Hits: 4

Umniyatiy Nurul Atqiya

Pijar, Medan. Pekerja anak, salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang saat ini masih menjadi ancaman di berbagai belahan dunia. Melihat fenomena ini, Organisasi Buruh Internasional atau International Labour Organization (ILO) menginisiasi tanggal 12 Juni sebagai Hari Menentang Pekerja Anak Sedunia sejak 2002 silam.

“Akhiri pekerja anak!” menjadi tema yang diusung tahun ini. Berharap tantangan yang dihadapi oleh anak-anak di bawah umur yang terpaksa bekerja dapat teratasi dan berakhir.

Sebagai generasi penerus bangsa, anak sudah seharusnya mendapatkan hak-hak mereka, yakni hak prioritas yang harus dipenuhi di masa seusianya. Hak mengenyam pendidikan, hak bermain dan bersosialisasi, hak mendapatkan kesehatan, dan hak mendapatkan kehidupan yang layak. Jika anak-anak bekerja, maka sudah pasti hak-hak tersebut tidak terpenuhi.

Di Indonesia sendiri, lingkaran kemiskinan yang sulit untuk ditinggalkan menjadi faktor utama adanya pekerja anak. Mereka biasanya dipekerjakan di sektor-sektor berbahaya, seperti pertanian, pertambangan, dan industri berat dengan upah yang sangat minim. Upah tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

Faktor-faktor seperti ketidakmampuan untuk mengakses pendidikan yang berkualitas dan ketidakstabilan ekonomi keluarga sering menjadi pemicu. Selain itu, rendahnya pendidikan orang tua yang menganggap menghasilkan uang lebih penting dibanding bersekolah turut memengaruhi pola pikir anak.

Dalam sesi wawancara pada aliran langsung (live streaming) TVRI (12/06), Ai Maryati Sholihah, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa Hari Menentang Pekerja Anak Sedunia adalah momentum dan komitmen dunia untuk menghapuskan masalah pekerja anak.

“Anak-anak di dunia saat ini masih rentan masuk dalam situasi eksploitasi, praktik pekerjaan terburuk. Dan ini bentuk momentum, komitmen kita, pemerintah pusat, pemerintah daerah antarnegara supaya situasi ini dapat ditanggulangi,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa Indonesia masih menghadapi angka pekerja anak yang besar. “Kita masih punya PR saat ini sebanyak 1,14 juta anak-anak di Indonesia masuk dalam kategori pekerja anak,” tutupnya.

Dilansir dari antaranews.com, Indonesia telah mengatur mengenai pekerja anak melalui Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No. 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 mengenai Batas Usia Minimum Diperbolehkan Bekerja; dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

Melalui upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi internasional, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang. Masa depan di mana setiap anak memiliki akses yang setara terhadap pendidikan dan kesempatan, tanpa harus terlibat dalam pekerjaan yang tidak pantas untuk usia mereka.

(Redaktur Tulisan: Marcheline Darmawan)

Leave a comment