Hits: 22
Hana Anggie Sachari Pasaribu
Pijar, Medan. Pertanyaan seperti, “Ngapain sih kuliah Ilmu Komunikasi? Kan, cuma belajar ngomong doang?” tidak jarang keluar dari masyarakat yang bukan mahasiswa, dosen, atau praktisi Ilmu Komunikasi. Anggapan bahwa Ilmu Komunikasi hanyalah ilmu “cakap-cakap” seakan menjadi stereotip. Akan tetapi, benarkah demikian?
Mengutip buku Ilmu Komunikasi dalam Tinjuan Interdisipliner, komunikasi merupakan ilmu yang bersifat interdisipliner. Maksudnya, disiplin komunikasi tumbuh dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang ada, baik dari kelompok sosial humaniora maupun sains.
Disiplin ilmu lain bersama dengan Ilmu Komunikasi, melahirkan berbagai kajian dan teori yang beragam untuk menganalisis suatu masalah. Contohnya, seperti komunikasi kesehatan, psikologi komunikasi, sosiologi komunikasi, dan sebagainya.
Munzaimah Masril, Kepala Laboratorium Komunikasi Universitas Sumatera Utara, secara sederhana menyebutkan bahwa Ilmu Komunikasi belajar tentang proses penyampaian pesan, bagaimana supaya orang yang mengirim dan menerima punya kesepahaman yang sama.
“Ketika ditanya, ‘Apa sih, Komunikasi?’ sama orang yang di luar Komunikasi itu kan, yang Kakak selalu highlight, Ilmu Komunikasi itu belajar tentang mentransfer pesan, kayak bagaimana misalnya, pesan yang kita ingin orang paham, diterima sesuai dengan harapan kita, dan ya, itulah ya, ada seperti kesepahaman, yang akhirnya menyenangkan kedua pihak. Walaupun dalam kenyataannya kan, itu enggak terjadi, ya.”
Ia juga mengungkapkan, bahwa eksistensi Ilmu Komunikasi di dunia pendidikan cukup krusial. Munzaimah memaparkan contoh yang lekat dalam kehidupan sehari-hari.
“Sejak lahir, kita juga sudah mulai belajar, bagaimana memberi tahu orang tua kalau kita lapar, ya walaupun pada saat itu kita masih belajar dalam tahap bahasa bayi, menangis, bereaksi dengan sentuhan-sentuhan. Itu semua adalah pesan yang di-create seseorang untuk mendapatkan respons dari pihak lain. Jadi, sangat krusial, penting, bagaimana kita ingin orang mengerjakan sesuatu, kalau kita tidak belajar mengelola pesan dengan baik,” jelasnya.
Media penyampaian pesan dalam Ilmu Komunikasi beragam, selain lisan, ada juga tulisan dan simbol-simbol tertentu. Sehingga, tidak hanya berbicara, ada tiga keterampilan dasar lain, seperti membaca, mendengarkan, dan menulis, yang harus dikuasai oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi. Munzaimah kembali mengutarakan pendapatnya.
“Orang cuma berpikir, ilmu cakap-cakap, tuh, yang penting bisa ngomong. Tetapi orang lupa, ngomong aja enggak cukup, mendengarkan juga perlu.”
Hikma Rayati, mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh, mengatakan bahwa keterampilan yang dipelajarinya selama perkuliahan cukup komplet.
“Ikom (Ilmu Komunikasi) itu luas, kita bisa belajar gimana biar public speaking bagus, kita bisa belajar buat podcast, buat film dokumenter, nulis juga bisa. Pokoknya Ikom paling komplit. Aku sudah lumayan mengerti tentang film, penulisan berita yang harus ditulis dengan piramida terbalik.”
Dilihat dari klasifikasinya, komunikasi terbagi atas personal (intra dan inter), kelompok (besar dan kecil), dan massa. Terbaru, ada pula komunikasi new media yang mengkaji dari sisi penggunaan teknologi digital. Sementara dilihat dari bidangnya, terdapat komunikasi organisasi, politik, antarbudaya, sosial, bisnis, pembangunan, tradisional, dan internasional.
Oktasi Rachel, mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan, mengatakan bahwa new media, terutama media sosial, merupakan hal paling menarik baginya.
“Media sosial saat ini sudah menjadi salah satu bidang komunikasi yang diminati masyarakat dan banyak penggunanya yang bertambah setiap tahunnya. Ini membuat bidang media sosial menjadikan keterampilan komunikasi perlu dimanfaatkan, untuk menarik minat para penontonnya.”
Jadi, dapat disimpulkan, Komunikasi bukan sekadar ilmu berbicara, melainkan ilmu yang mempelajari proses komunikasi secara menyeluruh, dari teori hingga praktik. Memahami Ilmu Komunikasi akan membuat mahasiswa menjadi komunikator yang lebih efektif, serta mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
(Redaktur Tulisan: Alya Amanda)