Hits: 21

Siti Farrah Aini / Syah Hendra Mahadi

Pijar, Medan. Perpustakaan hadir di segala instansi, baik pemerintahan maupun pendidikan. Sebagai sarana komunikasi dan informasi, perpustakaan menjadi pusat pengetahuan dan optimalisasi literasi bagi semua kalangan, termasuk mahasiswa. Namun, maraknya penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), menjadikan perpustakaan bukan satu-satunya sumber informasi. Walau menjadi ikon penting di dunia pendidikan, apakah perpustakaan masih diminati dan relevan untuk kebutuhan mahasiswa?

Berdasarkan pendataan berbasis wilayah Perpustakaan Nasional (Perpusnas), terdapat 3.169 perpustakaan dari 4.477 perguruan tinggi per Februari 2024 di Indonesia. Data tersebut menunjukkan layanan perpustakaan yang memadai di perguruan tinggi.

Merebaknya wabah Covid-19 pada 2019 silam menjadi awal dari transformasi masal di seluruh penjuru dunia. Pasca pandemi, digitalisasi terus dilakukan hingga puncaknya berupa kemunculan platform digital dan berbasis AI. Manusia dipermudah dan mulai bergantung dengan teknologi mutakhir ini.

Salah satu pengguna teknologi AI adalah mahasiswa. Sifat AI yang mudah diakses, fleksibel, dan praktis menjadi alternatif kebanyakan mahasiswa sebagai penunjang tugas mata kuliah dibanding berkunjung langsung ke perpustakaan, yang memerlukan waktu dan tenaga ekstra.

Universitas Sumatera Utara (USU) turut memiliki layanan perpustakaan, baik dalam skala universitas maupun fakultas. Khususnya perpustakaan universitas, menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mencari referensi bacaan dan sumber literatur, mengerjakan tugas mata kuliah, dan berdiskusi. Dilengkapi dengan fasilitas memadai, perpustakaan universitas menjadi tempat yang nyaman dan masih mendapatkan antusias yang tinggi dari mahasiswa.

Farhan, mahasiswa Ilmu Komunikasi USU, mengungkapkan bahwa kelengkapan berbagai bidang keilmuan dan kredibilitas dari buku fisik membuat perpustakaan masih sangat relevan baginya, terutama dalam penyusunan skripsi. Ia justru hanya menjadikan AI sebagai “teman” diskusi untuk brainstorming.

“Benar, kita itu butuh banyak referensi dan literatur. Di daftar referensi sebagai sumber rujukan, enggak mungkin semua jurnal, kita juga membutuhkan buku dan enggak mungkin semuanya itu e-book, kadang kala dosen menanyakan buku fisik,” tuturnya.

Muhassanah, mahasiswi Ilmu Kesejahteraan Sosial USU, mengatakan masih relevannya perpustakaan serta dapat menjamin mahasiswa untuk membaca buku sehingga menambah wawasan.

“AI kadang tidak terlalu spesifik, belum tentu kebenarannya, karena AI apalagi ChatGPT jarang memberi sumber. Paling terasa, sih, AI ini bikin kita jadi praktis, tapi enggak terlalu suka membaca,” tambahnya.

Nyatanya, perpustakaan masih relevan di era gempuran teknologi AI. Namun, digitalisasi perpustakaan menjadi harapan untuk direalisasikan guna menyesuaikan zaman yang serba praktis dan fleksibel. Hal yang serupa disampaikan Farhan, agar perpustakaan dapat tetap eksis dan diakses dengan mudah.

“Sebagai mahasiswa, kita membutuhkan referensi, baik dari perpustakaan maupun AI. Namun, perpustakaan harus tetap eksis di tengah maraknya AI. Saya berharap, perpustakaan bertransformasi ke arah digital, agar lebih relevan dan mudah diakses mahasiswa.”

(Redaktur Tulisan: Hana Anggie)

Leave a comment