Hits: 10
Josephine / Marshella Febriyanti Hutabarat
Pijar, Medan. Aktivitas olahraga seperti pencak silat, ramai digemari oleh generasi muda Indonesia. Berawal dari niat dan kemauan yang keras, serta dibantu dengan pengalaman yang sudah ada, lahirlah suatu keahlian bela diri asal Kisaran. Bela diri ini dinamakan Warisan Leluhur Tunggal Pusaka Tradisional Indonesia.
Warisan Leluhur Tunggal Pusaka Tradisional Indonesia merupakan kegiatan bela diri dari sebuah perguruan pencak silat, yang biasa dikenal dengan singkatan Walet Puti. Olahraga ini didirikan oleh Bapak Sofyan Ratta pada tanggal 16 Agustus 1970 di Kisaran, Sumatera Utara.
Pada tanggal yang sama pula, Walet Puti resmi dibuka untuk umum. Seni bela diri ini juga telah menjadi anggota dari Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), yaitu organisasi yang menghimpun perkumpulan-perkumpulan silat seluruh Indonesia.
Selama perjalanannya, Walet Puti telah berkembang di beberapa wilayah Indonesia seperti Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung. Tak hanya itu, pencak silat ini juga mengepakkan sayap hingga DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, D.I.Y, Banten, dan Bali. Bahkan, Walet Puti sempat masuk ke negara asing, seperti Malaysia, Belanda dan juga Maroko.
Tak dapat memungkiri, Walet Puti berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk peragaan jurus silat terbanyak pada 23 Agustus 2020. Bahkan, dalam rangka memperingati ulang tahun emasnya, Walet Puti memeragakan sebanyak 50 jurus silat.
Di samping itu, Walet Puti juga termasuk salah satu kegiatan yang sering ditampilkan di setiap acara, mulai dari acara yang berlangsung di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga acara di tingkat kota. Jenis acara yang diselengarakan umumnya berupa penyambutan wisatawan, pernikahan, dan juga adat.
Tak jarang, Walet Puti dijadikan sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler di beberapa sekolah, baik itu SD, SMP, SMA, ataupun di universitas. Di sekolah, kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan oleh para pelatih mencakup pengajaran gerakan-gerakan, baik itu yang berguna untuk seni gerak maupun bela diri, juga gerakan-gerakan senam kesehatan.
Walet Puti memiliki suatu keunikan pada program pelatihan yang kerap diikuti oleh para anggotanya, yaitu membuat daftar giliran untuk membaca sapta darma. Kegiatan ini dilakukan sebelum dan sesudah latihan, dalam pemanasan sebelum latihan dimulai, serta dalam pendinginan setelah latihan dilakukan. Bunyi dari sapta darma tersebut meliputi:
- Ketuhanan yang Maha Esa;
- Tidak dibenarkan melawan kedua orang tua;
- Tidak dibenarkan melawan guru atau pelatih;
- Tidak dibenarkan menghina permainan orang lain;
- Tidak dibenarkan mempermainkan jurus di depan umum;
- Tidak dibenarkan mengganggu dan tidak mau diganggu; serta
- Satu perguruan adalah satu persaudaraan.
Pada dasarnya, Walet Puti selalu mengajarkan filosofi hidup dalam bentuk nilai-nilai ketekunan, keberanian, disiplin, serta rasa hormat. Beberapa hal lain yang juga dapat dipelajari dan ditekuni oleh para anggotanya melalui pelatihan intensif dan terstruktur, yaitu menguasai gerakan fisik, mengasah mental dan pantang menyerah, membangun ketahanan terhadap tekanan, dan mengembangkan kemampuan memecahkan persoalan.
Keunikan lain Walet Puti juga dapat dilihat dari pengembangan metode pengobatan tradisional totok darah. Metode ini mulanya diajarkan oleh sang mahaguru, Bapak Sofyan Ratta, kepada para pelatih Walet Puti. Hal tersebut bertujuan, agar para pelatih mampu menangani anggota yang cedera dalam latihan, serta menolong masyarakat yang membutuhkan.
Lebih lanjut, hasilnya yang dinilai efektif dan manjur membuat metode pengobatan totok darah kini dikelola secara lebih profesional. Pengobatan tradisional ini juga telah berkembang di 17 provinsi di Sumatra dan Jawa.
Demikian Walet Puti, kegiatan seni bela diri asli Sumatera Utara dengan peragaan jurus terbanyak, serta tidak mengadopsi seni bela diri manapun alias murni ciptaan pendirinya—Bapak Sofyan Ratta. Adapun para anggota yang melakukan kegiatan bela diri silat ini tidak hanya akan kuat secara fisik, tetapi juga cerdas dalam bertindak, memiliki hati yang tulus, dan berbudi pekerti luhur.
(Redaktur Tulisan: Hana Anggie)