Hits: 3

Eksotisme Kopi Sumatera di Mata Dunia

Grace Kolin

Pijar, Medan. Untuk ketiga kalinya, Medan International Coffee Festival (MICF) kembali hadir menyapa penikmat kopi di seluruh dunia. Festival bergengsi ini menjadi agenda tahunan yang rutin diadakan. Tak tanggung-tanggung, festival ini telah terdaftar dalam agenda rutin internasional International Coffee Organization (ICO) sebagai satu-satunya festival kopi yang ada di Indonesia. Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara ini mengusung tema coffee, culture, community sebagai tiga tajuk utama selama tiga hari berturut-turut, mulai tanggal 13 Mei hingga 15 Mei 2016. Bertempat di Hermes Place Polonia Medan, festival ini menargetkan pengunjung dari kalangan anak muda.

Mulki Abadi Management (mAm) production, selaku penyelenggara utama festival ini menggandeng Asosiasi Eksportir Industri Kopi Indonesia (AEKI) Sumut dalam partner kerjasama acara. Selain itu, ada pula Metro TV, Kompas, ceritamedan.com, medanreview.com majalah Dunia Melancong, 95.9 FM, dan media partner lainnya yang ikut menyukseskan sosialisasi acara ini.

Beberapa acara yang disuguhkan selama tiga hari berturut-turut antara lain Guitar Clinic bersama Beng beng PAS Band, pameran kopi, sesi cupping, roasting demo, coffee brewing education, ngobrol bareng marketer dan pelaku bisnis event (EO), talkshow, ethnic hand tapping dan demo tattoo. Tak ketinggalan pula ada kompetisi band, foto kreatif, paper cup art, Miss Coffee 2017 dan tattoo yang juga ikut meramaikan acara ini.

IMG_2283 (3000x1685)
Salah satu pria penjaga stand di Medan International Coffee Festival (MICF) 2017 sedang mempraktekkan teknik menyeduh kopi (brewing) di depan pengunjung (14/5)

Di hari kedua, agenda MICF 2017 diisi dengan talkshow bareng Wahyu Blahe (owner ceritamedan.com), Laura Valencia, Mollyta Motchar, Sampoerna serta workshop interaktif bersama penyelenggara acara, kepala dinas perdagangan Kota Medan, petani dan peneliti senior kopi. Selain itu, di malam harinya bakal ada ajang pemilihan Miss Coffee 2017.

Ada beberapa ulasan menarik yang dapat kita simak dalam kegiatan workshop ini. Termasuk di dalamnya permasalahan yang dihadapi petani kopi di Indonesia. “Pada umumnya, terutama sebahagian besar atau 80%, saya sendiri kadang-kadang bingung, petani Indonesia itu belum bangga menjadi seorang petani (Petani kopi-red). Di KTP itu barangkali jarang yang membuat pekerjaan petani, tapi pada umumnya ditutup-tutupi menjadi wiraswasta. Kan belum ada percaya dirinya sebagai seorang petani,” ujar Ludi Antoni Manik selaku Ketua Kopi Organik Simalungun. Permasalahan yang disebutkan oleh Ludi sebetulnya dialami seluruh masyarakat atau seluruh petani kopi di Indonesia, tak terlepas dan tak terkecuali, Provinsi Aceh. Masih banyak petani kopi yang belum menyadari bahwa sebenarnya kopi yang dihasilkan dari kebunnya itu adalah sebuah komoditas yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi jika dikelola dengan baik.

Menanggapi permasalahan tersebut, Dr. Surip Mawardi, peneliti senior di bidang kopi dan direktur perusahaan multinasional memberikan tanggapannya, “Yang perlu didorong adalah, bagaimana generasi muda itu menjadi bangga dan gemar bertani. Karena di pedesaan itu banyak petaninya yang sudah tua-tua, anak-anaknya itu sudah enggan bertani. Mungkin untuk kedepan, petani itu harus kita itu harus semi mekanik, sehingga mereka bangga dengan cara mekanisasi, harganya juga bisa ditekan dan produktivitasnya pun lebih bagus. Kemudian untuk kedepannya ada edukasi. Kata kuncinya di edukasi. Edukasi, baik pada individu petani maupun kelompok tani. Saya kira peran pemerintah masih sangat diperlukan, juga kepedulian teman-teman di sektor swasta juga penting sekali.”

“Semua stake holder itu harus berubah. Mulai dari petani, pemerintah, swasta, siapapun dia. Masyarakat banyak juga harus bangga, mengkonsumsi dan memproduksi produk-produk Indonesia, khususnya produk lokal”. Ujar Ludi dalam closing statement-nya, menutup kegiatan  workshop tersebut.

Semakin sore, pengunjung MICF 2017 pun semakin ramai. Mereka begitu tertarik dalam mengenal dunia kopi yang begitu kompleks, tidak hanya sekadar minuman pengusir kantuk yang biasa dihidangkan di kafe atau warung-warung tradisional. Ada yang mencoba mencicipi kopi Sumatera hasil brewing (seduh) langsung di tempat dan ada juga yang membeli produk kopi untuk disajikan dan dikonsumsi secara pribadi. Pilihan kopi daerah yang ditawarkan ke pengunjung juga beragam, seperti kopi Sipirok, kopi Mandheling, kopi Siborongborong, kopi Saabas dan kopi daerah Sumut lainnya. Kopi Sumut memiliki cita rasa yang khas karena biji kopinya ditanam, dirawat, dipanen dari kebun kopi yang berada pada daerah pinggiran Danau Toba yang subur. Bukan hanya itu saja, kawasan perkebunan kopi yang berada di atas 1000 meter dari atas permukaan laut, mineral dalam tanah vulkanik yang kaya serta proses pemetikan buah kopi yang masih konvensional menambah daya tarik sendiri bagi kopi Sumatera.

“Tujuannya, kita pengen kembangankan matador matric. Istilahnya kita yang minum ini, atau kopi yang selalu di jual ke luar negeri, diekspor. Nah kalau yang ini, kita pengen kopi itu di diminum sendiri. Dikonsumsi sendiri,” pungkas Azizah Fazirah, ketua panitia MICF 2017. Beliau sangat menyayangkan, bahwa masih banyak anak muda Medan yang lebih tahu tentang kopi dunia ketimbang kopi daerah mereka sendiri, seperti kopi Mandheling dan kopi Lintong. Padahal kedua jenis kopi daerah itu telah mendunia.

 

Leave a comment