Hits: 13
Oleh MUHAMMAD ROZY RIZJYANSYAH
(Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sastra Indonesia)
Selaras, sehidup, selantang
Betapapun susahnya itu sebuah situasi
Lama juga kau berkelana
Dengan membawa rangka penuh derita
Kombinasi kedua asas watak manusia
Menyelinap dilubang kecil tak berguna
Disuatu hari medan tanah lapang
Bersatu berdampingan dengan ikatan sutra
Seragam oleh satu rupa
Cengkrama kita berkumpul kelana atas nama cinta
Manusia beraneka wajah beragam hijab
Ada ekspresi terkombinasi dan ekspresi tak terkombinasi
Sebuah melati dipandang hina
Hanya karena satu kelopak gugur tak disengaja
Perlahannya dia jatuh ditepi sudut semak belukar
Gerangan manusia biadab mengaum di tengah hutan
Akhirnya melati gugur dipijakannya
Maunya dia menangis, mengadu, dan mengaduh
Ras melati terakhir dari empunya
Balas dendamnya tak terjamahkan dalam gersang rumput ilalang
Tak puas hati manusia dengan sekali
Sadari nafsu membuncah, dia kembali menata
Kini, logika beralaskan kenikmatan siap diluncurkan
Banyak saksi berjuta pasang mata
Mata mereka melihat tapi lensanya pecah
Kelihatan gelap rasa panca indera bernama mata
Akan tetapi gugurnya melati tak jadi pahlawan
Dia mati tanpa nama dosanya pun tak terhingga
Dipandang hina dari sebelah mata
Oleh Sang pemuja manusia berdansa
Satu melati putih memusnahkan melati merah dan melati lainnya
Tak bermakna demikian bahwa mati satu tumbuh seribu
Alu hidup menyeruak ke seluruh penjuru langit dan dunia
Arena hidup yang melangkah bersama sandiwara murahan
Sang Tuhan dan manusia itulah yang tahu
Tentang siapa sang melati