Hits: 20

Marcheline Darmawan

Pijar, Medan. Lulusan baru, usai dari perayaan meriah yang dihiasi suka cita dan tawa karena baru saja menyelesaikan perjalanan yang melelahkan, mereka dihadapkan pada suatu pertanyaan besar. Apa yang akan dilakukan selanjutnya?

Mencari kerja adalah jawaban yang paling umum dan logis. Namun, kompetisi dalam dunia kerja tidak semudah yang dibayangkan ketika perusahaan menetapkan kualifikasi yang semakin tidak realistis. Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi menjadi opsi yang dipertimbangkan. Namun, mana pilihan yang lebih baik di antara keduanya?

Per Februari 2024, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) merilis data tingkat pengangguran terbuka (TPK), yaitu berjumlah 7,2 juta orang dari angkatan kerja (AK). Lulusan universitas pada jenjang Diploma IV (D4), Strata I (S1), Strata II (S2), dan Strata III (S3) menyumbang angka 5,63%. Sementara itu, pada 149,38 juta AK, lulusan D4-S3 yang bekerja hanya berjumlah 10,37% atau 15,49 juta orang, jumlah kedua paling sedikit dari tingkat pendidikan lainnya.

Melansir dari news.detik.com, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan bahwa hal yang berkontribusi pada sulitnya mencari pekerjaan pada lulusan baru adalah keterampilan yang tidak sesuai dengan pekerjaan.

Meski begitu, menambah pengalaman dengan langsung bekerja adalah opsi yang banyak dipilih oleh para lulusan baru. Hal ini memungkinkan mereka untuk belajar keterampilan baru yang tidak dapat dipelajari di bangku kuliah.

Mereka yang merasa salah jurusan juga dapat mengeksplorasi hal-hal yang mereka sukai. Selain itu, bekerja dapat memberikan waktu dan kesempatan untuk mempersiapkan diri dalam mengajukan beasiswa S2, serta meningkatkan kualitas diri agar lebih mudah lolos.

Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi dalam kompas.com menyebutkan bahwa, lulusan S2 umumnya dibutuhkan dalam posisi manajemen, sehingga jumlahnya menjadi terbatas. Hal ini membuat posisi yang membutuhkan lulusan magister tidak terlalu banyak. Di satu sisi, lulusan S2 tanpa pengalaman kerja juga sulit mendapat pekerjaan, kecuali beberapa pekerjaan tertentu seperti peneliti, dosen, dan profesi spesialis tertentu.

Di Indonesia sendiri, jumlah lulusan di atas jenjang S1 masih sangat sedikit, yaitu 0,45% dari jumlah penduduk produktif. Keterbatasan sumber daya, tingginya biaya pendidikan, dan kurangnya fasilitas dan infrastruktur pendidikan menjadi alasan sedikitnya lulusan program magister. Kualitas pendidikan dan kesadaran yang kurang juga membuat seseorang kurang siap melanjutkan pendidikan.

Jeffry, mahasiswa lulusan S1 Biomedis di University of East Anglia yang akan melanjutkan program magister, menyatakan alasannya dalam melanjutkan pendidikan. Fasilitas dan akses yang mumpuni mendukung pilihannya tersebut.

“Ada beberapa alasan, tetapi utamanya karena rencana pekerjaan saya di masa depan membutuhkan saya untuk memiliki gelar yang lebih tinggi (dari S1). Saya juga masih muda, jadi sebisa mungkin belajar banyak hal dulu,” ungkapnya.

Ketika ditanya mengenai keinginannya untuk langsung bekerja atau melanjutkan program magister setelah menyelesaikan program S1, Jeffry menjelaskan bahwa ia sebenarnya berkeinginan untuk bekerja selama beberapa waktu terlebih dahulu.

“Mungkin kerja dua sampai tiga tahun dulu, baru lanjut S2, karena di dunia kerja pengalaman lebih penting dari latar belakang pendidikan. Misalnya di industri, biasanya harus ada minimum pengalaman kerja berapa tahun. Namun, tergantung kebutuhan juga, ada beberapa pekerjaan yang membutuhkan akademik yang tinggi seperti kedokteran. Kalau seperti itu harus mengejar pendidikan dulu,” jelasnya.

(Redaktur Tulisan: Hana Anggie)

Leave a comment