Hits: 12

Anissa Nurul Faiza

Pijar, Medan. Ditayangkan perdana pada 1 Agustus 2024, film Kabut Berduri membawa angin segar bagi dunia film thriller Indonesia. Di bawah arahan sutradara Edwin, Kabut Berduri membawa atmosfer yang penuh ketegangan, menggabungkan elemen psikologis dengan alur cerita penuh misteri. Pendekatannya yang serius dan kompleks memberikan pengalaman yang berbeda dibandingkan film thriller Indonesia sebelumnya.

Salah satu yang menarik dari film Kabut Berduri adalah penggambaran karakternya. Putri Marino tampil memukau sebagai Sanja, seorang polisi muda yang ambisius, tetapi penuh luka batin. Trauma masa lalunya menjadi landasan emosional yang mendorongnya untuk menyelesaikan kasus pembunuhan berantai yang mengguncang sebuah desa terpencil. Melalui karakter Sanja, penonton diajak menyelami sisi manusiawi dari seorang penegak hukum yang berjuang menghadapi bayang-bayang masa lalunya.

Tak hanya Sanja, karakter pendukung lainnya juga memiliki peran penting dalam mengungkap misteri pembunuhan tersebut. Setiap karakter bak diselimuti oleh motif dan rahasia tersembunyi, menambah ketegangan yang membuat penonton terus bertanya-tanya siapa sebenarnya dalang di balik kejadian mengerikan ini.

Selain pengembangan karakter, sinematografi dalam Kabut Berduri juga menjadi salah satu aspek yang patut dipuji. Lokasi syuting di pedalaman Kalimantan dengan lanskap alam yang indah nan misterius, berhasil menciptakan suasana yang mencekam. Penggunaan warna gelap dan kontras yang tajam semakin memperkuat kesan suram dan penuh teka-teki, membuat penonton larut dalam nuansa ketegangan sejak awal hingga akhir film.

Thriller Pembunuhan Misterius di Pulau Kalimantan dalam Kabut Berduri - www.mediapijar.com
Putri Marino dalam Film Kabut Berduri
(Sumber Foto: Tirto.id)

Suasana semakin mencekam dengan penggambaran kondisi jenazah korban pembunuhan berantai yang begitu mengerikan dan realistis. Detailnya yang menakjubkan mampu memberikan efek yang nyata bagi para penonton. Tidak jarang, penonton akan dibuat merinding dan merasa tidak nyaman saat melihat tubuh korban dengan kondisi yang mengenaskan.

Bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu, seperti sensitivitas terhadap visual yang ekstrem, rasa mual atau cemas mungkin akan muncul saat menonton. Oleh karena itu, penonton disarankan untuk mempertimbangkan kondisi fisik dan emosional sebelum menyaksikan film ini.

Meski penuh dengan adegan-adegan yang intens, Kabut Berduri juga menawarkan sesuatu yang berbeda dengan memperlihatkan budaya lokal Kalimantan, terutama kehidupan suku-suku pedalaman yang jarang terekspos di layar lebar. Edwin dengan cermat menghadirkan elemen budaya ini sebagai bagian integral dari cerita. Mulai dari penggunaan bahasa daerah yang jarang terdengar di dunia sinema Indonesia hingga penggambaran kehidupan suku Dayak dengan segala keunikannya.

Penonton dapat menikmati keindahan pemandangan hutan Kalimantan yang asri, memberikan kesan yang menarik antara kecantikan alam dan kegelapan cerita. Lebih jauh, Kabut Berduri juga menyoroti budaya tato suku Dayak yang masih dilestarikan hingga kini. Tato, yang merupakan bagian penting dari identitas dan spiritualitas masyarakat Dayak, ditampilkan secara otentik dan penuh makna, menambah kekayaan visual dan budaya pada film ini.

Dengan menghadirkan elemen-elemen ini, Kabut Berduri tidak hanya sekedar film thriller yang penuh dengan ketegangan, tetapi juga menjadi media untuk memperkenalkan budaya lokal. Film ini dapat menjadi jendela untuk menyaksikan kekayaan budaya Indonesia, khususnya Kalimantan yang masih jarang tersorot oleh film lainnya.

(Redaktur Tulisan: Marcheline Darmawan)

Leave a comment