhiliran di hidungnya. Mulai dari bau bunga, sampah, bahan kimia, kotoran binatang, bangkai binatang, hingga bangkai manusia, hidung Jati tak akan tertandingi. Sampai suatu ketika, hidung tikusnya itu membawa musibah yang membuatnya berurusan dengan seorang Raras Prayagung, cucu dari Janirah.
Dengan adanya Jati Wesi, semangat Raras Prayagung untuk mencari Puspa Karsa pun menggebu. Raras percaya, bahwa Jati adalah orang yang tepat dalam memuluskan misinya mencari tanaman sakti itu.
Tanaya Suma adalah anak perempuan dari Raras Prayagung yang memiliki kemampuan yang sama dengan Jati Wesi. Suma, panggilannya, yang selama ini dipercayakan Raras sejak kecil untuk mencari Puspa Karsa perlahan-lahan kehilangan kepercayaan ibunya untuk menemukan tanaman itu. Suma yang hidupnya sudah digariskan oleh ibunya dengan harta yang berlimpah merasa terancam posisinya dengan kehadiran Jati Wesi di hidupnya. Sebab, walaupun mereka memiliki kemampuan yang sama, Suma memiliki gejala hiperosmia — kondisi ketika seseorang terlalu sensitif atau peka terhadap bau tertentu yang dapat membuatnya muntah berat ketika bertemu dengan bau yang tidak diterima oleh hidungnya. Sedangkan Jati, tidak. Dengan misi yang sama, Jati dan Suma berlomba dalam mencari Puspa Karsa, tanaman yang dapat mewujudkan segala keinginan dengan mengandalkan penciuman mereka yang ajaib.
Novel karya Dee Lestari ini akan membawa kita pada masa lampau yang membuat kita ikut andil dengan membacanya. Dikemas dengan sedemikian rupa, Dee Lestari berhasil membuat karyanya menjadi best seller nasional untuk kesekian kalinya. Dengan alur yang menarik, pembaca akan dibuat terpukau dengan sisipan-sisipan sejarah yang mengalir di setiap kita membacanya.
Dari sekian banyak kisah yang telah diramu Dee Lestari dengan baik, nampaknya Aroma Karsa memiliki identitasnya sendiri. Sebelum turun ke tangan penerbit, kisah pencarian Puspa Karsa ini sudah dirilis dengan format digital setiap dua kali seminggu secara bersambung. Hal ini ternyata memberikan pengalaman baru bagi Dee karena ia dapat mengamati langsung respon pembaca, membiarkan pembacanya memberikan kritik dan saran baik secara editorial maupun hal – hal teknis.
Selain itu, di antara beberapa karyanya, Aroma Karsa memiliki kumpulan materi proses riset dan kreatif Dee Lestari selama mengerjakan buku ini yang didokumentasikan dengan baik. Kumpulan hasil risetnya ini telah dirilis secara digital melalui Bookslife saat proses pencetakan novelnya telah rampung, dengan judul Aroma Karsa: Di Balik Tirai. Tentu, hal ini kembali memberikan kita sensasi yang berbeda dalam membaca sebuah karya. Tidak hanya disuguhkan suatu kisah yang apik, tapi pembaca dibiarkan melihat sumber ide sang penulis dalam menuliskan karyanya. Dee membiarkan pembacanya berimajinasi dengan secara bebas yang kemudian ia lampirkan fakta–fakta di lapangan yang membentuk imajinasi pembaca tadi semakin nyata.
Untuk kali ini, karya Dee Lestari bukan hanya dapat dibaca dan dirasakan, tapi juga dibaui. Kata – kata yang ia torehkan dalam lembaran Aroma Karsa, secara tidak langsung mengaktifkan saraf penciuman kita, para pembaca. Kemudian, menyadarkan kita, seperti yang terdapat dalam Aroma Karsa bahwa indra yang pertama kali terbentuk di janin adalah penciuman dan dunia ini sesungguhnya adalah dunia aroma. Penciuman adalah jendela pertama manusia mengenal dunia karena manusia lebih mudah dipengaruhi oleh yang tidak sterlihat.