Hits: 59

Najla Khairani 

Pijar, Medan. Badan Kemenkoan Pergerakan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (BEM USU) yang terdiri dari Kementrian Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa, Kementerian Kajian dan Pencerdasan Isu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, dan Kementerian Aksi Media dan Propaganda telah mengunggah postingan kolaboratif bertajuk “Awas! Militer Masuk USU” pada hari Sabtu (19/4/2025).

Postingan ini merupakan hasil kerja sama BEM USU dengan Bangsa Mahardika, salah satu platform yang bergerak dalam isu-isu masyarakat sipil.

Dalam unggahan tersebut, mereka menyampaikan sikap penolakan yang sama, bahwa gerakan seluruh mahasiswa, tanpa terkecuali masyarakat Indonesia hari ini adalah anti-militerisasi. Mereka juga menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi ancaman supremasi sipil yang ditimbulkan oleh implementasi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). BEM USU mengaku pernah mendapat tawaran untuk menggelar diskusi publik di kampus. Namun, mereka memilih untuk menolaknya.

“Kami, BEM USU sempat ditawarkan untuk membuat kegiatan diskusi publik di kampus. Namun, secara tegas kami sampaikan penolakan tersebut,” ucap Muzammil Ihsan, Ketua BEM USU periode 2024 – 2025.

Kegiatan serupa diketahui telah berlangsung di universitas-universitas lain di Sumatera Utara. Namun, BEM USU berkomitmen untuk mengawal kebijakan aktivitas kampus agar tetap bebas dari intervensi militer yang masuk ke USU. Situasi ini dipandang sebagai akibat dari pengesahan revisi Undang-undang TNI yang terjadi pada tanggal 20 Maret 2025 lalu oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Ada beberapa langkah yang layak dilaksanakan oleh pihak kampus, seperti memberikan edukasi dan advokasi kepada seluruh mahasiswa/i, terkhusus mahasiswa/i baru. Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi kuliah umum tentang penegakan aturan, serta kebijakan kampus tentang penanganan apabila ada aparat yang masuk ke lingkungan kampus USU.

Gary Timothy Hasian Purba, selaku dosen program studi Ilmu Politik USU menyampaikan tanggapannya terhadap isu ini.

“Menurut saya sendiri, aparat penegak hukum (polisi) bisa saja masuk ke lingkungan kampus. Tapi, perlu diingat untuk tidak melanggar otonomi kampus itu sendiri. Sedangkan, tupoksi TNI bukan untuk menegakkan hukum. Adapun otonomi kampus yang tertuang di dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 yang mencakup kebebasan akademik dan otonomi keilmuan. Perguruan tinggi memiliki kebebasan dalam mengatur tata kelola internal,” ucapnya.

Hadirnya aparat ke dalam kampus ini membuat ruang gerak dan kritis dari seorang mahasiswa terkikis oleh adanya intervensi dan intimidasi tersebut. Oleh karena itu, kehadiran aparat harus selalu menjadi perhatian penuh bagi seluruh pemangku kepentingan untuk meminta aparat TNI kembali ke barak dan bekerja sesuai tugas dan fungsinya.

(Redaktur Tulisan: Kelly Kidman Salim)

Leave a comment