Hits: 38
“Diam adalah cara terbaik, seni hidup yang paling rasional untuk menjalani hidup.” – halaman 15.
Miranti Ananda / Muhammad Fikri Haikal Saragih
Pijar, Medan. Tanpa kita sadari, sebenarnya kita hidup sesuai dengan standar yang terbentuk dari lingkungan serta orang-orang di sekitar kita. Kita selalu berusaha untuk hidup normal sesuai dengan pandangan orang lain. Padahal, bisa saja kita memiliki pandangan hidup normal versi kita sendiri. Pandangan hidup seperti ini tertuang dalam buku berjudul Convenience Store Woman yang mengisahkan tentang bagaimana pandangan orang-orang menjadi standar yang harus diikuti.
Convenience Store Woman adalah buku karya Sayaka Murata yang terbit pada tahun 2016. Kita akan dibawa melihat tentang pandangan hidup normal yang dipaksakan oleh orang lain kepada Furukura Keiko, perempuan yang telah berusaha bertahan dari pandangan orang-orang terhadap dirinya. Ia telah bekerja di minimarket untuk waktu yang lama untuk menemukan “normal” yang sebenarnya.
Keiko adalah seorang perempuan lajang yang memilih untuk terus menjadi pegawai paruh waktu, tidak menikah dan tidak mencari pekerjaan tetap. Dia tidak memiliki tujuan hidup lain dalam hidupnya. Orang-orang di sekitarnya merasa dia perlu untuk “disembuhkan”. Mereka menekan Keiko untuk menjadi “normal” seperti kebanyakan orang. Dunia menuntut Keiko untuk menjadi “normal”, walau ia tidak tahu makna normal yang sebenarnya itu seperti apa.

(Sumber Foto: fimela.com)
Sejak kecil, Keiko sudah tumbuh dengan pandangan yang menganggapnya aneh. Hingga suatu saat ia tertarik untuk melakukan sesuatu yang ia sukai, yaitu bekerja di minimarket. Keiko dilahirkan dengan identitas baru sebagai “pegawai minimarket”. Bekerja sebagai pegawai minimarket mengubah banyak hal dalam hidupnya. Di sana, Keiko menemukan panduan yang membantunya menjadi manusia yang terlihat normal. Ia merasa dirinya merupakan bagian dari minimarket itu sendiri.
Sayangnya di usianya yang 36 tahun, Keiko kembali mendapati pandangan aneh orang-orang tentang dirinya. Ia dianggap tidak normal, karena di usianya yang terbilang matang seharusnya Keiko sudah menikah, memiliki anak, serta memiliki pekerjaan yang lebih mapan. Kini ia terancam terpisah dari dunia minimarket yang dicintainya selama ini. Pekerjaan yang sudah ia dedikasikan penuh selama 18 tahun itu menjadi terancam.
Dengan banyaknya tekanan yang diberikan oleh orang-orang kepadanya, kehidupan nyaman Keiko sebagai pegawai minimarket terusik. Akhirnya, Keiko pun mulai berusaha untuk memenuhi standar tersebut agar dia tidak merasa diasingkan. Namun, hal itu malah membuatnya kehilangan pekerjaan dan semangatnya. Di saat ia merasa hidupnya sudah tidak lagi terarah, ia ingin kembali menjadi pegawai minimarket. Dia menganggap dirinya adalah seekor binatang minimarket.
Perjuangan demi perjuangan yang ia lalui, Keiko kemudian menyadari bahwa dia lebih dari sekadar manusia, dia adalah pegawai minimarket. Sekalipun orang-orang memandangnya sebagai manusia abnormal, ia tidak bisa lari dari kenyataan bahwa semua sel dalam tubuhnya ada untuk minimarket.
Lewat kisah Keiko, kita bisa melihat beragam konvensi sosial yang terjadi di sekitar, seperti harus mengikuti standar yang dianggap ideal oleh orang lain dan dedikasi seseorang terhadap pekerjaannya. Buku ini juga mengajak kita untuk mempertanyakan persepsi kita tentang pandangan yang normal. Jadi, apa itu “normal” untukmu?
(Redaktur Tulisan: Marcheline Darmawan)